Stepa Eksotis Mongolia
Berkendara, berkendaralah, kamu sosok dari timur
Dalam jalur terkutukmu banyak ibu menangis
Pada puncak alur dari stepa yang jauh
Beri jalan bagi topeng baja malapetaka
Saat tanah yang jauh jatuh di bawah kekuasaanmu
Puisi berbahasa Inggris berjudul ”Genghis Khan” karya Kyle Esbernd itu melintas di benak saat berkunjung ke Hustai National Park, Mongolia, pertengahan April. Taman Nasional Hustai berada sekitar 100 kilometer di barat Kota Ulan Bator, ibu kota Mongolia.
Setelah kami melewati batas kota Ulan Bator, pemandangan stepa terbentang luas di kanan dan kiri jalan. Stepa di Mongolia menyerupai padang pasir, tetapi ditumbuhi rumput-rumput pendek. Sebagian besar rumputnya berwarna kecoklat-coklatan karena pengaruh pasir. Tidak ada pohon-pohon besar yang tumbuh di padang rumput itu.
Stepa yang terbentang luas itu diselingi perbukitan berbatu, mengingatkan kembali gambaran soal bentang alam Mongolia dalam latar belakang cerita tentang Genghis Khan, sang penakluk terbesar dunia. Dari stepa-stepa semacam ini, Temujin, nama asli Genghis Khan, tumbuh dan ditempa kerasnya kehidupan sebelum menjadi penguasa sepertiga wilayah dunia pada abad ke-12 dan 13.
Catatan sejarah, puisi, film, dan narasi soal Genghis Khan membuat kami bergairah melihat lebih dekat alam liar di stepa Mongolia. Stepa yang mungkin tidak banyak berubah kondisinya dibandingkan 850 tahun lalu saat Khan memulai penaklukkannya.
Banyaknya pasir di stepa sering memicu timbulnya badai pasir saat angin bertiup kencang. Badai pasir yang tidak terlalu pekat beberapa kali menerpa mobil-mobil yang melintasi jalan menuju Taman Nasional Hustai
Sesekali terlihat angin puting beliung kecil berwarna coklat di kejauhan. Puting beliung itu menjauhi jalan, membuat Nimka, pemandu kami dari Federasi Catur Mongolia, merasa lega.
”Badai pasir yang tipis tidak mengganggu saya. Namun, puting beliung harus dihindari karena kadang-kadang membawa kerikil atau batu kecil yang bisa membuat kaca mobil retak,” kata Nimka, yang juga jadi pengemudi dalam perjalanan itu.
Setelah melewati jalan beraspal yang mulus selama lebih dari 1,5 jam, kami berbelok dan melewati jalan tanah di stepa untuk menuju Taman Nasional Hustai. Mobil sedan yang kami tumpangi sebenarnya tidak cocok dengan medan jalan yang bergelombang. Beberapa kali bagian bawah mobil bergesekan dengan tanah saat masuk ke alur jalan yang cekung.
Sepanjang perjalanan, kami melihat permukiman penduduk Mongolia dalam kelompok kecil. Mereka mendirikan beberapa tenda berbentuk lingkaran dengan atap kerucut, sering disebut dengan nama Ger, sebagai tempat tinggal. Kluster permukiman kecil dan berpagar itu terdiri atas dua atau tiga tenda, dilengkapi dengan kandang, garasi untuk motor atau mobil, juga antena parabola.
Rumput melimpah
Selain itu, terdapat juga domba dan kambing dalam kelompok sekitar 100 ekor sampai 500 ekor yang merumput di sisi kanan kiri jalan, tanpa ditunggui. Rumput yang melimpah membuat usaha peternakan, seperti domba, kambing, dan sapi, menjadi mata pencarian utama warga perdesaan Mongolia.
Pertanian yang mengandalkan alam sulit dijalankan karena hujan sangat jarang turun di negara tanpa laut ini. Hujan hanya turun pada Juni sampai Agustus. Dalam tiga bulan itu pun, hujan hanya turun beberapa hari dan tidak terlalu deras. Hal itu menyebabkan pepohonan sulit tumbuh, hanya rumput-rumput pendek yang bisa bertahan.
Sesampainya di gerbang TN Hustai, kami membayar tiket lalu menjelajahi taman nasional seluas 506 kilometer persegi itu. TN Hustai disiapkan sejak 1993 dan diresmikan pengoperasiannya pada 2003.
Di taman nasional tersebut terdapat 459 jenis tanaman vaskular atau berpembuluh, 223 spesies burung, serta 44 spesies langka mamalia, seperti rusa, marmut, rubah corsac, serigala abu-abu, babi hutan, domba liar, dan kuda liar takhi atau disebut juga kuda przewalski.
Kuda przewalski adalah ikon dari TN Hustai karena menjadi satu-satunya spesies kuda liar yang masih tersisa di Mongolia. Nama przewalski diambil dari Kolonel Nikolai Mikhailovich Przewalski, tentara Rusia yang melakukan perjalanan ke Asia Tengah, termasuk Mongolia pada 1873, 1878, dan 1880.
Bagi masyarakat Mongolia, keberadaan kuda liar itu sangat penting karena menguatkan narasi sejarah, Temujin pernah mendapat kuda liar yang menjadi kuda keberuntungannya, yang mengantarnya menjadi Genghis Khan.
Mencari kuda liar di area taman nasional yang sangat luas tidak mudah. Beruntung bagi kami, Nimka berpengalaman menemukan lokasi kuda liar takhi.
”Biasanya mereka muncul di sumber air pada tengah hari. Tenang, saya ini pembawa keberuntungan. Kita pasti bertemu kuda,” kata Nimka.
Keberuntungan memang datang saat dari kejauhan kami melihat dua kuda yang terpisah dari rombongan dan sedang mencari minum. Kuda-kuda itu sangat waspada dengan kehadiran manusia. Mereka mengamati kami saat mendekat untuk mengambil gambar. Saat kami tak lagi mendekat, mereka minum dan berbaring di pasir dengan lebih tenang.
Di salah satu lembah, kami menemukan sungai yang masih membeku menjadi es berwarna putih. Saat itu adalah awal musim semi. Sinar matahari tercurah berlimpah, tetapi angin sisa musim dingin masih menggigit kulit. Suhu yang berkisar minus satu derajat celsius sampai lima derajat celsius memaksa kami memakai jaket tebal, syal, dan penutup kepala.
Sinar matahari itu membuat sebagian es mulai mencair. Namun, kami masih kebagian es yang keras sehingga dapat berjalan-jalan di atas sungai. Menurut sejarah, pasukan Genghis Khan lebih suka menyerang di musim dingin saat sungai membeku karena mereka tidak memerlukan jembatan untuk menyeberangi sungai.
Dari kejauhan, kami melihat kumpulan besar kuda liar melintas dan minum di bagian hulu sungai tempat kami berdiri.
”Dulu, kuda takhi sering diburu karena dagingnya enak dimakan. Mungkin karena itu, mereka waspada dengan kehadiran manusia. Sekarang perburuan sudah dilarang,” kata Nikma.
Di TN Hustai terdapat penginapan di Ger atau tenda khas Mongolia. Namun, waktu yang terbatas membuat kami harus menyudahi perjalanan di Hustai.
Kuda Genghis Khan
Cerita soal Temujin menemukan kuda keberuntungannya dan cambuk emas untuk mengendarai kuda diabadikan dalam patung raksasa Genghis Khan atau Genghis Khan Equestrian Statue. Patung Genghis Khan mengendarai kudanya dibangun setinggi 40 meter, di tepi Sungai Tuul, di kota Tsonjin Boldog, 54 kilometer di timur Ulan Bator.
Patung berwarna putih perak dari baja tahan karat itu menunjuk ke arah timur yang merupakan tempat kelahiran Genghis Khan. Di sekeliling patung itu terdapat 200 tenda Ger yang dapat dimasuki pengunjung.
Pengunjung juga dapat menaiki patung raksasa itu di bagian leher dan kepala kuda. Pada titik itu, pengunjung biasanya melakukan swafoto dengan latar belakang wajah Genghis Khan.
Di bagian bawah patung raksasa itu terdapat berbagai barang perlengkapan Genghis khan yang dibuat versi besar, seperti cambuk kuda dan sepatu. Terdapat juga replika tenda Genghis Khan beserta isinya, juga senjata yang digunakan sang penakluk.
Seusai mengunjungi patung Genghis Khan, kami kembali ke Ulan Bator. Di tengah perjalanan, ada orang yang memamerkan burung elang berukuran besar. Ada yang memiliki berat 10 kilogram, 17 kilogram, dan 30 kilogram. Pengunjung dapat berfoto dengan burung elang di tangan.
Selain itu, pengunjung juga dapat naik unta berpunuk dua untuk jalan-jalan dalam jarak dekat. Menyudahi perjalanan, kami makan di salah satu restoran yang menyuguhkan makanan khas Mongolia. Hampir semua makanan itu terbuat dari domba, kambing, atau sapi. Dimasak dengan dipanggang, dibuat steak, bahkan diolah menjadi pangsit domba.
Sebagai penutup, disajikan minuman teh yang dicampur dengan susu domba. Teh itu terasa gurih karena dicampur juga dengan mentega dari susu domba. Rasa yang eksotis, seperti alamnya.