Pagi Sore Rebutan Ikan
Di antara kemeriahan kuliner kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, bersaing dengan restoran mentereng dan kafe, Pagi Sore bertahan menempati bangunan usang. Rumah makan Medan Melayu itu tetap berdiri selama hampir empat dekade dengan pelanggan setia yang rela berduyun-duyun meniti gang sempit.
Baru sekitar pukul 11.15, dua pengunjung terlihat kecewa bukan kepalang. Ikan kerapu goreng yang mereka incar sudah ludes. ”Habis, Pak. Banyak konsumen yang menelepon minta dibungkus ikannya,” ujar Ferrawaty (47), pengelola Pagi Sore, Selasa (2/7/2019).
Hanya berselang 15 menit, suasana makin hiruk-pikuk. Orang-orang berdesakan masuk ke dalam rumah seluas hanya 110 meter persegi itu. Suasana semrawut dan semua kursi nyaris penuh. Udara pengap dan gerah. Pegawai Pagi Sore kewalahan melayani banyaknya pengunjung.
Orang-orang seperti kalap. Potongan-potongan ikan goreng yang diantar pramusaji ke ruang utama langsung amblas dicomot tangan pengunjung. Mereka gaduh berebut ikan, mencoba mendahului meski tanpa kelahi. Pembeli berserobok di celah-celah ruangan yang sempit menuju kursi di dalam dan teras rumah.
”Halo, mau bareng ke sini, ya? Sebentar, saya cariin kursi dulu,” ujar seorang perempuan paruh baya sambil menggenggam ponsel. Sesaat kemudian, dia bengong menatap kursi-kursi yang penuh sambil memegang sepiring besar ikan goreng.
Orang-orang yang tak kenal satu sama lain berimpit-impitan saling berbagi meja. Pagi Sore memang bukan rumah makan besar, malah terkesan tak terawat dengan kapasitas hanya 60 orang. Bangunan tak bertingkat itu berlantai lusuh dengan tambalan dan langit-langit sudah bolong di beberapa sudut. Cat temboknya retak, bahkan terkelupas.
Pagi Sore terletak di Gang Sepakat Nomor 7. Rumah makan di gang dengan lebarnya hanya 2,5 meter itu berjarak sekitar 50 meter dari Jalan Bendungan Hilir Raya.
Sejak pukul 10.00, banyak pelanggan yang menelepon Pagi Sore untuk memesan ikan goreng. Sekitar pukul 13.30, semua ikan goreng sudah laku. Seorang pria yang sangsi sampai datang langsung ke dapur untuk mengecek apakah makanan favoritnya itu benar tak lagi bersisa.
Di meja kasir, Ahmad Fauzi (75) terkekeh-kekeh saja melihat tamu-tamunya berebut ikan. Beberapa pengunjung pun menanyakan stok ikan yang terbatas. ”Ya, biar pas dengan tutupnya, jam 14.00. Kalau kebanyakan masak juga enggak sanggup,” ujar ayah Ferrawaty itu santai.
Makanan kegemaran
Cresentia Pau Pin (40) terlihat mengubek-ubek panci dengan sendok sayur. Warga Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta, itu tak sungkan mengorek sisa-sisa sayuran dan kedelai dalam sayur tauco, makanan kegemarannya di Pagi Sore.
”Sayurnya enak. Masakan lain yang saya suka, ikan goreng. Bumbunya pas. Garing dan segar juga karena langsung digoreng,” ujarnya. Cresentia dengan baju terusan selutut necis tak hirau dengan rumah makan yang kusam itu. Pembeli lain dengan blus, kulot, hingga batik berkerumun di sekitar etalase makanan.
Sementara, Kunto Wibowo (45), dengan kemeja putih dan celana bahan hitam yang rapi, asyik menyantap ikan goreng. Warga Kota Bekasi itu mengunjungi Pagi Sore setidaknya seminggu sekali.
”Saya pelanggan tetap sejak tahun 1997. Kalau enggak makan setiap minggu, rasanya ada yang kurang,” ucapnya sambil tertawa. Pegawai penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang berkantor di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, itu datang bersama beberapa teman sejawatnya.
Di Pagi Sore, tersedia tiga pilihan ikan goreng, yaitu kakap, kuwe, dan kerapu yang sama-sama menjadi rebutan. Ikan kuwe goreng, misalnya, tercecap garing di luar, namun lembut di dalam. Aroma ikan begitu segar dengan paduan bumbu bawang putih, sejumput jahe, dan sedikit cuka.
Daging ikan bertambah sedap dengan renyahnya kulit coklat keemasan yang masih melekat. Potongan daging ikan itu memanjang atau sekitar 2 sentimeter (cm) dengan lebar 2 cm dan tebal 1 cm. Tulang-tulang kuwe tak kalah asyiknya untuk digerogoti hingga dagingnya tandas.
Hidangan lain yang banyak diburu adalah sayur tauco. Santan kuning encer menggenangi kedelai, terong medan, kacang panjang, cabai hijau keriting, dan daun bawang dalam mangkok. Basis rasa sayur itu berbeda dibandingkan tauco Jawa. Di Pagi Sore juga tersedia kari kambing yang tak kalah gurih.
Setelah hampir semua tamu berlalu, Ferrawaty yang menjadi juru masak begitu lelah hingga terduduk di kamar belakang. Sekitar pukul 15.00, anak sulung Fauzi itu masih menjelaskan kepada beberapa pengunjung bahwa semua ikan goreng sudah laris.
”Bisa dibilang, sejak pagi hingga sore, konsumen rebutan ikan. Untung enggak pernah ada yang ribut,” ujar Ferrawaty sambil tersenyum. Harga kakap dan kuwe goreng Rp 20.000 per potong dan kerapu goreng Rp 23.000 per potong. Bagi pengunjung yang membeli lauk, sayur tauco bisa dinikmati gratis.
Tak ngoyo
Bendungan Hilir merupakan kawasan sentra kuliner yang kian semarak. Restoran waralaba, kedai kopi megah, hingga rumah makan bermenu sajian daerah buka dan tutup silih berganti. ”Saya tidak takut bersaing karena punya resep sendiri,” ujar Ferrawaty.
Meski sangat ramai, Pagi Sore tak buka hingga malam. Kebanyakan pelanggan sudah tahu jam buka rumah makan itu. Pagi Sore pernah buka hingga maghrib, lima tahun lalu. ”Tapi, mulai sore, tak ada pelanggan yang datang. Saya tidur-tiduran saja,” ucapnya.
Senada dengan Ferrawaty, Fauzi tak mau ngoyo meraup keuntungan yang lebih besar dari rumah makan yang mempekerjakan lima pegawai itu. ”Saya pindah ke Jakarta tahun 1983 lalu membuka Pagi Sore,” ujar lelaki kelahiran Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, tersebut.
Berawal dari berjualan di warung semipermanen di emper toko, Jalan Bendungan Hilir Raya, Pagi Sore sudah berpindah enam kali hingga sekarang. ”Pindah-pindahnya masih di sekitar situ. Dulu, mertua saya buka rumah makan, namanya Pagi Sore juga. Saya pakai saja nama itu,” katanya.
Setiap hari, Fauzi berangkat dari rumahnya di Kelurahan Mampang Prapatan, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta, dengan ojek daring. ”Kalau bangunan Pagi Sore, masih ngontrak. Mau beli bangunan, enggak ada uang. Mungkin ngontrak selamanya,” ucapnya.
Fauzi merasa berkecukupan sehingga menganggap tak perlu berlebihan mengejar harta. Ayah lima anak itu menutup rumah makannya setiap Sabtu dan Minggu. ”Kalau menghitung harga makanan, saya percaya pelanggan saja. Alhamdulillah, semua anak saya lulus perguruan tinggi,” ucapnya.
Itulah berkat kesetiaan Pagi Sore.