Generasi Kelima Makin Nyata
Saat jaringan 5G diterapkan secara komersial, hal ini mendorong orang semakin sering mengakses data, mulai dari teks, audio, hingga video. Salah satu aktivitas yang kemungkinan bakal ramai adalah tumbuhnya transaksi bisnis.
Penggunaan teknologi informasi generasi kelima atau 5G secara komersial tidak terbendung. Meski masih diwarnai polemik sejumlah pihak, 5G makin dekat dengan kebutuhan manusia. Tidak hanya menguntungkan orang per orang, teknologi ini juga menawarkan solusi untuk kepentingan yang lebih besar.
Peneguhan kehadiran 5G ini kembali dipamerkan pada acara Mobile World Congress (MWC) di Shanghai, China, sejak Rabu (26/6/2019) hingga Jumat (28/6/2019). Tidak heran, tujuh aula Shanghai New International Expo Centre selalu dipadati pengunjung selama tiga hari penyelenggaraan. Lebih dari 75.000 orang dari lima benua dengan berbagai latar belakang menghadiri MWC Shanghai.
Mereka menikmati hasil terobosan 5G di sekitar 500 peserta pameran. Di Aula E6, misalnya, pengunjung merasakan pengalaman bermain beragam gim dengan menggunakan teknologi AR (augmented reality) ataupun VR (virtual reality) berbasis 5G. Aneka permainan itu menjadi semakin atraktif dan ”nyata”. Kecepatan reaksi perangkat untuk menggerakkan gim terjadi karena latensi yang semakin kecil.
Latensi adalah jeda waktu pengiriman perintah dan penerimaan perintah perangkat digital. Pemain seakan menjadi bagian di dalamnya sebagaimana tersedia di booth Deutsche Telekom, perusahaan telekomunikasi asal Jerman.
Panitia penyelenggara, yaitu GSMA (Global System for Mobile Communications Association), juga menghadirkan inovasi terbaru mengenai intelligent connectivity yang menjadi tema acara. Berbagai tawaran solusi yang memanfaatkan jaringan 5G ditampilkan, seperti mengantisipasi banjir, memantau kualitas air, menyelesaikan masalah transportasi, meningkatkan layanan publik, memudahkan proses produksi di sektor industri, menjaga kelestarian lingkungan, serta konektivitas web dan cloud.
Perusahaan yang menghadirkan terobosan internet of things (IoT) ini di antaranya BICS, China Mobile Migu, G7 Networks, Huawei, myFC, Shanghai Ratta Smart Technology, Singtel, dan Avnet. Rasa-rasanya persoalan kota menjadi semakin mudah teratasi dengan teknologi 5G.
Pada teknologi perangkat telepon seluler, produsen berlomba menampilkan produk andalan mereka. Vivo, produsen telepon genggam asal China ini, misalnya, meluncurkan Vivo Super FlashCharge 120W. Produk ini menawarkan pengisian daya 120W (20V/6A) dalam waktu 13 menit pada baterai 4.000mAh secara penuh (100 persen). Pekerja swasta asal India, Gokul Bhagabati, terkesima. ”Ini yang ditunggu banyak orang,” katanya seraya memegang gawai yang diuji.
Baca juga: Para Pihak Bicarakan Terobosan Terbaru
MWC 2019 Shanghai kali ini mengusung tema ”Intelligent Connectivity” yang digelar dalam seminar, pameran, dan berbagai kegiatan pendukung lain. Adapun isu kuat yang menjadi pembicaraan para pihak di ajang ini terkait dengan penerapan 5G secara komersial, IoT, kecerdasan buatan, dan mahadata (big data).
Penetrasi 5G
Tidak dimungkiri, kehadiran 5G di sektor komersial semakin nyata. Setelah Amerika Serikat, Korea Selatan, Inggris, dan Italia, China segera menyusul penggunaan 5G secara komersial. Lirui Ding dari LEK Consulting (perusahaan berbasis di London, Inggris), saat ditemui di area MWC 2019 Shanghai, memastikan bahwa komersialisasi 5G tidak dapat dielakkan. Kebutuhan warga untuk mempercepat dan memudahkan segala urusannya semakin mendesak.
Keyakinan Ding sejalan dengan paparan sejumlah peserta diskusi tentang kota cerdas yang dipandunya di arena kongres. Zhu Changbo, President Unicom Smart City Research, mengatakan, serangkaian uji coba 5G telah dilakukan di China. Rangkaian percobaan itu dilakukan di sektor infrastruktur, kesehatan, monitoring isu lingkungan, dan transportasi kota.
Lantaran hasil yang positif, Pemerintah China menerbitkan lisensi komersialisasi 5G untuk China Unicom, China Telecom, China Mobile, serta China Radio and Television. Pada 23 April 2020, komersialisasi ini akan berlaku di 40 kota dan 17 sektor industri. Adapun salah satu spektrum yang dapat digunakan adalah 2,6 Ghz dengan kapasitas sebesar 100 Mhz.
Penerapan teknologi generasi kelima atau 5G diyakini menggerakkan perekonomian dunia secara signifikan. Sejumlah kalangan memprediksi 5G dapat menghasilkan nilai tambah hampir 900 miliar dollar Amerika Serikat untuk kawasan Asia Pasifik dalam kurun waktu 15 tahun ke depan. Tidak mengherankan jika operator seluler di Asia menyiapkan investasi sebesar 370 miliar dolar AS untuk membangun jaringan 5G baru pada periode 2018 hingga 2025.
”Meskipun 4G masih memiliki banyak ruang untuk pertumbuhan di seluruh Asia, operator di kawasan ini sekarang berinvestasi miliaran dollar AS dalam membangun jaringan 5G. Mereka memfasilitasi layanan konsumen, mentransformasikan industri dan manufaktur, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Mats Granryd, Direktur Jenderal GSMA.
Mendorong pertumbuhan
Menurut Granryd, 5G menawarkan jangkauan layanan lebih cepat, lebih kaya, dan lebih mendalam. Tidak dapat disangkal, ujarnya, hal ini dapat mendorong pertumbuhan dan pendapatan di sektor industri. Terobosan 5G juga dapat mengatasi sejumlah isu yang menjadi kebutuhan manusia, seperti persoalan kesehatan dan pendidikan.
Baca juga: Ini Penerima Penghargaan Produk Terbaik Mobile World Congress 2019
Laporan GSMA, ada sekitar 2,8 miliar pelanggan seluler di Asia pada akhir 2018. Angka ini setara dengan 67 persen dari populasi kawasan itu. Jumlah pelanggan diperkirakan akan meningkat menjadi 3,1 miliar orang pada tahun 2025 (72 persen dari populasi) meskipun tingkat pertumbuhan melambat karena banyak pasar utama mendekati kejenuhan. Dari data yang sama, terjadi penambahan pelanggan baru pada periode tahun 2018 hingga 2025 dari India, China, Pakistan, Indonesia, Bangladesh, dan Filipina.
Peluang dan tantangan
Mengenai komersialisasi 5G ini, Indonesia sedang menyiapkan diri ke arah sana. Setelah uji coba di arena Asian Games 2018 lalu, Indonesia menyiapkan langkah yang lebih serius. Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail menyampaikan, tidak lama lagi akan ada keputusan dari pemerintah. ”Dalam menerapkan teknologi baru harus tepat waktunya, tidak boleh terlalu cepat, dan juga tidak terlalu lama,” kata Ismail.
Di tingkat global, komersialisasi 5G dikhawatirkan terhambat karena sikap AS terhadap petinggi Huawei. Namun, Ken Hu, Rotating Chairman of Huawei, menegaskan, hal itu tidak berpengaruh pada rencana perusahaannya. Meskipun ada tekanan, kontrak bisnis dengan mitra tetap berjalan. ”Tidak ada yang terpengaruh karena situasi yang tidak stabil. Kami menjalankan bisnis seperti biasanya,” kata Hu.
Huawei telah mengantongi 50 kontrak komersial 5G dan mengapalkan lebih dari 150.000 perangkat base transceiver station (BTS) di seluruh dunia. ”Huawei sedikitnya akan mengapalkan 500.000 perangkat BTS 5G ke seluruh dunia dan akan terus mendukung operator di seluruh dunia untuk menggelar komersialisasi 5G,” lanjutnya.
Huawei juga menginvestasikan 4 milliar dollar AS untuk riset dan pengembangan teknologi 5G yang dimulai sejak 2009. Adapun kontrak bisnis itu dengan mitra usaha 28 persen di antaranya dengan negara-negara di Eropa, 11 persen dengan negara-negara Timur Tengah, 6 persen Asia Pasifik, 4 persen negara di Benua Amerika, serta 1 persen negara di Benua Afrika. Secara keseluruhan ada 30 negara yang telah menjadi mitra Huawei untuk menerapkan 5G secara komersial.
Menumbuhkan bisnis
Marshall Pribadi, CEO Privyid (perusahaan rintisan asal Indonesia), menyoroti isu keamanan ketika 5G diterapkan secara komersial. Saat jaringan 5G diterapkan komersial, hal ini mendorong orang semakin sering mengakses data, mulai dari teks, audio, hingga video. Salah satu aktivitas yang kemungkinan bakal ramai adalah tumbuhnya transaksi bisnis. Persoalannya, ketika kondisi itu terjadi, ada kebutuhan pusat data yang besar. Sayangnya, ketersediaan pusat data di Indonesia belum memadai.
”Jangan sampai data itu lari ke luar negeri karena kita belum siap. Selain aturan yang melarang, keamanan negara menjadi hal yang harus dipertimbangkan,” kata Marshall, yang hadir di arena MWC Shanghai sebagai pembicara. Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Apapun kondisinya, peluang dan tantangan ini harus dihadapi.