Didi Kempot, Sang ”Godfather” Remaja Patah Hati
Semua berawal dari Twitter. Video saat seniman campurari Didi Kempot (52) manggung di Taman Balekambang, Solo, Jawa Tengah, mendadak viral pada Juni 2019.
Semua berawal dari Twitter. Video saat seniman campurari Didi Kempot (52) manggung di Taman Balekambang, Solo, Jawa Tengah mendadak viral pada Juni 2019.
Tak lama berselang, video Didi saat manggung di acara Ngobam (Ngobrol Bareng Musisi) di kanal Youtube Gofar Hilman, Juli 2019 juga viral. Video itu menampilkan seorang pemuda berkaos hitam di baris terdepan yang menunduk sambil misuh. Makian ia lontarkan saat lagu Kalung Emas dinyanyikan. Sambil terkekeh, Didi berseru, “Kelingan iki!”
Lagu itu mungkin membuka kembali memori si pemuda dengan entah siapa. Bisa jadi orang yang (pernah) ia cintai. Soalnya, lagu ”Kalung Emas” berkisah tentang cinta yang luntur lalu terlupa. Isinya tentang hati yang nelangsa setelah ditinggal pergi si cinta. Pokoknya, lirik lagunya sedih.
Setelah dihibur penonton lain di sebelahnya, pemuda itu lanjut menyanyi. Dengan setengah berteriak dan tertunduk-tunduk, ia berseru, ”Loro atiku, atiku kelaran loro. Rasaning nganti tembus ning dhodho.” Jika diartikan, penggalan lirik tadi berarti: Sakit hatiku, hatiku sakit sekali. Rasanya hingga menembus dada.
Video tersebut menyebar dengan cepat di dunia maya. Sejumlah remaja patah hati ramai-ramai muncul, curhat, dan berbagi simpati. Atas jasanya sebagai wakil pasukan patah hati, Didi Kempot dijuluki ”The Godfather of Broken Heart” atau Bapak Patah Hati Nasional. Ia juga diberi gelar Lord Didi oleh mereka. Saat itu, nama Didi Kempot menjadi salah satu topik terpopuler di Twitter.
Entah sejak kapan para penggemar Didi Kempot menamai dirinya sad bois dan sad girls. Sad bois ditujukan untuk penggemar lelaki, sedangkan sad girls untuk perempuan. Keduanya sama-sama representasi dari orang-orang yang sedih karena patah hati.
Munculnya sad bois dan sad girls seakan membawa kita kembali ke tahun 2000-an awal, zaman ketika anak muda punya cara lain untuk menunjukkan emosi. Beberapa pemuda kala itu menyebut dirinya emo. Para emo biasanya diasosiasikan dengan kesuraman, baju gelap, wajah tertutup rambut, eye liner tebal, hingga ungkapan pesimistis akan hidup.
Secara garis besar, sad bois-sad girls dan emo memang berbeda, baik dari segi tampilan maupun caranya berekspresi. Namun, fenomena sad people ini menunjukkan bahwa anak muda tidak lepas dari gejolak emosi. Pada masa sulit seperti patah hati, yang diinginkan anak muda ialah berekspresi tanpa dihakimi. Kata Didi Kempot, patah hati bisa dirayakan sambil joget.
Menanti Didi
Selasa (23/7/2019) malam, ratusan sad bois dan sad girls menunggu di luar gedung Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), Jakarta. Lord Didi disebut akan tampil pada acara Harlah Ke-21 PKB. Saking semangatnya bertemu sang idola, sad people lantas menyerukan yel-yel untuk Didi dari luar gedung. Pidato dari Wakil Presiden Jusuf Kalla di dalam tak mereka hiraukan. Yang penting, habis ini nyanyi lagu ”Cidro”!
Di sisi lain, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang tengah mengawal Wapres Kalla tampak gelisah. Seorang anggota Paspampres beberapa kali menengok ke arah kerumunan sad people sambil berkomunikasi dengan alat di telinga. Dengan pengamanan ketat, Wapres undur diri dan berhasil masuk ke mobil dengan selamat.
Kesabaran sad people akhirnya berbuah manis. Setelah sekitar sejam berdesak-desakan di luar gedung, mereka akhirnya diberi izin masuk. Ratusan orang pun merangsek masuk ke area DPP PKB dengan girang.
Prinsipnya, semakin kental nuansa patah hatinya, semakin kencang pula tepuk tangan penonton.
Ada yang masuk sambil menggandeng erat tangan temannya agar tidak terpisah, ada juga yang pasrah terbawa kerumunan. Area depan panggung penuh dalam sekejap. Saking banyaknya penonton yang datang, ratusan orang harus rela menonton dari luar.
Didi kemudian naik ke panggung dengan batik hijau. Rambutnya diikat ke belakang. Wajahnya cerah melihat ”anak-anaknya” duduk anteng di barisan depan. Anak-anaknya yang lain berdiri sambil mengelukan nama Didi. Beberapa dari mereka menyanyikan kalimat yang mereka buat sendiri, bunyinya, ”Didi Kempot is wonderful. Didi Kempot is wonderful”.
Tak butuh waktu lama, Didi segera menuntaskan dahaga penonton dengan sejumlah tembang andalan. Sejumlah lagu yang ia nyanyikan antara lain ”Stasiun Balapan”, ”Sewu Kuto”, ”Suket Teki”, ”Cidro”, ”Kalung Emas”, dan ”Banyu Langit”.
Sad bois dan sad girls bak bertemu oase saat Didi mulai bernyanyi. Mereka mengangkat tangan, menyanyi, joget, bertepuk tangan, dan mengunggah momen ini di Instagram. Prinsipnya, semakin kental nuansa patah hatinya, semakin kencang pula tepuk tangan penonton.
Pesona Didi Kempot dan lagu-lagunya tidak hanya memikat para pemuda di barisan penonton. Ketua PKB Muhaimin Iskandar dan Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri juga tergerak untuk menyanyi bareng Didi. Hanif yang tampak paling semangat. Ia pun hafal lirik lagu-lagunya.
Baca juga : Ulang Tahun PKB, Parpol Dituntut Rawat Demokrasi
Antusiasme bernyanyi bareng Didi Kempot juga dirasakan penonton, bahkan mereka yang tidak mengerti lirik berbahasa Jawa. Di tengah kerumunan, seorang penonton perempuan mengaku tidak paham bahasa Jawa kepada temannya. Walaupun begitu, ia tetap semangat menyaksikan penampilan laki-laki asal Solo itu dan ikut bernyanyi.
Di sisi lain dari kerumunan, seorang penonton laki-laki bercerita kepada penonton lain bahwa dirinya datang dari Tangerang untuk menonton Didi. Ia tidak paham benar bahasa Jawa, tapi ia akrab dengan lagu-lagu seniman campursari itu. Orangtuanya yang berasal dari tanah Jawa kerap menyetel lagu Didi saat ia kecil.
Kembali jaya
Anak-anak muda yang menyukai lagu campursari bisa dibilang fenomena baru. Campursari selama ini populer di kalangan orang-orang Jawa dan lekat dengan stigma ”lagunya orang hajatan”. Campursari, buat sejumlah anak milenial, dinilai tidak kekinian. Maka dari itu, hadirnya sad bois dan sad girls seakan menjadi negasi dari kubu milenial gaul.
Didi mengatakan, penontonnya saat manggung di Taman Balekambang, Solo, Juni 2019, berbeda dari penonton yang biasanya dilihatnya. Ia menebak penontonnya itu adalah cah-cah pinter (anak-anak pintar). Hal itu terlihat dari gaya mereka yang tenang dan atentif saat menonton.
Walaupun lagu-lagunya termasuk tembang lawas, Didi Kempot senang karyanya masih bisa mewakili perasaan anak muda zaman sekarang.
Saat ditanya dari mana asalnya tebakan bahwa yang menonton pertunjukannya adalah anak-anak pintar, Didi menjawab sambil tertawa, ”Mukanya bersih-bersih dan masih polos-polos.”
Terkait panggilan ”The Godfather of Broken Heart”, Didi menanggapinya dengan santai. Menurut dia, itu adalah salah satu bentuk spontanitas anak-anak muda. Walaupun lagu-lagunya termasuk tembang lawas, ia senang karyanya masih bisa mewakili perasaan anak muda zaman sekarang.
Nama Didi Kempot dikenal publik sebagai salah satu seniman campursari terbaik. Karya-karyanya dikenal luas tahun 1990-an. Karyanya tidak hanya populer di Indonesia, tapi juga di Suriname dan Belanda. Saking populernya, ia selalu disambut setiap kali bertandang ke Suriname. Perdana menteri setempat pun tidak pernah absen menemui Didi.
Dahulu, seniman yang bernama asli Didi Prasetyo ini identik dengan belangkon dan rambut panjang keriting terurai. Seiring dengan berjalannya waktu, penampilan Didi tidak banyak berubah. Karya-karyanya pun konsisten pada ranah musik campursari yang memadukan tangga nada diatonik dan pentatonik.
Tahun 2019 bisa dibilang tahun kembalinya salah satu legenda campursari Indonesia ini. Kejayaan musik campursari yang pernah dipegang almarhum penyanyi Manthous kini dipegang Didi.
Buat Didi, hadirnya sad bois dan sad girls merupakan semangat baru buat masa depan musik campursari. Dengan kekuatan dan kemampuan yang ia punya, Didi bertekad untuk terus berkarya. Didi Kempot is indeed wonderful.