Bersahaja, tetapi Luar Biasa
Adakalanya, ketika hendak mengunjungi sebuah kota, pertanyaan pertama yang terlintas adalah ”Kuliner yang enak apa ya?” Yogyakarta punya banyak jawaban untuk pertanyaan itu. Bukan cuma gudeg.
Kota Yogyakarta sudah telanjur kondang dengan menu gudeg. Bahkan, nama bekennya pun ”Kota Gudeg”. Meski demikian, masih banyak menu kuliner lain yang menawarkan pengalaman rasa tak terlupakan di Yogyakarta.
Meski menu yang disajikan bukan khas dan bisa ditemukan di kota-kota lain, tetapi cita rasanya berbeda. Banyak pula warung makan yang kelezatannya patut diburu, tetapi tidak jadi perbincangan di media sosial.
Inilah perjalanan memburu kenikmatan bersahaja—tetapi luar biasa—di warung-warung makan itu dari pagi hingga petang.
Mengawali hari dengan menyantap hidangan berkuah, seperti soto, bisa menjadi pilihan yang mencerahkan pagi di Yogyakarta. Banyak sekali warung soto di kota itu, salah satunya berada di Pasar Lempuyangan. Pasar tradisional ini hanya berjarak 200 meter dari Stasiun Kereta Api Lempuyangan.
Gerobak soto ayam ini terletak di sisi kanan pasar, bersebelahan dengan tempat parkir sepeda dan sepeda motor. Warung soto tanpa nama ini tidak sekondang warung-warung soto di Yogyakarta yang kerap menjadi tujuan para wisatawan. Meski demikian, rasa soto ayamnya tidak akan membuat awal hari Anda mengecewakan.
Kuah hangat soto di warung ini bening dan segar. Semangkok soto berisi suwiran daging ayam kampung, irisan tahu bacem, mi soun, potongan daun kol, taoge, daun seledri, dan sejumput bawang goreng bercampur dalam kuah hangat menciptakan rasa gurih yang segar di lidah. Jika masih dirasa kurang, kita bisa menambah sate tusuk daging ayam atau memesan potongan bagian ayam lainnya, seperti swiwi (sayap ayam) atau ndas gulu (kepala dan leher ayam). Semuanya nikmat ditenggelamkan dalam kuah soto.
Meski sotonya lezat, bintang utama dari soto ayam Pasar Lempuyangan ini sebenarnya lento. Camilan sejenis perkedel dari singkong ini menjadi pengikat rasa beragam bahan yang dimasukkan dalam semangkok soto.
Lento berwarna kuning keemasan itu digoreng kering, tetapi tekstur singkongnya masih terasa empuk. Ketika dicemplungkan ke kuah soto, lento menyerap rasa kuahnya hingga terasa lebih nikmat.
Saat dikunyah, rasa gurih lento menjadi kombinasi sempurna untuk daging ayam dan mi soun. Gorengan lento ini adalah favorit pembeli dan sajian yang paling cepat habis. Rasanya tidak komplet menyantap soto ini tanpa lento.
Sambil menyantap soto, kita bisa melihat dinamika warga di Pasar Lempuyangan. Meski terletak di pusat kota, suasana pasar tradisional di masa lalu masih tersaji. Warga datang ke pasar dengan menaiki sepeda ontel, pedagang yang berjualan dengan mengenakan jarik (kebaya), dan ibu-ibu dengan rambut basah sehabis keramas yang berbelanja sayur dan protein untuk dimasak.
Waktu seolah berjalan lambat di tempat ini. Suasana riuh tetapi terasa tenang. Keragaman karakter, polah, dan interaksi antara penjual dan pembeli, serta obrolan tulus tentang kejadian di sekitar, membuat hari terasa ringan untuk dijalani. Selepas menyantap soto, kita pun siap menjalankan aktivitas.
Makan sehat
Rehat pada siang hari bisa dilakukan dengan menyantap makanan sehat. Pilihannya adalah makan di Warung Lotek Bu Bagyo di Jalan Mozes Gatotkaca, Colombo. Lokasi warung ini berdekatan dengan kampus Universitas Sanata Dharma. Warung yang sudah ada sejak tahun 1980-an ini awalnya jadi warung kesukaan mahasiswa. Selain rasanya enak, porsinya banyak, dan harganya cukup murah untuk uang saku pelajar.
Kini, berbagai kalangan menggemari lotek racikan ibu-ibu di dapur warung Bu Bagyo. Keistimewaan lotek Bu Bagyo adalah sayuran segar dan bumbu kacang yang renyah dengan rasa manis dan gurih.
Di warung Bu Bagyo kita bisa melihat kru dapur memotong sayuran, seperti bayam, kol, dan taoge yang hanya direbus sebentar sehingga tetap cerah warnanya dan menjadi sedikit empuk. Sayuran itu selalu segar dan baru ditiriskan sebelum disajikan. Bumbu kacang yang renyah dibuat dari kacang yang digoreng pas, tidak gosong.
Tingkat kepedasan bisa diatur sesuai permintaan pembeli. Lotek ini terasa nikmat di mulut dengan sedikit rasa kencur yang menambah selera makan. Lotek sangat mudah diterima oleh lidah karena sebagian besar kita telah terbiasa mengonsumsi salad sayuran khas Indonesia, seperti pecel, karedok, trancam, atau gado- gado.
Ketika menjelang sore dan belum siap bersantap berat, Depot Es Kelapa Muda Bu Samut bisa menjadi tujuan berikutnya. Warung di ujung gang di Jalan Juminahan ini menjadi tempat singgah bagi mereka yang ingin sekadar melepas dahaga.
Kedai yang sekarang dikelola oleh Budi, menantu mendiang Bu Samut ini, tetap mempertahankan minuman khas mereka: es kelapa muda dengan sirup gula kelapa. Ngadimin, pegawai kantor Kelurahan Tegal Panggung, Yogyakarta, sering menyempatkan mampir ke kedai Bu Samut jika melintas di kawasan itu. Bagi dia, santan es kelapa muda gurih dan sirup gula kelapa tidak terlalu manis sehingga tidak membuat enek.
”Daging kelapa mudanya juga selalu empuk” kata Ngadimin.
Untuk teman menyeruput es kelapa muda, camilan tahu bacem yang manis gurih jadi kombinasi sempurna. Ada pula makanan lain, seperti bihun goreng, bakmi, dan oseng tempe dalam porsi kecil yang tidak akan membuat perut kenyang.
Ketika menjelang malam dan aktivitas seharian telah menyedot energi, menyantap hidangan istimewa adalah cara terbaik mengakhiri hari. Kita bisa kembali lagi ke tempat mengawali perjalanan kuliner hari itu, yaitu ke Pasar Lempuyangan.
Lahan parkir sepeda di sisi kiri pasar yang penuh pada pagi hari telah kosong dan berganti menjadi tenda Warung Sate Kambing Pak Parno. Berbagai olahan daging kambing dijamin membuat perut penuh hingga waktu istirahat malam. Ada pilihan sate, gulai, dan tongseng, tetapi satu menu yang perlu dicoba adalah nasi goreng kambing.
Menu ini tidak pernah gagal memberikan kesan mendalam bagi yang menyantapnya. Potongan daging yang besar dan empuk yang dimasak bersama nasi dengan sedikit kuah gulai ibarat simfoni rasa yang membuat lidah berpesta. Meski bukan menu favorit, nasi goreng kambing inilah sajian terenak di warung Pak Parno.
Untuk sajian berkuah pendamping nasi goreng, tongseng pipi bisa menjadi teman yang sepadan. Rasa kenyal kulit pipi kambing menciptakan sensasi geli, tetapi nikmat ketika disantap. Satu yang pasti, ketika selesai menyantap menu di Warung Sate Kambing Pak Parno, malam terasa hangat dan menyenangkan.