Menteri Susi Pudjiastuti Terpopuler di Media Sosial
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi menteri terpopuler di media sosial dalam riset yang dilakukan Center for Digital Society, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Kepopuleran dihasilkan dari pengelolaan akun media sosial yang membuat warganet seolah berinteraksi langsung dengan menteri tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi menteri terpopuler di media sosial dalam riset yang dilakukan Center for Digital Society, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Kepopulerannya dihasilkan dari pengelolaan akun media sosial yang membuat warganet seolah berinteraksi langsung dengan menteri tersebut.
”Bu Susi ini sangat personal dan cuitannya merefleksikan ucapan langsung beliau. Orang-orang (warganet) merasa berkomunikasi dengan menteri ini,” kata Treviliana Eka Putri, Manajer Digital Intellegence Lab Center for Digital Society (CfDS), di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM, Senin (1/7/2019).
Riset itu dilakukan pada dua platform media sosial, yaitu Twitter dan Instagram. Susi menjadi menteri terpopuler pada kedua platform tersebut. Itu dilihat dari jumlah pengikut dan seberapa besar interaksi akun menteri itu dengan warganet.
Pengambilan data profil menteri dilakukan pada 25 Mei 2019. Temuan diperdalam dengan melihat topik populer yang berkaitan dengan menteri tersebut lewat penelusuran berita dalam jaringan (daring) dan Google Trends pada 1 Maret-10 Juni 2019.
Susi memiliki 964.213 pengikut di Twitter. Adapun cuitan yang sudah dibuatnya ada sebanyak 23.461 kali interaksi dengan akun pengguna lainnya terjadi hingga 1,4 juta kali. Interaksi itu berupa retweet, like, ataupun komentar. Cuitan terpopuler Susi berkaitan permohonannya kepada Mahkamah Agung mengenai pemusnahan kapal pencurian ikan. Cuitan itu direspons 25.000 retweet dan 46 ribu like.
Sementara itu, pada platform Instagram, Susi diikuti 2.332.564 pengguna Instagram dengan unggahan 288 foto dan juga video. Sebagian besar unggahan itu berisikan kinerja kementerian yang dipimpinnya. Mulai dari penenggelaman kapal pencurian ikan hingga ajakan kepada masyarakat untuk gemar makan ikan laut.
Treviliana mengatakan, dari platform Instagram, ada dua nama lain menteri perempuan yang masuk ke dalam deretan terpopuler. Kedua menteri tersebut adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Sri Mulyani menempati peringkat ke-2 dan Retno Marsudi menempati peringkat ke-4.
Menurut Treviliana, capaian dari kedua menteri tersebut sejalan dengan kinerja yang cukup baik di kementerian masing-masing. Unggahan-unggahan dari akun kedua menteri itu juga kerap berkaitan program kerja mereka. Citra positif berusaha ditampilkan melalui platform media sosial guna menarik simpati publik.
”Lebih luas lagi, representasi perempuan pada kabinet Joko Widodo ini cukup baik. Menteri-menterinya cukup kapabel. Kalaupun ada yang diganti, seperti Khofifah (Indar Parawansa), mundur dari kursi menteri untuk maju ke pencalonan gubernur Jawa Timur,” kata Treviliana.
Butuh anak muda
Akan tetapi, hal lain yang perlu menjadi perhatian lembaga riset tersebut adalah rata-rata usia menteri yang lumayan tua, yakni 58,91 tahun. Jumlah menteri yang berada dalam ”Kabinet Kerja” sebagian besar diisi mereka berusia 51-70 tahun. Sementara menteri yang berusia 41-50 tahun hanya berjumlah empat orang.
Peneliti CfDS UGM, Fauzi Ananta, mengatakan, perlu ada menteri-menteri muda usia yang menghiasi kabinet pemerintahan Joko Widodo pada periode keduanya memimpin Indonesia. Menteri-menteri muda dinilainya dapat memberi gebrakan dan inovasi.
”Bisa jadi menteri muda lebih inovatif. Mereka mungkin punya inovasi dengan memotong rantai birokrasi yang selama ini dianggap menghambat. Kami berharap ada banyak anak muda yang dilibatkan ke dalam kabinet sehingga banyak inovasi nantinya,” ujar Fauzi.
Sementara itu, Treviliana berpendapat, keberadaan menteri muda dalam kabinet dapat membuat pemerintah lebih bisa menyesuaikan perkembangan zaman. Era revolusi digital membuat perubahan terjadi begitu cepat dan menyeluruh. Kecakapan generasi muda dalam dunia digital dianggap mampu membantu negara ini menghadapi hal tersebut.
”Pemerintah tentu akan lebih progresif. Perlu regenerasi dengan pelibatan anak muda dalam kabinet,” kata Treviliana.