Terbang demi Orpa
Harga Bakmi Orpa bisa jadi bikin dahi mengernyit. Walakin, pelataran parkir rumah makan itu nyaris selalu penuh dengan mobil. Generasi demi generasi berdatangan untuk menikmati bakmi dengan orisinalitas lebih dari enam dekade itu.
Bagi yang tidak jeli, Bakmi Orpa bisa saja terlewat saat dicari. Tak ada plang, spanduk, atau papan neon bertuliskan ”Bakmi Orpa”. Beberapa mobil melewati rumah makan di Jalan Malaka II Nomor 25, Jakarta itu, Jumat (9/8/2019).
Jalan itu satu arah. Setelah sekali berputar, Bakmi Orpa baru ditemukan. Pelataran parkir Bakmi Orpa hanya muat untuk lima mobil. Beberapa pengunjung turun dari mobil dan sopirnya terpaksa mencari parkir di pelataran lain.
Bangunan itu terlihat seperti toko biasa dengan dinding-dinding kaca pada bagian depan. Tulisan Bakmi Orpa berwarna emas dengan latar biru malah terpampang di belakang kasir. Kapasitas rumah makan itu sebenarnya tidak besar dengan 50 kursi dan 12 meja.
Mereka yang datang tampak berpakaian rapi. Di sudut ruang utama, Aris Wibowo (42) asyik menyantap hidangan favoritnya, bakmi ayam. Warga Kebayoran Lama, Jakarta, itu suka karena bakminya lembut. ”Enggak overcooked (terlalu matang). Bumbunya nempel di bakmi. Rasa ayam kampung dalam kuahnya juga terasa banget,” katanya.
Aris pertama kali tahu Bakmi Orpa pada 2009. Saat itu, Aris yang bekerja sebagai sopir taksi eksekutif mengantar tamu dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. ”Waktu diminta mengantar ke Bakmi Orpa, saya enggak tahu. Dia heran. Katanya, itu bakmi legendaris,” ujarnya.
Tamu dari Surabaya, Jawa Timur, itu meminta Aris menemaninya makan. Aris menolak karena sungkan, tetapi pria rendah hati itu terus membujuknya. ”Baik banget. Kalau beli sendiri, enggak kuat. Harganya enggak pas sama kantong saya,” ujarnya sambil tersenyum.
Belakangan, Aris tahu tamu yang diantarnya itu pengusaha. Ia sempat membatin soal tamunya yang tak menjinjing koper. Lelaki berusia sekitar 40 tahun itu yang hanya mengenakan kemeja, jins, dan sepatu kasual.
Seusai makan, alangkah terkejutnya Aris saat diminta kembali ke bandara. Tamu itu langsung pulang lagi ke Surabaya sekitar pukul 13.00. ”Dia datang jam 09.00. Katanya, sudah setahun lebih enggak ke Bakmi Orpa. Jadi, dia terbang cuma mau makan Bakmi Orpa terus balik ke Surabaya,” ucapnya.
Sayang sekali, mereka kehilangan kontak. Andai bersua, Aris yang sekarang mampu membeli Bakmi Orpa sesuka hati itu ingin membalas kebaikan tamunya itu. ”Pengin traktir balik,” ujar staf lembaga swadaya masyarakat Jepang itu seraya tertawa.
Aris rata-rata singgah ke Bakmi Orpa setiap tiga bulan. Bukan harga Bakmi Orpa kini yang jadi masalah Aris kini, melainkan kesibukannya. ”Asal enggak ada kerjaan, bisa ke Bakmi Orpa. Lagi pula, lalu lintas ke sana sering macet. Kalau harga, sepadan dengan rasanya,” ucapnya.
Bagi mereka yang baru pertama kali menikmatinya, harga Bakmi Orpa dengan pilihan daging ayam dan babi Rp 60.000 per porsi. Jika dilengkapi semangkuk kaldu dengan tiga pangsit rebus, harga bakmi jadi Rp 80.000 per porsi.
Seperti Aris, Juan (26) warga Pluit, Jakarta, juga sudah lebih dari lima tahun menjadi pelanggan Bakmi Orpa. Pegawai perusahaan barang kebutuhan sehari-hari itu selalu memesan bakmi lantaran teksturnya yang pas. Bakmi ayam atau babi, menurut Juan, sama enaknya.
”Pesannya ganti-ganti. Semua gurih. Bakminya juga kenyal. Enggak kasar dan alot,” ucapnya.
Ayam kampung
Semangkuk Bakmi Orpa selain daging juga bertaburkan sawi. Saat dinikmati, terasa sekali bakmi itu buatan sendiri. Bukan bakmi kemasan yang dihasilkan pabrik. Ayam yang diolah untuk bakmi ini adalah ayam kampung.
Aroma ayam kampung yang lebih tajam diikuti tekstur padat nyaris tak berlemak saat dikunyah. Tercecap bahwa daging itu diambil dari ayam muda. Dagingnya diambil dari semua bagian ayam tanpa terkecuali. Daging ayam ini tetap mudah lumat meski tak dikukus.
Sesuai selera, konsumen bisa memesan potongan ayam kecap untuk menggantikan daging cincang. Bakmi semakin sedap jika ditemani kaldu hangat yang merendam pangsit rebus ayam dengan taburan daun bawang. Kulit pangsit itu seakan lumer dalam mulut, dilanjutkan kejutan lezatnya daging ayam yang lunak.
Jika konsumen suka pedas, saus sambal tersedia dalam cawan kecil. Saus kental berwarna oranye menyala yang sedikit masam itu juga dibuat sendiri. Pilihan lain yang patut dicoba, yaitu kwetiau yang sungguh lembut. Harga kwetiau sama dengan bakmi.
Soal harga, pemilik Bakmi Orpa, Harris Lajadi, menjelaskan sangkut pautnya dengan bahan-bahan yang berkualitas. Minyak goreng, misalnya, maksimal digunakan empat kali. ”Tak pernah sampai menghitam. Gula juga pakai yang bagus. Lebih baik mahal sedikit, tetapi kesehatan terjamin,” ujarnya.
Ketiadaan papan nama pun ditanggapi Haris dengan santai. Sejumlah konsumen menanyakan petunjuk itu, tetapi mereka akhirnya bisa menemukan Bakmi Orpa.
”Bisa tanya masyarakat sekitar. Mereka tahu lokasinya. Belum ada rencana memasang plang dalam waktu dekat,” ucapnya.
Sejak 1958
Haris tak ambisius. Bakmi Orpa saat ini sudah terus berkembang. Rumah makan yang berdiri sejak tahun 1958 itu kian nyaman setelah renovasi beberapa kali. Bakmi Orpa berawal dari kedai yang dibuka Djadjang Lajadi, ayah Haris. Djadjang yang berprofesi sebagai guru tak mau taraf hidupnya stagnan.
Ia gemar makan bakmi dan ingin membuatnya dengan cita rasa tersendiri. Bakmi Orpa ketika itu menempati rumah kuno khas Betawi dengan pintu dan jendela kaca nako pada bagian depan. Renovasi terakhir berlangsung tahun 2010 dengan ruang bersantap yang lebih terang dan interior minimalis modern.
Orpa diambil dari nama jalan. Jalan Orpa diubah menjadi Malaka II, tetapi Harris tak ingat kapan nama itu diganti. Jam buka Bakmi Orpa pukul 06.30 dipertahankan hingga kini. Banyak pekerja sarapan di sana. Ketika pertama kali dibuka, rumah makan itu tutup pada pukul 10.00.
Berangsur-angsur, Bakmi Orpa buka lebih lama hingga pukul 14.30 saat ini. Rumah makan itu tak beroperasi hingga malam. Kesejarahan Bakmi Orpa yang panjang telah menurunkan generasi-generasi pelanggan baru.
Orangtua, diteruskan anak-anaknya, menjadi konsumen rumah makan itu. Berbincang dengan beberapa pengunjung berusia lanjut sesekali menjalarkan keharuan, terutama saat mereka menuturkan kenangannya kepada Harris sebagai pelanggan sejak Bakmi Orpa baru dibuka.