”Kompas” bekerja sama dengan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia memulai pengujian jarak jauh mobil berteknologi listrik, Rabu (28/8/2019). Dua teknologi EV yang diuji adalah ”hybrid electric vehicle” dan ”plug-in hybrid electric vehicle”.
Oleh
Dahono Fitrianto & Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kompas bekerja sama dengan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia memulai pengujian jarak jauh mobil berteknologi listrik (electric vehicle/EV), Rabu (28/8/2019). Dua teknologi EV yang diuji adalah hybrid electric vehicle (HEV) dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV).
Dua mobil disiapkan untuk uji kendara ini, yakni Toyota Prius HEV dan Toyota Prius PHV. Kedua mobil dikendarai dari Jakarta menuju Tegal, Semarang, Klaten, dan Solo, Jawa Tengah, menempuh jarak total sekitar 700 kilometer.
Berbagai parameter akan diuji terkait kesiapan mobil-mobil hibrida ini menempuh jarak jauh, seperti konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dan kemudahan pengecasan baterai mobil (khusus untuk mobil PHEV). Sebelumnya, mobil-mobil ini sudah diuji coba oleh enam perguruan tinggi di Jawa dan Bali sebagai bagian dari persiapan kebijakan mobil listrik oleh Kementerian Perindustrian serta Kementerian Ristek dan Dikti.
Pengujian ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Indonesia telah memasuki era mobil listrik yang membutuhkan peran serta semua pihak untuk melancarkan proses transisi menuju kendaraan ramah lingkungan.
Adapun pengembangan mobil listrik secara nasional, selama ini masih terhambat, salah satunya karena ketergantungan pada komponen impor. Untuk itu, kalangan industri manufaktur dalam negeri didorong mampu memproduksi setidaknya 40 persen komponen mobil listrik.
Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eniya Listiani Dewi, dalam sebuah acara di Magelang, Jawa Tengah, Juni lalu mengatakan, industri manufaktur diharapkan mulai bergerak membuat mesin magnet mobil listrik.
”Kalau membuat baterai, memang masih butuh banyak waktu. Tapi untuk membuat mesin magnetnya, saya kira tidak akan kesulitan karena mesin tersebut hanya terdiri dari koil-koil yang harus diatur skalanya,” ujarnya.
BPPT mendorong setiap mobil listrik yang memakai merek nasional untuk memakai 40 persen bahan dan komponen produksi dalam negeri. Adapun 60 persen sisanya masih diizinkan memakai komponen luar negeri.
Namun, menurut Eniya, gagasan pemakaian 40 persen komponen dalam negeri tersebut ditanggapi negatif oleh Kementerian Perindustrian serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kedua lembaga tersebut pesimistis target 40 persen tersebut bisa dipenuhi industri dalam negeri.
Perlu kolaborasi
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, diperlukan kolaborasi seluruh pihak dalam mengatasi tantangan produksi mobil listrik. “Percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan adalah suatu upaya mulia, tidak mudah, tapi merupakan satu keniscayaan,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Budi Karya menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara kunci pada diskusi kelompok terfokus Teras Kita. Diskusi mengusung tema Kendaraan Listrik sebagai Solusi Pengurangan Polusi Udara dan Penggunaan Bahan Bakar Minyak.
Menurut dia, keseriusan memulai program kendaraan listrik membutuhkan kombinasi antara lain dari regulator, pelaku industri otomotif, dan pengguna. ”Dalam diskusi kami dengan Gaikindo, penggunaan kendaraan listrik membutuhkan proses pengenalan kepada masyarakat,” katanya.
Ketika jumlahnya sudah memadai, tambah Budi Karya, industri kendaraan bermotor listrik di Indonesia diharapkan maju. “Selain berupaya mendapatkan lingkungan yang bersih, Indonesia juga berpotensi sebagai negara pengekspor,” ujar Budi Karya.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan, Indonesia telah memiliki peta jalan industri otomotif nasional. Strategi membangun daya saing antara lain diupayakan melalui berbagai kebijakan, termasuk yang terkait mobil listrik.
Pemerintah mendorong kendaraan emisi karbon rendah (low carbon emision vehicle/LCEV). “Targetnya, kami mendorong sampai tahun 2025 produksi mobil mencapai 2 juta unit yang sekitar 20 persennya berbasis electric vehicle,” kata Harjanto. (EGI/CAS)