Dialog Laga Iko
Gerakan dalam sebuah film laga ibarat dialog yang tak boleh putus. Jika satu bagian dari gerakan terpotong, keseluruhan kisah jadi gagap. Jalinan gerakan laga yang tak putus ini disuguhkan Iko Uwais dalam serial terbaru Netflix berjudul ”Wu Assassins”.
Wu Assassins sekaligus menjadi jawaban bagi pencinta film laga yang kangen bela diri rasional—terkesan realistis—ala Iko. ”Saya ingin menjawab penggemar. Mereka yang kangen adegan di film The Raid atau film laga Indonesia yang pernah saya garap. Wu Assassins adalah film Hollywood dengan 100 persen gerakan saya,” ujar Iko di ”Rumah Netflix” di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).
Berperan sebagai aktor utama, koreografer laga, hingga eksekutif produser, gerakan pertarungan dalam Wu Assassins memang kental rasa Iko. Serial ini bagi Iko diibaratkan sebagai bayinya. Otomatis, ia tidak hanya bertanggung jawab dalam segi peran, tetapi juga harus campur tangan dari gambar hingga segi kreatif.
Pengambilan setiap gambar lantas dibuat detail dan jelas sehingga penggemar tak kehilangan satu gerakan penting. Detail inilah yang kemudian melahirkan dialog laga nan masuk akal. ”Kalau sebelum dipukul, lawan sudah jatuh kita enggak tahu proses. Ini prosesnya A sampai Z semua detail. Koreografi kalau dipotong satu gerakan enggak akan terlihat indah gerakannya,” tutur Iko.
Keindahan koreografi gerak tak terputus itu pula yang memunculkan pertarungan yang bikin ngilu karena saking terkesan realistis. Wu Assassins telah dirilis secara global sejak 8 Agustus. Serial ini digarap oleh John Wirth serta Tony Krantz dan ditulis John Wirth, Cameron Litvack, David Simkins, Julie Benson, Shawna Benson, Yalun Tu, dan Jessica Chou.
Selain Iko yang berperan sebagai Kai Jin, Wu Assassins juga dibintangi Byron Mann, Li Jun Li, Celia Au, dan Lewis Tan. Dalam serial ini, Iko juga mewujudkan salah satu mimpi untuk tampil bersama aktor bela diri Amerika, Mark Dacascos.
”Saya penggemarnya dari kecil. Saya cita-cita main bareng. Untuk adegan fighting, dia ikuti semua koreografi yang kita buat dan enggak minta diubah,” kata Iko.
China-Indonesia
Berlatar belakang pecinan di San Fransisco, Wu Assassins kental nuansa keseharian etnis China di Amerika Serikat. Sebagai Kai Jin, Iko dikisahkan merupakan keturunan China-Indonesia. Tinggal di lingkungan yang keras dengan mafia China berseliweran, Kai tumbuh sebagai pemuda baik yang memilih profesi sebagai chef.
Memiliki kemampuan bela diri nan mumpuni, Kai terjerumus pertarungan dengan kelompok kriminal Triad yang sedang memburu kekuatan kuno bernama Wu Xing. Setelah tak sengaja bertemu dengan sosok misterius, Kai memperoleh kekuatan magis dan berubah menjadi Wu Assassins. Sebagai Wu Assassins, ia bisa berubah wujud menjadi beragam sosok dan kemampuan bela dirinya pun meningkat pesat.
Dengan kekuatan bela diri magis ini, Kai berjuang membasmi berbagai kejahatan supranatural yang ingin menghancurkan bumi. Meskipun kental nuansa China, Iko meramu koreografi laganya dengan seni bela diri yang lebih universal dan tidak melulu menggunakan gaya bela diri kungfu. ”Enggak harus berdarah China untuk style ataupun fighting-nya. Dikasih kebebasan ke saya,” ujarnya menambahkan.
Sebagai pesilat, bumbu-bumbu silat tetap terasa hadir dari aksi Iko. Namun, komposisi silat ini pun tak lantas mendominasi. ”Tidak harus style saya. Enggak terlalu silat banget. Saya lahir dari silat, gerakan saya otomatis berbau silat. Tapi, dari segi koreografi, lebih general,” kata Iko.
Adegan laga dalam Wu Assassin juga terinspirasi dari pertarungan ala Jackie Chan. Iko antara lain mengambil ide bagaimana Jackie melawan lima orang tanpa jeda saling menunggu. Keindahan seni bela diri yang dipertontonkan Iko sanggup membuat penontonnya betah menonton 10 episode yang masing-masing berdurasi 40-50 menit.
Berbeda dengan penggarapan sebuah film, serial drama laga menuntut stamina untuk bekerja ekstra keras dengan tenggat yang ketat. Dalam sehari, Iko bisa berganti kostum lima kali untuk lima adegan yang berbeda. Dialog, set, ataupun emosi di masing-masing adegan pun sangat berbeda. Apalagi, dari sepuluh episode tersebut, Wu Assassins disutradarai enam sutradara berbeda.
Orisinal
Wu Assassin menjadi satu dari banyak tayangan yang diproduksi sendiri oleh Netflix. Sebelumnya, Iko bersama Joe Taslim juga membintangi film produksi Netflix, The Night Comes for Us. Director of International Originals Netflix Erika North menyebutkan, tayangan Netflix terbagi pada konten orisinal yang diproduksi sendiri serta konten yang dibeli dari pihak lain.
Dalam tayangan orisinal Netflix, seperti serial Wu Assassins, Netflix mencari cerita-cerita yang belum mendapat kesempatan untuk dibuat di platform lain. Secara umum, ada tiga pilar dari ide cerita yang dianggap hebat oleh Netflix, yaitu film bergenre spesifik, tetapi memiliki elemen universal, penggambaran dunia yang apik, dan tayangan dengan elemen budaya lokal, tetapi disukai global.
Kehadiran Netflix dengan jumlah pelanggan lebih dari 151 juta di 190 negara memungkinkan setiap kisah dapat menembus batas negara. ”Storytelling adalah suatu hal yang fundamental sebagai manusia. Cerita yang hebat pun bersifat universal, bisa ’bepergian’ ke mana saja,” ujar Erika.
Pada acara penayangan perdana Wu Assassins,Director of Product Innovation Netflix Ajay Arora juga memperkenalkan sejumlah fitur teknologi untuk maksimalkan pengalaman menonton. Teknologi adaptive streaming,misalnya, memungkinkan pengguna menonton lebih lama dengan menggunakan lebih sedikit data internet, yaitu tontonan hingga 7 jam hanya dengan 1GB.