Cemerlang dari Sintang
Ada sup ayam yang gurih bersahaja, terong asam yang menyegarkan, pakis hutan yang renyah, nasi merah pulen yang magis, sampai bajigur berjampi-jampi yang bikin badan segar.... Ah, masakan tradisional Sintang, Kalimantan Barat, ternyata begitu cemerlang bagi lidah petualang.
Menaklukkan penikmat masakan tradisional itu justru bukan persoalan mudah. Restoran mentereng malah tak jarang disangsikan kemampuannya dalam menghadirkan keotentikan masakan tradisional. Para penikmat akan cenderung rewel dan membandingkannya dengan masakan serupa bikinan sang emak, nenek, bude, tante, dan seterusnya.
Berangkat dari pemahaman itu, Kaum, restoran masakan Indonesia di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, mengerahkan upaya lebih untuk mempelajari berbagai masakan tradisional Nusantara dari sejumlah daerah dengan terjun langsung belajar dari para ”penjaga resep”. Kali ini yang dijalani Kaum adalah menghadirkan masakan khas Sintang di Jakarta.
”Kita harus militan. Makanya senang sekali bisa kolaborasi dengan Lingkar Temu Kabupaten Lestari. Tim dapur kami diundang ke Sintang oleh pemerintah kabupaten, eksplorasi berbagai bahan pangan lokal, belajar berbagai macam menu langsung dari para sesepuh,” ungkap Lisa, Brand Director Kaum.
Sampai akhir bulan Juni ini, kita masih bisa menikmati berbagai masakan tradisional Sintang di Restoran Kaum, mulai dari ayam kampung masak liak, ikan asam pedas khas Sintang, pacri nanas, oseng pakis salai lais, sampai aneka sambal lais. Tak hanya itu, Kaum juga menciptakan berbagai racikan minuman menggunakan bahanbahan yang diambil dari Sintang, salah satunya bajigur kratom.
Gurih sengkubak
Ayam kampung masak liak berwujud serupa dengan sup ayam pada umumnya. Namun, sup dalam mangkuk besar itu mendarat di meja dalam keadaan panas. Dari aromanya saja kita sudah bisa memindai ada rempah yang berbeda dengan sup ayam biasa. Masakan ini merupakan ayam kampung yang dimasak dengan potongan bawang merah, bawang putih, serai, daun salam, daun sengkubak, dan liak padi Sintang.
Daun sengkubak (Pycnarrhena cauliflora Diels) rupanya adalah penyedap rasa alami yang mampu menerbitkan rasa umami atau gurih yang bersahaja tetapi nyata. Sengkubak kerap digunakan warga etnis Dayak dan Melayu Sintang untuk menyedapkan aneka masakan, khususnya yang berkuah.
Sengkubak dapat tumbuh di ketinggian antara 50-150 meter di atas permukaan laut, dengan rata-rata tinggi batang 1,5 meter. Tanaman hutan ini ukuran daunnya cukup lebar dan panjang. Saat mencicipi potongan daun ini mentah-mentah, hanya muncul rasa daun-daunan (grassy) pada umumnya. Namun, ketika bercampur dengan masakan berkuah, ia mampu menyusupkan rasa gurih nan sedap yang nyata tanpa ketajaman berlebihan seperti pada rasa vetsin.
Rachmad Hidayat, koki dari Kaum, mengungkapkan, ia mengolah menu ayam kampung masak liak tersebut dengan metode masak lama atau slow cooking seperti halnya cara masak di Sintang. Ayam dipotong dalam potongan-potongan kecil yang lalu digarami dan didiamkan selama satu sampai dua jam, lalu direbus dengan api kecil selama sekitar tiga jam bersama bumbu-bumbu. Buih-buih yang muncul di permukaan air saat perebusan sebaiknya dibuang sehingga kaldu tetap jernih dan bebas amis. Daun sengkubak sendiri cukup digunakan beberapa lembar saja dengan rasio satu liter air cukup menggunakan tiga lembar daun sengkubak.
Masakan ayam kampung masak liak ini di Sintang sebenarnya menjadi makanan penting bagi ibu yang usai melahirkan untuk mengembalikan vitalitas tubuh. Sup ayam ini memberi rasa hangat berkat rempah liak padi yang serupa jahe, tetapi tidak sampai sepedas jahe. Kita bahkan bisa saja mengunyah-ngunyah umbinya tanpa harus kepedasan.
Dalam jamuan bertajuk ”A Taste of Kalimantan” yang digelar di Kaum, beberapa waktu lalu, seorang bapak tampak begitu menikmati sendiri semangkuk besar sup yang sedianya untuk berbagi dengan tamu-tamu yang lain. Wajar saja, sup ini memang bisa bikin lupa segalanya kok....
”Kres-kres” pakis
Rempah liak padi juga menjadi bumbu yang digunakan dalam menu berikutnya, yakni ikan asam pedas khas Sintang. Masakan ini berbahan utama ikan patin dan terong asam dayak (Solanum ferox). Terong bulat berwarna kekuningan ini berkontribusi memberikan rasa asam menyegarkan dan menyeimbangkan ketebalan rasa lemak pada ikan patin. Perpaduan yang tepat.
Menikmati masakan ini mau tak mau harus ditemani nasi barang secentong. Namun, berhubung nasi merah dari Sintang, yang berasal dari beras merah yang ditumbuk dengan batu, ternyata begitu sedapnya, terpaksa ada babak secentong nasi berikutnya yang mendarat di piring makan.
Masakan Sintang satu lagi yang begitu terkenang adalah oseng pakis salai lais. Penggemar pakis pasti tak sabar menu ini hadir di meja. Pakis hutan dari Sintang ini dicampur dengan suwiran daging ikan lais (Cryptopterus Spp) yang diasap (salai). Terbayang, kan, sedapnya?
Sulur-sulur pakis yang dioseng ini dimasak dengan waktu kematangan yang tepat sehingga memberi kesempatan kita bisa menikmati kerenyahannya saat dilumat di dalam mulut. Simak dengan cermat kehadiran kolaborasi rasa di palet lidah. Mulai dari gurihnya daging ikan dengan sayup-sayup aroma asap yang menyelusup, lalu ditingkahi bunyi kres-kres-kres yang semarak. Terjadilah lagi babak secentong nasi mendarat di piring.
”Nasi merahnya kami masak dengan daun salam, jahe, serai, dan sedikit garam,” ujar Rachmad, sang koki. Aih, pantas saja nasinya jadi punya kekuatan magis begini.
Padamu kratom
Menikmati berbagai masakan dari Sintang tak sempurna rasanya jika lidah belum tersentuh kratom (Mitragyna speciosa). Tanaman asli Asia Tenggara ini juga tumbuh di beberapa negara tetangga. Tanaman ini dalam dosis tertentu punya efek stimulan seperti kopi dan kerap dituding sebagai narkotika. Kratom memang masih satu keluarga dengan tanaman kopi.
Masyarakat Dayak sendiri sejak zaman nenek moyang mereka telah memanfaatkan kratom sebagai salah satu pengobatan tradisional, selain sebagai stimulan untuk menyegarkan badan seusai bekerja. Saat ini, ketika harga komoditas karet dan sawit cenderung turun di Kalimantan Barat, sebagian petani mengandalkan kratom termasuk untuk ekspor.
Pius Hadimore, mixologist Kaum, meracik minuman bajigur kratom secara terukur tanpa mengabaikan cita rasa. Bahan dasar pada bajigur, seperti jahe, serai, kapulaga putih, dan gula aren, diracik bersama bubuk kratom. Rasa asli daun kratom ini sebenarnya tak terlalu istimewa. Pada ujung lidah yang menjilat bubuk kratom, muncul sedikit rasa seperti teh hijau.
”Untuk setiap 500-600 ml air, kami menggunakan cukup 2-3 gram bubuk kratom, yaitu daun kratom yang telah dijadikan powder. Tamu yang pesan minuman bajigur kratom ini baru boleh pesan satu gelas lagi setelah lewat tiga jam,” kata Pius.
Bajigur kratom racikan Pius memang sungguh mengesankan, perpaduan antara gurih, hangat, sekaligus menyegarkan. Sensasi berenergi pada tubuh mulai terasa pelan-pelan secara halus, tak seperti kopi yang langsung memberi tonjokan kafein sesaat setelah ditenggak. Namun, dibandingkan dengan kopi, efek segar kratom tertinggal di tubuh lebih lama dan stabil.
Sungguh, padamu kratom, kami mengabdi.