Sebanyak enam atlet muda berbakat akan mendapat kesempatan untuk melihat secara langsung pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020. Keenam atlet muda ini akan dijaring tim pemandu bakat (talent scouter) melalui program Satukan Bakat Negeri Kita (Satria), sebagai bagian dari program Start Your Impossible yang digagas secara global oleh pabrikan otomotif Jepang, Toyota.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak enam atlet muda berbakat akan mendapat kesempatan untuk melihat secara langsung pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020. Keenam atlet muda ini akan dijaring tim pemandu bakat (talent scouter) melalui program Satukan Bakat Negeri Kita (Satria), sebagai bagian dari program Start Your Impossible yang digagas secara global oleh pabrikan otomotif Jepang, Toyota.
Henry Tanoto, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor, pada peluncuran program tersebut di Jakarta, Rabu (28/8/2019), mengatakan, kegiatan tersebut ingin mencoba mengangkat calon-calon atlet berbakat dari berbagai cabang olahraga yang ada di Indonesia untuk bisa tampil maksimal. Ujungnya, kata Henry, adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk menjadi atlet profesional yang mengharumkan nama Indonesia di ajang olahraga dunia, termasuk Olimpiade, sebagai ajang kompetisi multicabang tertinggi itu.
Henry mengatakan, pihaknya akan membantu program latihan yang diberikan oleh pelatih atau tim terhadap atlet yang lolos dalam seleksi ini. Program yang dimaksud termasuk di dalamnya adalah peralatan latihan dan peralatan pertandingan hingga uji coba bertanding.
Tolok ukur
PT TAM melibatkan tiga profesional dalam pencarian bakat tersebut, yaitu Richard Sam Bera (olimpian Indonesia di cabang olahraga renang), Eko Widodo (mantan jurnalis Tabloid Bola), dan dr Nino Susanto (dokter pegiat olahraga disabilitas). Mereka bertiga, menurut Richard, bekerja sama dengan induk cabang olahraga untuk memantau atlet muda berbakat.
Richard mengatakan, mereka tidak akan serta-merta membuat tolok ukur sendiri untuk menentukan atlet yang berhak memperoleh dukungan dari raksasa otomotif dunia ini. Tolok ukur atlet akan dikoordinasikan dengan pelatih dan federasi cabang olahraga (induk cabang olahraga).
”Bulu tangkis punya tolok ukur sendiri. Begitu juga basket dan renang. Kami tidak akan membuat tolok ukur yang berbeda dengan induk cabang olahraga,” kata Richard.
Eko menambahkan, semua cabang olahraga akan dipantau oleh mereka, baik olahraga yang melibatkan tim atau individual. Namun, jika seorang atlet masuk dalam sebuah tim, kata Eko, yang akan mendapat dukungan adalah individunya.
Untuk penyamarataan kesempatan dan inklusivitas, tim pencari bakat tidak akan membedakan kesempatan pada atlet normal maupun atlet dengan disabilitas. ”Masing-masing akan memiliki kuota yang sama untuk diberangkatkan ke Jepang. Tiga atlet Olimpade dan tiga atlet paralimpiade,” kata Nino.
Program ini juga melibatkan atlet profesional, yaitu Markus Fernaldi Gideon dan Ni Nengah Widiasih sebagai mentor. Keduanya dilibatkan karena dinilai memiliki perjalanan karier yang berliku sebelum menuai kesuksesan, masing-masing di cabang bulu tangkis dan angkat berat.
Henry menambahkan, untuk saat ini, program Satria memang digagas menjelang pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020. Namun, jika program ini mendapat respons positif dan memberikan dampak luas pada kegiatan olahraga di Indonesia, Henry menyatakan, tidak menutup kemungkinan adanya kontribusi dari PT TAM untuk olahraga Indonesia secara luas dan berkelanjutan.
Enam atlet muda berbakat ini, menurut Henry, mungkin tidak bisa berpartisipasi langsung dalam kompetisi di Olimpiade. Namun, bekal yang mereka dapatkan diharapkan bisa mendorong dan memotivasi sang atlet muda untuk berprestasi lebih jauh dan memberikan kontribusinya pada Olimpiade berikutnya, termasuk jika Indonesia berhasil menjadi tuan rumah Olimpiade tahun 2032.