Bersua Pablo Neruda
..because within your southern chest are tattoed: struggle, hope, solidarity, and happiness, like anchors that with stand the waves of the earth. (Ode to Valparaiso, Pablo Neruda, 1954)
Kendati gempa bumi melanda, kabut atau kegelapan menyelimuti, dan api membakar, Valparaiso tetap berdiri tegak. Kota ini mencerminkan perjuangan, harapan, solidaritas, dan kegembiraan.
Gambaran tentang Valparaiso ini saya ambil dari ”Ode to Valparaiso” karya penerima nobel sastra, Pablo Neruda (12 Juli 1904-23 September 1973). Saya serasa berjumpa dia tatkala berkesempatan mengunjungi kota Valparaiso di sela-sela forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik di Vina del Mar, Chile, Mei 2019.
Semilir angin dingin menyambut kedatangan para penyusur lorong-lorong jalanan Valparaiso. Maklum, sebulan lagi musim dingin di Chile tiba. Namun, para penyusur lorong- lorong Valparaiso tak mengindahkannya. Hanya sesekali mereka membenahi posisi jaket atau syal agar hawa dingin tak menusuk tulang.
Kehangatan justru hadir menyapa melalui mural-mural di dinding-dinding lorong Valparaiso. Dua di antaranya adalah mural yang menghadirkan mozaik Pablo Neruda dan simbol matahari suku indian Mapuche.
Bertemu Neruda, meski hanya melalui mural dan museum peninggalannya kembali mengingatkan memori tentang manusia dan persoalannya. Kisah manusia Chile, termasuk Mapuche, yang terus beradaptasi menyiasati kemiskinan dan hidup di tengah kerasnya rezim pemerintahan kala itu.
Lewat mural matahari Mapuche, mereka masih melihat ada terang di kemudian hari. Melihat lebih dekat sosok Pablo dan matahari Mapuche sama halnya melihat ”proses menjadi” (to be) Valparaiso. Kedua mural itu menjadi simbol perjuangan dan harapan. Saksi bisu perjalanan bumi manusia Valparaiso.
Valparaiso, kota yang terletak di pesisir Samudra Pasifik, Chile, ini merupakan situs warisan dunia yang dikukuhkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Kota ini merupakan kota pelabuhan penting dan pusat perjuangan budaya. Perjuangan budaya itu terekam dalam mural atau seni grafiti kota.
Dari Vina del Mar, Valparaiso dapat ditempuh 15-30 menit menggunakan taksi daring. Karena letaknya di pesisir Samudra Pasifik, jalur Vina del Mar menuju Valparaiso tak terlepas dari kawasan pantai. Di sepanjang jalur itu terdapat pula jalur kereta api yang terkoneksi dengan pelabuhan.
Jalur itu dulu merupakan jalur utama kereta api barang. Sisa-sisa bangunan kawasan pergudangan masih berdiri ”setengah hati” menjadi pengingat sejarah Valparaiso, yang terkenal sebagai kota pelabuhan sejak paruh abad XIX.
Waktu itu, Valpo, sebutan lain Valparaiso, menjadi persinggahan utama kapal-kapal yang melaut antara Samudra Pasifik dan Atlantik dengan melintasi Selat Magellan. Kota yang berbentuk mirip amphiteater dengan laut sebagai panggungnya ini terkenal dengan panorama matahari terbenam. Sinarnya yang berpendar jingga keemasan di lautan atau di sela-sela bangunan membuat kota ini disebut para pelayar sebagai Permata Jingga Pasifik.
Di tempat inilah lahir bursa saham tertua di Amerika Latin, pemadam kebakaran pertama di benua itu, dan perpustakaan umum pertama di Chile. Di Valparaiso pula, surat kabar berbahasa Spanyol tertua didirikan, yaitu El Merxurio de Valparaiso (12 September 1827).
Namun, seiring dengan pembukaan Terusan Panama pada 15 Agustus 1914, Pelabuhan Valparaiso nyaris mati. Sebab, kapal-kapal tidak perlu lagi memutar melalui ujung selatan Amerika Selatan.
Di tengah ”kematiannya” itu, Valparaiso tetap bertahan sebagai kota wisata. Bangunan warna-warni di wilayah perbukitan, ditambah aneka bentuk ”suara” mural, dan perlawanan ode Pablo Neruda, justru kembali mengangkat kota ini.
Pablo Neruda adalah nama samaran penyair dan penulis Chili, Ricardo Eliecer Neftalí Reyes Basoalto. Nama samaran itu diambil dari nama penulis dan penyair Ceko, Jan Neruda. Pablo yang pernah menjadi konsul jenderal di Meksiko memulai pergerakan seni di Valparaiso, kota kelahirannya, sekitar tahun 1940.
Dia mengundang sejumlah pelukis Meksiko dan menggandeng pelukis lokal Valparaiso menyuarakan keadilan melalui seni mural. Tembok- tembok bangunan dijadikan kanvas bagi gambar-gambar yang menyuarakan kediktatoran rezim militer, ketertindasan masyarakat miskin, dan keterpinggiran Indian yang merupakan penduduk setempat. Gerakan seni mural ini berkembang menjadi gerakan rahasia.
Pablo sendiri membuahkan beberapa karya di Valparaiso, terutama ode atau puisi. Bentuknya mulai puisi cinta yang erotik, surealis, epos sejarah, politik, hingga tentang alam dan laut. Atas karya-karyanya itu, pada 1971, Pablo Neruda dianugerahi penghargaan nobel sastra.
Pablo meninggal beberapa hari setelah peristiwa kudeta Chile oleh Jenderal Pinochet pada 1973. Di bawah pemerintahannya, militer melarang semua bentuk seni yang menyindir politik. Hampir seluruh mural di Valparaiso dihapus.
Transformasi kota
Akan tetapi, siapa yang mampu membunuh gagasan. Seiring dengan berjalannya waktu, seni mural itu tumbuh melakukan perlawanan tersendiri tanpa Pablo Neruda. Hingga pada tahun 1990-an, seni lukis jalanan kembali menemukan panggungnya. Berbagai seniman lokal hingga luar negeri kembali menghidupkan mural di Valparaiso. Memperbaiki yang telah pudar, membuat kembali yang telah hilang, dan melukis karya-karya anyar dengan pesan-pesan baru.
Pada 2018, tercatat ada sekitar 1.400 mural atau seni grafiti di Valparaiso. Misalnya, mural yang menggambarkan peti mati, tengkorak- tengkorak, dan arwah yang merepresentasikan masa kediktatoran di Chile. Ada juga mural yang menggambarkan suku Indian Mapuche, penduduk asli, yang mulai
tersingkir karena perkembangan kota dan peralihan kuasa.
Di La Sebastiana, salah satu daerah di Valparaiso, berdiri museum Pablo Neruda. Di sekeliling lokasi menuju museum yang dibangun Yayasan Pablo Neruda ini, terdapat mural Pablo Neruda bertuliskan ”Colegio Pablo Neruda”. Museum di lereng bukit yang menghadap ke arah pantai itu berbentuk rumah dengan balkon berbalut kayu dengan banyak jendela.
Rumah itulah yang menginspirasi puisi Pablo Neruda berjudul ”La Sebastiana”. Sebuah puisi yang menggambarkan kebebasannya dan kebebasan negaranya dari diktator. Dalam puisi itu, Pablo ingin mengibarkan dan meninggalkan bendera itu berkibar, tergantung di ruang terbuka agar tersapa bintang malam, cahaya, dan kegelapan.
Valpo terus bertumbuh sebagai kota wisata yang melestarikan bangunan-bangunan cagar budaya dan mural. Di wilayah Plaza Sotomayor, terdapat Edificio Armada de Chile, bangunan berarsitektur Perancis yang dibangun pada 1831. Gedung ini merupakan markas Armada Angkatan Laut Chile.
Kota ini juga tumbuh sebagai tempat hidup seniman dan perajin lokal, mulai dari pelukis; pembuat suvenir; perajin syal, baju hangat, dan ponco Indian Mapuche; hingga penyablon pakaian simbolik Valpo. Mereka menjual produk-produk itu di galeri- galeri di bangunan-bangunan tua di kawasan wisata Valpo.
Suvenir paling khas di Valpo adalah aneka perhiasan dari batu Lapiz Lazulli. Batu berwarna biru tua, biru, biru langit, dan ungu ini hanya ada ditemukan di Chile dan Afghanistan. Selain itu, ada juga simbol-simbol atau motif-motif tekstil Indian Mapuche, penduduk asli Chile bagian tengah dan selatan, yang disablon dalam pakaian.
Benar kata Pablo Neruda. Valpo merupakan kota yang tegar. Penduduknya teruji dengan sejarah.