Kamus Mode Indonesia edisi baru memuat berbagai istilah dan penjelasannya dalam susunan alfabetik.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dinamika perkembangan mode dan industri yang melingkupinya selalu diikuti dengan kemunculan istilah-istilah baru. Sayangnya, penggunaan istilah yang tepat kerap diabaikan sehingga menyebabkan salah pengertian atau gagal paham. Kamus pun diperlukan untuk meluruskan pemahaman dan membuat kesepakatan baru dalam berbahasa di dunia mode.
Pendapat itu diungkapkan konsultan bisnis dan penulis mode, Lynda Ibrahim, dan desainer pakaian, Auguste Soesastro, dalam acara peluncuran "Kamus Mode Indonesia" di Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Lynda mengaku sering menemukan pemahaman istilah yang keliru di kalangan masyarakat umum. Sebagai contoh, bahasa asal Perancis, lingerie, yang dimaknai sebagai pakaian dalam berbahan ringan. Kata yang kini populer di telinga orang Indonesia tersebut dipersempit maknanya sebagai pakaian dalam wanita yang berenda.
Istilah terkait fenomena baru dalam bisnis mode juga kerap diartikan sama. Contohnya, pameran dagang (trade show) kerap disamakan dengan acara pekan mode (fashion week). Walaupun acara pameran dagang kerap dirangkaikan bersama pekan mode, acara itu berbeda peruntukan dan tujuan.
"Kesalahpahaman ini karena sumber dan akses informasi yang kurang," ujar dia.
Seolah menjawab masalah tersebut, Kamus Mode Indonesia kembali dihadirkan sebagai panduan untuk mengenal dan memahami ribuan istilah terkait dunia mode. Kamus itu ditulis oleh mantan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Femina, Irma Hadisurya; mantan penulis mode dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Ninuk Mardiana Pambudy; serta pakar wastra dan busana tradisional Indonesia, Herman Jusuf.
Pertama kali diterbitkan pada 2011, kamus serupa ensiklopedia tersebut diperbarui kembali dengan ribuan istilah yang diikuti arti, definisi, atau deskripsinya. Istilah yang dapat ditelusuri berdasarkan abjad itu tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia, tapi juga bahasa asing yang lazim digunakan dalam industri mode.
"Istilah mode itu hadir dari setiap industri yang dilaluinya, dari hulu ke hilir, dari tekstil hingga ritel, tidak ada habisnya. Dari tahun ke tahun, tren mode juga terus berubah. Lalu, timbul gagasan untuk memperbaharui kamus ini," kata Irma.
Pembaruan
Kamus Mode Indonesia edisi baru memuat berbagai istilah dan penjelasannya dalam susunan alfabetik. Entri yang beragam dari istilah serat, bahan tekstil, teknik pola atau gunting, teknik jahitan, gaya dan potongan pakaian, pelengkap busana pria atau wanita, jenis kain dan busana tradisional Indonesia (wastra), perancangan, produksi, manajemen, hingga profesi terkait mode.
Pembaruan nama juga dilakukan pada beberapa direktori di luar kamus yang hadir sejak edisi pertama. Direktori yang ada antara lain, biodata desainer Indonesia, organisasi mode, pendidikan mode di Indonesia, hingga kegiatan mode di kancah nasional dan internasional.
Desainer, Auguste Soesastro, berpendapat, siapa pun yang terlibat dan peduli dengan dunia mode perlu belajar mengenai asal muasal serta arti dari istilah-istilah mode. Perkembangan industri mode yang cepat juga harus diikuti peningkatan literasi, termasuk oleh pelaku industri itu sendiri.
"Saya sebagai praktisi melihat selama ini tidak ada standar atau kesepakatan untuk menyebut sesuatu istilah dengan jelas. Ini bisa bahaya kalau, misalnya, kita kasih instruksi ke pegawai atau pemasok yang bekerja sama dengan kita, tapi ada komunikasi yang salah karena pemahaman istilah yang berbeda satu sama lain," tuturnya.
Tidak hanya oleh praktisi, kamus tersebut menurutnya perlu dimiliki pelajar yang sedang menekuni mode sampai masyarakat awam untuk menambah perbendaharaan kata.
"Ini bisa dipunyai siapa saja, karena kan semua orang pakai baju, dan mode itu demokratisasinya banyak. Sebagai pengguna mode kita sebaiknya tahu nama dan asal pakaian yang kita pakai," pungkasnya.