Melelehkan Kebekuan
Mode bertalian dengan sistem nilai sosial. Ada yang memacu agar mode senantiasa cepat berubah, ada yang konservatif, mau berubah tetapi perlahan saja. Ada juga yang berusaha mengerem dan menahan laju perubahan, bahkan mampu membekukan seperti tak ingin menjajal perubahan.
Perancang mode Hian Tjen (34), asal Kalimantan Barat, lulusan sekolah mode Esmod yang kini menetap di Jakarta, menuturkan inspirasi karya terkininya terkait mode yang beku tak bergerak dari sekte Amish. Sekte ini berasal dari wilayah perbatasan Swiss dan Jerman.
Beberapa kali Hian Tjen mengunjungi mereka di wilayah tersebut. Sekte Amish adalah gambaran sistem nilai sosial yang berdampak salah satunya membekukan mode. Mode yang dikenakan perempuan dan laki-laki dari segala usia di sepanjang waktunya tak berubah.
Dalam riwayatnya di abad ke-18, sekte Amish menyebar ke belahan dunia lain. Hingga kini mereka pun banyak dikenal menetap di berbagai wilayah negara bagian Amerika Serikat dan Kanada. Sekte ini menganut sistem nilai sosial Kristen Anabaptis yang berusaha mengisolasi diri terhadap perubahan sosial, termasuk membatasi penggunaan teknologi di berbagai bidang.
Jika dibandingkan di Tanah Air, sekte Amish mungkin memiliki kemiripan dengan sistem nilai sosial masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Banten. Gaya berpakaian mereka nyaris seragam itu-itu saja untuk semua usia.
Kaum laki-laki sekte Amish mengenakan celana panjang dan berjas dengan warna gelap. Baju putih dikenakan dengan tali pengikat celana dari depan ke belakang yang disampirkan melintasi bahu.
Kaum perempuannya bergaun panjang hingga mata kaki dan berkerut di pinggang. Lengan bajunya memanjang hingga pergelangan tangan. Topi yang khas dengan kain tipis putih dikenakan dengan seutas tali melilit hingga bagian bawah sanggul rambut. Tidak ketinggalan, mereka hampir selalu mengenakan celemek atau apron bersaku.
Kostum perempuan Amish itulah yang menjadi inspirasi Hian Tjen. Terinspirasi gaun kaum perempuan Amish, Hian Tjen menggelar peragaan 50 karya adibusana di Hotel Raffles, Jakarta, 28 Agustus 2019.
Landas peraga bagi para peragawati pun dirancang khusus di antara rumpun ilalang mengering. Hian Tjen menebar aura sekte Amish yang lekat dengan kehidupan alami pertanian dan peternakan tanpa sentuhan teknologi modern.
”Mereka unik untuk diangkat. Tentu dengan gayaku sendiri dan menjadi sesuatu yang berbeda,” ujar Hian Tjen, beberapa hari menjelang pergelaran modenya itu.
Independen dan modern
Dari sekian karya adibusananya yang diperagakan, ada celemek atau apron yang ditampilkan berbeda-beda. Ini menjadi kekuatan nilai yang ingin dituju Hian Tjen untuk memunculkan karakter perempuan independen dan modern.
Ia mendramatisasi berbagai bagian, seperti lengan dengan puff sleeves atau lengan balon. Begitu pula, bagian pundak atau bawahan diberi volume senada. Bagian atasan dirancang Hian Tjen secara konsisten memeluk tubuh.
Di bagian atasan inilah yang menyandang potongan simetris di sisi kiri dan kanan pinggang atau persis di depan perut. Itulah celemek atau apron yang terinspirasi gaya busana perempuan Amish.
Celemek atau apron mengesankan perempuan yang aktif dan dinamis. Hian Tjen menghadirkannya tanpa kesan berat. Justru kesan lain mencuat. Celemek yang dilekatkan seperti menjadi sayap kecil yang menambah kesan lincah pemakainya.
Kesan ini tersirat pada rancangan Hian Tjen dengan pundak terbuka disertai lengan balon. Bawahannya celana panjang di bawah lutut yang mengesankan energik, dipadu atasan pas badan yang mengesankan ramping.
Di kiri dan kanan pinggangnya terjuntai potongan lembar kain keras memiliki saku. Itulah modifikasi celemek yang memberi kesan seperti sayap kecil yang siap meringankan langkah kaki si pemakainya.
Untuk beberapa karya lainnya, Hian Tjen menghadirkan apron layaknya celemek yang ditempatkan di bagian depan perut dan dada. Apron itu dikombinasi dalam gaun panjang dengan sulaman klasik Amish atau Eropa. Hasilnya, kontras yang memikat.
Sebelum pergelaran, Hian Tjen menunjukkan aneka sulaman klasik Amish di untaian kain-kain untuk gaunnya. Bentuk-bentuk ilustrasinya berorientasi alam pertanian dan peternakan sekte Amish. Detail-detail sulaman dedaunan diselingi bunga-bunga kecil. Hadir kemudian bentuk burung atau ayam yang menyelip di antaranya.
Satu dekade
Pergelaran mode karya Hian Tjen kali ini diberi judul Perfect10n Couture Show 2019/2020. Ini merupakan hasil perjalanan kreatif Hian Tjen selama satu dekade atau 10 tahun terakhir.
Sebutan couture dalam koleksi ini merujuk pada karya adibusana yang siap pakai. Hian Tjen merancang masing-masing satu karya adibusananya itu dan tidak untuk diduplikasi kemudian.
Hian Tjen konsisten menciptakan desain klasik. Ia memberi catatan tentang sekte Amish bermula dari sistem nilai Kristen Anabaptis Jerman-Swiss pada tahun 1600-an. ”Komunitas Amish dengan ikonik gaya busana yang terhenti dan mayoritas berpenampilan serba polos,” ujar Hian Tjen.
Hian Tjen menangkap gaya busana Amish itu tetap relevan disuguhkan sebagai produk mode era sekarang. Tentu, ia memberi bobot kekinian.
Hian Tjen mengolah material kain untuk busananya itu dengan konsepsi alami pertanian dan peternakan sekte Amish dengan ilustrasi bordir, menempelkan kain lainnya, atau membuat lipatan-lipatan berjajar yang memperkaya nilai.
Ia menghadirkan modernitas dan kekayaan atas dasar keragaman tradisi budaya dari sekte Amish. Melalui rancangannya, Hien Tjen melelehkan kebekuan mode Amish yang terhenti.