Mengejar Kelezatan ke Ujung Dunia!
Chef Gordon Ramsay sangat dikenal, terutama lewat acara pertunjukan realitas kompetisi memasak, ”Masterchef US”. Kali ini dia keluar dari zona aman dan berkelana ke ujung dunia untuk berburu rasa.
Acara Masterchef digemari serta kerap menjadi acuan berbagai ajang kompetisi serupa di banyak jaringan dan stasiun televisi global. Sebagai juri di acara, Gordon juga dikenal sebagai sosok antagonis. Ia kerap menjadi momok bagi para peserta kontes lantaran sangat galak, nyinyir, dan sering menyerapah.
Masih soal memasak, kali ini Gordon tampil segar. Ia bertualang dan keluar dari zona nyamannya selama ini di Masterchef US ataupun di program acara lainnya, Hell’s Kitchen.
”Gordon Ramsay: Uncharted”, begitu acara ini, dikemas menjadi semacam ekspedisi antropologi, dengan menggunakan pendekatan kuliner. National Geographic mengemasnya dalam format semidokumenter. Di sini, Chef Gordon mendatangi lokasi-lokasi terpencil di beberapa negara untuk mendapatkan sekaligus memperkenalkan beragam rahasia kelezatan lokal di sana.
Sang chef juga ikut bertualang mencari bahan-bahan baku makanan hingga ke sumbernya. Bahan-bahan makanan dan informasi tentang cara masyarakat lokal mengolah dan menyajikannya ditampilkan, lalu Gordon mengadaptasi dan menafsir ulang. Pada segmen akhir, di setiap episode, ia memasak untuk para tamu undangannya.
Pada setiap episode di setiap negara, Gordon juga didampingi beberapa pakar atau penggemar makanan lokal (local foodies). Mereka berperan menjadi pemandu, terutama untuk menjelaskan sekaligus mengajari, baik cara mencari dan mendapatkan satu bahan baku maupun cara mengolah dan menyajikannya.
Dihadirkan para chef lokal. Pada akhir segmen setiap episode Gordon akan ”berkompetisi” dengan mereka. Seperti saat di Peru, Gordon didampingi Chef Juan Luis Martínez, pemilik Restoran Mérito, yang sangat terkenal dengan beragam sajian menu andalan khas Peru.
Petualangan Gordon di negeri tempat peradaban kuno Inca itu menarik. Seperti ketika dia mencicipi pertama kali daging olahan hewan pengerat jenis guinea pig. Hewan ini biasanya hanya dijadikan peliharaan oleh masyarakat perkotaan. Selain itu, Gordon juga harus mendaki dan berdiri di tebing curam demi mendapatkan ulat di batang kaktus, yang tumbuh di lokasi seperti itu.
Sementara itu, saat di Laos dan Selandia Baru, Gordon harus menyelam demi mendapatkan bahan baku makanan khas setempat, yang kemudian akan diolahnya menjadi masakan lezat.
Di Laos, Gordon menyelam ke dasar Sungai Mekong yang beraliran sangat deras untuk mendapatkan siput-siput air tawar. Jenis siput ini memang hidup di bagian akar tanaman air di sana. Adapun di Selandia Baru, Gordon harus menyelam di laut, yang juga menjadi habitat ikan hiu, demi mendapatkan kerang jenis abalone.
Petualangan rasa lainnya juga dialami Gordon di Maroko saat dia mempelajari dan mencicipi olahan daging dan punuk unta, yang dimasak dengan menggunakan bumbu-bumbu serta cara memasak khas suku Berber. Maroko sudah lama menjadi semacam melting pot atau kuali peleburan beragam kebudayaan dan peradaban besar masa lalu, baik dari Timur Tengah maupun pengaruh Turki.
Masih di Maroko, Gordon menuruni tebing dengan menggunakan tali dan harness. Ia menuruni sisi air terjun deras untuk mencapai tempat sejumlah varian jamur lokal tumbuh. Jamur-jamur itu biasa menjadi bahan olahan kuliner khas di Maroko.
Menurut Gordon, jamur-jamur tersebut diketahuinya sangat mahal jika sampai dan dijual di London, Inggris, negeri tempat tinggalnya. Harganya bisa mencapai ratusan poundsterling walau dalam jumlah sedikit.
Selain Peru, Laos, dan Maroko, dalam tayangan semidokumenter ini Gordon juga mengunjungi beberapa tempat di negara lain, seperti Hawaii dan Alaska, di Amerika Serikat.
”Gairah saya bertualang selama ini telah membuat saya tak lagi sekadar menjadi seorang chef yang andal, tetapi juga seolah seorang murid magang yang tak kenal takut dalam mempelajari berbagai jenis kebudayaan,” ujar Gordon dalam pernyataan persnya seperti dikutip situs Showbiz Cheat Sheet.
Dengan alasan sama pula, Gordon mengaku sangat bersemangat bekerja sama dengan National Geographic untuk menggarap ekspedisi kuliner tersebut. Secara resmi tayangan musim perdana ”Gordon Ramsay: Uncharted” sudah mulai mengudara sejak 21 Juli lalu.
Dalam setiap episode, setelah berhasil mempelajari, mengumpulkan, dan memahami bagaimana mengolah dan menyajikan beragam bahan baku di setiap negara itu, Gordon bersama chef tuan rumah memiliki semacam ”tugas akhir”, menjamu orang-orang yang terlibat dalam petualangannya di episode itu.
Gordon ditantang memasak dan menyajikan menu lezat berbahan dasar dan terinspirasi kuliner setempat, yang dia pilih untuk disajikan. Sangat menarik melihat bagaimana para tamu kemudian mencicipi dan mengapresiasi menu-menu makanan sajian dan olahan Gordon, yang tentu saja baru kali itu mereka rasakan, walau berbahan baku sehari-hari yang familiar.
Kritik pedas
Beberapa pihak menilai tayangan ”Gordon Ramsay: Uncharted” tak lebih dari sekadar meniru acara serupa sebelumnya, yang dipandu mendiang chef tenar, Anthony Bourdain.
The Washington Post yang menyebut konsep acara National Geographic itu sebagai sebuah ”kekacauan kolonialis”, yang berdampak buruk dan malah mendegradasi keberadaan hidangan dunia. Kritik itu langsung direspons National Geographic, yang menyayangkan acara mereka telah diterjemahkan di luar konteks.
Gordon juga pernah menembak mati seekor kambing gunung liar di salah satu kawasan pedalaman di Selandia Baru. Perburuan itu menuai kecaman, terutama dari para penonton dan aktivis penyayang binatang.
Seperti diwartakan di situs Eater.com, Gordon membantah telah melakukan sesuatu yang tak pantas. Gordon berargumen, perburuan kambing liar seperti itu sudah lama dikenal oleh masyarakat Selandia Baru, bahkan suku asli Maori sejak abad ke-18. Keberadaan kambing liar di masa lalu sempat menjadi hama perusak vegetasi yang sangat agresif.
”Hal sama, memburu hewan-hewan invasif seperti ini, juga telah dilakukan suku asli Maori berabad-abad lalu. Kambing bisa menjadi sangat invasif lantaran mereka tak punya predator alami di sini,” ujar Gordon dalam pernyataan tertulisnya.
Acara kuliner ini memang tak sekadar soal perburuan makan lezat.