Mobil Swakemudi Idealnya Tidak ”Membunuh” Manusia…
Teknologi, tidak terkecuali sistem mobil swakemudi, semestinya memudahkan manusia. Teknologi idealnya tidak ”membunuh” manusia dengan merenggut jutaan tenaga kerja dari profesinya selama ini.
Oleh
HARYO DAMARDONO
·4 menit baca
”Driverless car? Mungkin, mobil itu akan ada. Tapi, tampaknya bukan di zaman saya,” ujar Roberto, pengemudi Limolink, yang mengantar Kompas dari Palo Alto menuju Bandara San Francisco, Kamis (13/6/2019).
Melaju di Bayshore Freeway, Roberto yakin mobil swakemudi belum akan beroperasi sempurna dalam lima tahun mendatang. Roberto, yang kira-kira berumur 55 tahun, yakin dirinya tetap akan menjadi pengemudi hingga pensiun.
Dengan setengah bercanda, awalnya Roberto menuduh Kompas menyebabkan hidup tidak lagi sederhana. Hanya karena menginap di Palo Alto, Roberto tadinya mengira Kompas salah satu pekerja di perusahaan teknologi di Silicon Valley.
Apa yang tidak lagi sederhana? ”Dulu, kita waktu kecil main mobil-mobilan. Begitu saja sudah senang. Tapi sekarang, anak-anak asyik balapan di telepon genggam mereka masing-masing,” keluh Roberto.
Perkembangan teknologi, yang di antaranya diwarnai oleh inovasi yang diciptakan di Silicon Valley, memang mengubah banyak hal. Kompas pun balik bertanya, ”Ini pertanyaan serius. Apa yang akan kamu kerjakan ketika driverless car sungguh ada?”
Roberto mengangkat bahu.
Namun, sebagai pengemudi, misalnya, Roberto mengaku sudah terdampak. Dia tak bisa berbuat banyak ketika terjadi sesuatu dengan kendaraannya. ”Kita tak tahu lagi apa yang ada di bawah kap mesin mobil ini. Bahkan, butuh komputer untuk mengecek mesin ini,” ujar Roberto, yang mengantar Kompas dengan BMW Seri 7.
BMW Seri 7 itu pun terbilang canggih. Tidak hanya soal fitur keselamatan yang makin menjaga penumpangnya, tetapi juga fasilitas kenyamanan yang dapat dikontrol secara elektronik.
Bagi penumpang di kursi belakang, misalnya, nyaris seluruh fitur kenyamanan di BMW Seri 7 dapat dikontrol melalui BMW Touch Command dengan tablet berukuran 7 inci. Mulai dari pendingin kabin, pemanas kursi, hingga intensitas cahaya kabin.
”Pesawat terbang jelas lebih canggih dari mobil ini, kan? Saya baca bahkan dapat terbang sendiri, tetapi selama ada penumpangnya, maka juga tetap ada pilot. Begitu juga dengan sopir,” kata Roberto, yang dulu mengemudikan truk.
Selama ada penumpang pesawat, maka juga tetap ada pilot. Begitu juga dengan sopir.
Lebih tenang
Menurut Roberto, sekalipun mobil dapat melaju sendiri, penumpang tetap merasa tenang apabila ada sopir di kursi pengemudi. ”Ini masalah ketenangan buat penumpang walau mobil di masa depan mungkin sudah bisa jalan sendiri,” ujarnya.
”Menyingkirkan” pengemudi, setidaknya pengemudi truk di Amerika yang berjumlah 3,5 juta orang, jelas tidak mudah. Gejolak justru mungkin terjadi ketika jutaan orang kehilangan pekerjaan akibat mobil swakemudi.
Namun jangan pernah terlena, karena dari waktu ke waktu terus terjadi penyempurnaan mobil swakemudi. Di Amerika, misalnya, pada pertengahan Juni 2019, Ford Motor meluncurkan mobil tes swakemudi Ford Fusion Hybrid di Detroit.
Sementara General Motors Co pada Januari 2018 juga mengajukan permohonan kepada Pemerintah Amerika untuk menguji coba mobil swakemudi. Walau belum ada kabar pengembangan lanjutan dari General Motors.
Tidak hanya pabrikan, perusahaan teknologi seperti Uber juga terus menyempurnakan sistem mobil swakemudi. Uber telah membeli 250 unit Volvo XC90 dan memodifikasinya supaya dapat melaju dengan sistem swakemudi.
Lebih hati-hati
Walau demikian, Uber belum siap untuk benar-benar mengoperasikan kendaraannya tanpa pengemudi. ”Masih di fase hybrid,” kata Eric Meyhofer, Kepala dari Uber Advanced Tecnologies. Kali ini, Uber lebih berhati-hati dengan pengembangan mobil swakemudi.
Apalagi, pada Maret 2018, otoritas Pemerintah Arizona membatalkan sementara izin bagi Uber untuk menguji mobil swakemudinya karena terlibat sebuah kecelakaan. Mobil swakemudi XC90 Uber telah menabrak seorang perempuan penyeberang jalan di Phoenix. Perempuan itu akhirnya meninggal dalam insiden itu yang dicatat sebagai kecelakaan fatal pertama mobil swakemudi di dunia.
Meski berhati-hati, tampak jelas betapa manusia telah mampu membuat mobil swakemud. Pertanyaannya tinggal, kapan akhirnya mobil itu dapat beroperasi di jalan-jalan di banyak negara. Kapan akhirnya kita siap menyerahkan kendali kemudi pada sistem komputer?
Regulator di sisi lain juga harus memperhitungkan dampak dari pengoperasian mobil swakemudi terhadap profesi sopir. Apabila memang sopir tidak dibutuhkan lagi di suatu masa, sebaiknya sedini mungkin dicarikan pekerjaan baru yang didahului dengan pelatihan.
Teknologi, tidak terkecuali sistem mobil swakemudi, semestinya juga memudahkan manusia. Dalam konteks dunia otomotif, harusnya sistem mobil swakemudi menjamin keselamatan penggunanya. Sebaliknya, teknologi idealnya tidak ”membunuh” manusia dengan merenggut jutaan pekerjaan. (RYO/REUTERS)