Liburan Bermakna
Glamping atau glamorous camping bermunculan bak cendawan di musim hujan. Konsep glamping selangkah lebih maju dibandingkan dengan paket yang umumnya ditawarkan. Bukan fasilitas lengkap semata, kemah dengan cita rasa mewah itu juga menyisipkan pesan kearifan dalam benak pengunjungnya.
”Itu, ada satu. Lihat enggak?” ujar Ade Supriatna (32), pengelola arena berkemah Tanakita, sambil menunjuk pendar cahaya. Awalnya, hanya satu kelip yang terlihat. Lambat laun, beberapa kilau kecil berangsur muncul dari balik lebatnya dedaunan.
Sinar itu berputar dengan gerak acak. Ade menangkap nyala putih kekuningan itu dengan hati-hati. Saat telapak tangannya dibuka di hadapan 40 wisatawan, tampaklah seekor kunang-kunang yang cantik. Sekitar 10 anak terpukau menyaksikan pendar serangga itu.
Di Tanakita, Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (7/7/2019), redup kunang-kunang itu mereka saksikan untuk pertama kali. ”Ayo, tangkap lagi,” seru beberapa bocah sambil melonjak-lonjak gembira.
Anak-anak itu mengerubungi Ade, tetapi ia menampik permintaan mereka. Ade melepaskan kunang-kunang yang kembali berkeliaran dalam gulita malam. ”Biarkan kunang-kunang itu terbang bebas. Kalau banyak kunang-kunang, artinya lingkungan sekitar masih bersih,” ujarnya tersenyum.
Setelah sekitar 10 menit di lahan terbuka, rombongan itu kembali menyusuri jalan setapak menuju deretan tenda. Mereka melepas lelah setelah menyusuri jembatan gantung Situgunung, mencoba flying fox, dan bernyanyi bersama dalam kehangatan api unggun.
Di Tanakita, wisatawan tak sekadar bersukaria. Mereka melampaui makna liburannya dengan meresapi kearifan yang dihamparkan alam sekitar. Kunang-kunang, misalnya, menjadi indikasi flora yang masih lestari. Ade juga menjelaskan pengetahuan singkat mengenai kunang-kunang jantan yang lebih kecil daripada betina dan siklus serangga tersebut.
”Take nothing but pictures, leave nothing but footprints, kill nothing but time,” ujar Ade mengutip semboyan lama pencinta alam. Jangan ambil apa pun kecuali foto, jangan tinggalkan apa pun kecuali jejak kaki, jangan bunuh apa pun kecuali waktu.
Semangat itu melandasi aktivitas untuk menjaga hijaunya lingkungan di Tanakita. Seperti saat kebun di arena berkemah itu panen, pengunjung juga bisa memetik sayur-mayur tanpa pupuk kimia dan pestisida. Selada bokor, labu siam, dan pakcoy organik menjadi media edukasi mengenai pertanian yang sehat.
”Tamu juga boleh berkunjung ke kampung-kampung untuk merasakan kehidupan warga setempat. Mereka bisa memberi makanan untuk ayam dan kambing,” ucap Ade. Tujuan wisata alami tentu tersedia di sekitar Tanakita, seperti Sungai Cigunung, Curug Sawer, dan Situ Gunung.
Tanakita yang berdiri sejak 2005 itu menawarkan paket berkemah papan atas. Tersedia 50 tenda dengan bantal, kasur, dan kantong tidur yang bisa menampung hingga 150 pengunjung. Setiap pengunjung dikenai tarif Rp 550.000 per hari pada akhir pekan dan Rp 495.000 per hari kerja.
Interaksi alam
Salah satu pengunjung asal Depok, Rizky Syahputra (48), merespons positif kelengkapan Tanakita. ”Tidak hanya fasilitasnya yang beragam. Ada tambahan aktivitas natural untuk berinteraksi dengan alam,” ujar konsultan keuangan itu.
Makna berwisata yang lebih dalam juga ditawarkan 3 Minutes Trip. Penyedia paket perjalanan menggunakan mobil off-road itu mengunjungi berbagai tujuan wisata yang kaya akan nilai budaya. Wisatawan diajak menjelajahi jalur-jalur yang hanya bisa dilalui kendaraan berpenggerak empat roda. Tujuan yang bisa dikunjungi, misalnya, Kasepuhan Ciptagelar di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Di Kasepuhan Ciptagelar, wisatawan bisa belajar kearifan lokal.
”Contohnya, hasil panen warga tak dijual karena dimanfaatkan secara kolektif. Mereka juga sangat teguh memegang adat,” kata pendiri dan pemilik 3 Minutes Trip, Reza Hariputra. Tujuan wisata lain di antaranya Pulau Peucang, Cimaja, Sawarna, Rancabuaya, Ciwidey, Pangalengan, dan Cikembang.
Sambil menikmati perjalanan, wisatawan bisa menyimak penjelasan Reza mengenai alam, budaya, dan sejarah setempat. Lokasi-lokasi yang dituju terentang mulai dari Lampung hingga Jawa Tengah. Paket perjalanan 3 Minutes Trip sudah disediakan sejak 2003.
Reza juga meminta tamu-tamunya disiplin soal penggunaan plastik. Mereka harus membawa galon, makanan, dan perangkat bersantap sendiri. Reza yang juga fotografer dan videografer itu melarang tamu-tamunya membeli botol plastik sekali pakai. Mereka juga diajari manajemen sampah.
”Setiap tiga bulan, saya mengadakan trip pada akhir pekan. Mobil yang digunakan bisa punya konsumen. Bisa juga saya yang menyediakan mobilnya,” ujarnya. Jika konsumen menyewa mobil, jumlah kendaraan itu minimal tiga unit. Setiap mobil dapat diisi tiga penumpang.
Tarif perjalanan Rp 1,45 juta per orang mulai Jumat hingga Minggu, sudah termasuk biaya sopir dan bahan bakar minyak. Jika konsumen menggunakan mobil sendiri, jumlah kendaraan yang wajib tersedia minimal lima unit dengan tarif Rp 350.000 per orang.
Main bareng
Di Lembah Bougenville Camping Ground, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jabar, wisatawan juga bisa menikmati paket kemping yang berbeda dengan beragam permainan tradisional atau kaulinan dalam bahasa Sunda.
Permainan-permainan itu seperti egrang, oray patok, poli cai, pipa bocor, angsretan, dan ngagogo. Orangtua dan anak-anak bisa mengikuti kaulinan itu bersama-sama.
Durasi permainan itu rata-rata tiga jam, diantarkan dengan beragam media, salah satunya teater. Tak jarang, kaulinan-kaulinan itu dipadu-padankan dengan permainan masa kini, di antaranya Lego atau puzzle.
Pengelola Lembah Bougenville, Dadan Permana (39), sengaja mengangkat kembali permainan-permainan tradisional untuk meningkatkan kreativitas, membangun kebersamaan, mengasah kepekaan, dan menumbuhkan karakter baik lain dalam diri anak.
Permainan egrang, misalnya, bermanfaat mengasah konsentrasi anak. Sementara oray patok mengasah kerja sama tim, tanggung jawab, dan konsentrasi. Oray patok dimainkan dengan saling berpegangan tangan, lalu secara bergiliran para pemain memasukkan sarung ke tubuh setiap pemain hingga pemain terakhir bertanggung jawab melemparkannya ke patok.
Guru di beberapa TK dan SD itu prihatin melihat anak-anak lebih tertarik bermain gawai, cenderung senang di dalam ruangan, atau enggan keluar rumah. Tak jarang saat paket data internet habis, mereka marah-marah. ”Ada apa dengan anak-anak? Begitu juga suami istri, di ruangan yang sama, tetapi enggak ngobrol,” kata Dadan.
Lewat kemping, orangtua dan anak-anak berkenalan dengan alam. Ada juga kegiatan outbound, seperti flying fox dan memancing. Lembah Bougenville dengan luas 17 hektar mampu menampung 25 tenda sekaligus. Setiap tenda berisi empat orang.
Khusus api unggun, sengaja dibuat di areal yang dapat diakses semua peserta agar bisa berkenalan, minum kopi bersama, dan bersosialisasi. ”Dengan kaulinan-kaulinan, semakin banyak anak ngobrol sehingga punya empati lebih tinggi,” kata Dadan.
Dewi Rismahani (35), warga Bandung, misalnya, amat gembira menyaksikan anaknya, Mallika Queena Gius (7), menikmati kaulinan di Lembah Bougenville. Mallika bermain angsretan atau perang air.
Gawai yang biasa dimainkan sehari-hari sejenak bisa dilupakan di sini. Permainan itu juga mempererat hubungan Mallika dengan saudara-saudaranya yang turut datang ke Lembah Bougenville.
”Mereka harus bekerja sama. Seru banget. Mallika sangat antusias,” ujar Dewi.