Etalase Muslimah Tangguh
Landas peraga unik sepanjang 60 meter di atas kolam renang seolah menjanjikan angin segar kreativitas tanpa batas yang bakal disuguhkan pada pergelaran Muslim Fashion Festival Indonesia atau Muffest 2020.
Trunk show karya para desainer di ajang peluncuran Muffest 2020 tersebut sekaligus menjadi etalase bagi kreativitas yang mengusung prinsip mode berkelanjutan atau sustainable fashion.
Para desainer menampilkan mode berkelanjutan antara lain melalui karya elegan dengan gelembung lengan ala kompeni hingga aksesori serupa baut-baut beton. Seluruh koleksi ingin mengukuhkan cerminan gaya muslimah nan tangguh.
Trunk show kali ini digelar di Stadion Akuatik, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (30/8/2019). Karya busana muslimah ataupun pakaian pria muslim yang disuguhkan merupakan karya dari Lisa Fitria, Hannie Hananto, KAMI, Adi Barlan, Rosie Rahmadi, Monika Jufry, Irna Mutiara, ETU, Deden Siswanto, Nuniek Mawardi, dan Irma Intan.
Saking kreatifnya, karya busana yang mereka tampilkan jauh melampaui bayangan tentang busana muslim pada umumnya. Desainer Nuniek Mawardi melahirkan busana muslim ramah lingkungan yang mencerminkan akulturasi budaya penjajah kolonial Belanda dan Jepang yang berbaur dengan etnisitas Indonesia.
Rasa Belanda muncul pada kerah dan lengan yang menggelembung. Siluet H line dan A line yang menyatu menjadi tampilan mode yang mirip gaya noni Belanda era lampau. Manset atau ujung lengan baju dibuat kaku melebar khas Eropa.
”Sayangnya enggak pakai topi kompeni, enggak keburu waktunya,” ujar Nuniek.
Karena digunakan untuk busana muslimah, material dipilih yang super ringan, yaitu voal dengan kandungan 100 persen katun tipis. Sentuhan Jepang lantas muncul di obi atau sabuk pinggang dari kain dan selempang.
Kekhasan kain Indonesia hadir pada pemakaian batik tulis dengan motif kontemporer dari Yogyakarta. Sustainable fashion ditampakkan dengan batik pewarnaan alami. Batik tulis sengaja digunakan karena masih diproduksi secara tradisional yang melibatkan banyak pembatik, tanpa sentuhan massal mesin pabrik.
Sisa produksi
Agar lebih ramah lingkungan, Nuniek memakai bahan wol sisa produksi dalam bentuk origami. Lipatan bahan sisa produksi ini menghadirkan kesan yang elegan dan unik. Kesan membumi juga hadir dari pilihan warna dominan gradasi coklat dengan kerudung hijau muda.
Di lintasan mode, model menggenggam dompet yang juga dibuat dari sisa material kain. Penggunaan bahan sisa produksi ini sudah mencari ciri khas Nuniek.
”Pasarnya adalah mereka yang peduli dengan penggalian sebuah tema. Si tema ini bisa bercerita banyak. Kebanyakan orang lebih suka story telling. Di mana karya ini dibangun atas dasar konsep. Kekayaannya ada di ceritanya itu tadi,” kata Nuniek.
Desainer Hannie Hananto mengaku tidak mudah dalam menerjemahkan sustainable fashion ke dalam koleksinya. Hal ini terutama karena DNA koleksi Hannie mengusung warna-warna ngejreng yang agak susah diwujudkan jika menggunakan material ramah lingkungan seperti katun.
Hannie lantas menyuguhkan koleksi yang tetap mengusung kekhasan corak print yang dominan warna hitam, putih, biru, dan sentuhan merah menyala. Ia banyak menggabungkan konsep daur ulang material kain. Kain daur ulang yang digunakan antara lain denim jaket yang dipakai sebagai rompi.
Potongan denim yang awalnya merupakan bagian tangan jaket diolah kembali menjadi celana. Denim menjadi material pilihan karena awet dan paling susah dihancurkan. Koleksi ini nantinya juga akan dibawa ke Korea Selatan atas undangan Provinsi Gyeong Sang Buk Do.
”Saya harus meluangkan banyak waktu riset untuk mencari bahan yang sustainable. Saat ini saya masih reuse. Menggunakan bahan lama dan masih sebatas di konsep koleksi. Selanjutnya paling tidak 60 persen bahan sudah akan ramah lingkungan,” kata Hannie.
Kiblat mode
Material denim juga digunakan Deden Siswanto dalam koleksi pakaian pria. Sepintas, karya Deden ini mirip dengan kimono. Namun, ia menambahkan sentuhan sarung hingga material batik tulis Cirebon dan garutan.
”Busana pria tetapi bisa dipakai wanita juga. Pasar busana muslim pria masih tergolong niche market. Jarang, tetapi saya selalu menyelipkan koleksi pria,” kata Deden.
Koleksi unik dari denim pun disuguhkan Irma Intan yang mengombinasikannya dengan kulit, tulle, dan bahan poliester. Ia mengaku terinspirasi tembok beton yang kokoh dan keras. Tembok itu semakin kuat dengan susunan baut-baut beton yang menciptakan motif khas pada bangunan.
Baut-baut beton itu diwujudkan dalam aksen serupa baut di bagian lengan. Rantai yang melingkar pun tampak menghiasi kerudung. ”Seperti halnya juga wanita muslimah di balik sifat lembutnya dituntut untuk selalu kuat kokoh memegang tali sunah,” kata Irma.
Mode berkelanjutan, menurut National Chairman Indonesian Fashion Chamber, Ali Charisma, bukan hanya sebatas penggunaan natural fiber, recycle, dan upcycle, melainkan harus bermanfaat bagi masyarakat dan menguntungkan perusahaan. ”Tak sekadar keren-kerenan. Pasar sangat besar di dunia. Berdandan lebih cantik dengan sustainable fashion supaya buyer internasional percaya,” katanya.
Melihat perkembangan dan potensi industri mode muslim di Indonesia, Indonesian Fashion Chamber dan Dyandra Promosindo menyelenggarakan Muffest kelima yang akan diselenggarakan pada 20-23 Februari 2020 di Jakarta Convention Center. Muffest diharapkan dapat menjadi langkah nyata untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat mode muslim dunia pada 2020.
Data dari The State of Global Islamic Economy Report 2018/ 2019 menunjukkan, Indonesia berada di peringkat kedua negara yang mengembangkan fashion muslim terbaik di dunia setelah Uni Emirat Arab. Selain itu, konsumsi fashion muslim Indonesia juga meningkat senilai 20 miliar dollar AS dengan laju pertumbuhan 18,2 persen per tahun.
”Secara industri, Indonesia bukan sekadar pasar, melainkan juga menjadi inspirasi dunia. Bagaimana Indonesia menorehkan peta dengan busana muslim,” kata Ali.
Menorehkan karya indah dalam busana muslim yang mencerminkan ketangguhan si pemakai.