Para pencinta mobil klasik membuktikan bahwa sejarah tak bisa dibeli hanya dengan uang. Cinta kepada mobil klasik bukan basa-basi. Saat mobil berumur puluhan tahun itu mogok, mereka harus telaten mengurusinya.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
Usia boleh uzur, tetapi tarikan tidak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi, mesin dan bodi masih terjaga orisinalitasnya, sangat vintage, dan mulus. Itu semua tentu tak bisa didapatkan semudah membalikkan telapak tangan, perlu waktu dan passion. Tak heran, para pemilik tidak ingin sembarang melepas barang kecintaannya itu, sekalipun dengan harga tinggi.
”Greeng... greeng,” suara menggelegar bak petir keluar dari knalpot Mustang Ford GT 500 Eleanor. Sontak, suara mobil keluaran tahun 1967 itu memecah suasana festival otomotif klasik, Concours d’Elegance, di Four Seasons Hotel Jakarta, Sabtu (21/9/2019).
Spesialis mobil klasik asal Jerman, Arthur Bechtel, pun langsung memuji mobil tersebut. ”Bisa kamu bayangkan suara itu keluar dari mobil yang hampir berusia 50 tahun? Ini tak hanya antik, tetapi bertenaga,” katanya sambil disambut tepuk tangan peserta yang hadir dalam festival yang baru kali pertama digelar di Indonesia.
Tak ada yang menyangka mobil kategori muscle car itu masih fit dan bisa dibawa berkendara di Ibu Kota. Mobil itu tak hanya terlihat atletis, tetapi juga sangat mulus, lengkap dengan kap mesin yang terdapat divided air scoop.
Pemilik mobil Mustang Ford GT 500 Eleanor, Sandy KW, menuturkan, mobil itu dia dapatkan dari salah satu pencinta mobil klasik di Jawa Tengah, sekitar lima tahun lalu. Mulai dari situ, dia mulai telaten membenahi satu per satu onderdil dan bodi mobil, setidaknya sampai mendekati saat pertama kali mobil itu keluar.
”Kondisinya saat itu bisa dibilang bangke. Lalu, pelan-pelan saya restorasi dan cari spare part (onderdil) sampai jadi perfect seperti sekarang,” kata Sandy yang masih berusia 35 tahun.
Beruntung, pencarian onderdil dan bodi mobil ikonik Amerika Serikat itu bukanlah hal yang sulit. Menurut Sandy, pencarian onderdil dan bodi yang paling sulit adalah mobil miliknya yang lain, Mercedes Benz 190 SL Roadster. Mobil Jerman keluaran 1956 itu disebutnya sangat orisinal dan mesin masih menyala.
”Saya pakai referensi dari orang yang mengerti di Jerman dan Arthur kasih juga masukan, saya konsultasi. Kalau mobil Mercy (sebutan Mercedes Benz), kan, orisinal, saya enggak bisa main ganti. Kalau perlu, kita beli bangke dari luar, copotin, krom lagi. Kalau beli langsung, kan, plastik. Kalau zaman dulu, kan, tembaga,” tutur Sandy.
Pencarian sulit onderdil dan bodi dari mobil klasik juga diakui oleh Joe. Itu dia rasakan saat merestorasi mobilnya, Aston Martin DB5. Bagaimana tidak? Aston Martin hanya mengeluarkan 1.025 mobil itu di dunia pada 1964. Se-Asia, mobil itu hanya ada dua. Satu di Jepang dan satu di Indonesia. Di Indonesia, itulah yang dimiliki Joe.
”Mungkin sekarang sudah tak banyak yang masih hidup mesinnya seperti punya saya sekarang ini,” ucap Joe.
Joe mendapat Aston Martin DB5 sejak delapan tahun lalu dari temannya. Sejak itu, dia terus merawat mobilnya. Bahkan, dia pernah sampai pergi ke Inggris, pabrik Aston Martin, untuk bisa mendapatkan onderdil asli.
”Untungnya, Aston Martin punya satu divisi khusus untuk mobil klasik. Kebetulan, untuk maintenance (perawatan), saya juga dibantu Aston Martin Jakarta, kalau ada yang kurang. Dan, mereka setiap tahun juga kirim mekanik dari Inggris untuk datang dan cek mobil ini. Karena mobil ini, kan, ikonik buat mereka dan salah satu heritage (warisan) dari mereka. Makanya mereka mau keep (jaga) ini juga,” tutur Joe.
Tak ternilai
Bagi mereka, cinta kepada mobil klasik bukanlah basa-basi. Saat mobil berumur puluhan tahun itu mogok, mereka harus benar-benar telaten mengurusinya.
Joe merefleksikan itu dalam setiap perawatan mobil klasiknya. Menurut dia, jika tak serius mencintai mobil klasik, ”penyakit” dari mobil itu tak akan bisa diketahui.
”Merawat mobil tua itu perlu passion, pelan-pelan dan sabar. Istilahnya, perlu didengerin, diajak ngomong. Kalau enggak, dia enggak mau ngasih tahu hari ini penyakitnya apa. Tetapi, lama-lama dia ngasih tahu semuanya. Semakin sering kita pakai, semakin kita tahu mobil itu maunya apa,” kata Joe.
Saking cintanya, Joe tak akan pernah mudah melepas mobilnya. Kalaupun akhirnya dia lepas, harus kepada pencinta mobil klasik juga.
”Itu pun pasti tetap sulit. Kalau lepas harus sama yang pencinta juga. Kalau enggak, nanti enggak kelihatan lagi, nih, mobil klasik. Sayang saja,” kata Joe.
Hal serupa diungkapkan Sandy. Menurut dia, waktu yang lama membenahi Mustang Ford GT 500 atau Mercedes Benz 190 SL Roadster tak bisa semata-mata dihargai dengan nominal angka. Itulah yang membuat mobil klasik sulit dilepaskan.
”Mobil klasik itu enggak ada harganya. Karena yang enggak bisa dibeli itu waktu. Sekarang kalau mau cari mobil sama pun, kita kasih satu tahun belum tentu jadi. Jadi bisa, belum tentu sama. Sama bisa, belum tentu bagus. Bagus sama, belum tentu lengkap, mungkin ada surat hilang. Tetapi, kalau cari surat bagus, bodi bagus, bisa jalan, itu susah dan yang bikin berat untuk lepas,” ujar Sandy.
Mobil klasik itu enggak ada harganya. Karena yang enggak bisa dibeli itu waktu.
Pencetus Concours d’Elegance di Indonesia dan Presiden Indonesia Classic Cars Owners Club (ICCOC) Stanley Atmadja pun menyampaikan, 26 mobil yang diikutkan dalam kontes mobil klasik itu pasti tak akan mudah dijual oleh pemiliknya. Mereka tahu bahwa ini bukan soal harga, melainkan usaha dan nilai sejarah dari mobil tersebut.
Sebagai catatan, mobil yang ikut kontes Concours d’Elegance, mulai dari yang paling tua, Mercedes Benz B 170 Cabrio (1935), hingga Porsche 930 Turbo (1987), dan Ferarri Testarossa (1991).
Bicara mobil klasik, menurut Stanley, adalah bagaimana pemilik menjaga kondisi klasik mobil tersebut semaksimal mungkin. Bagian tersulit adalah menjaga setiap detailnya, mulai dari jok dan jahitannya, bentuk stir, sampai velg.
”Antara harga dan passion kadang-kadang tak ketemu juga. Coba bayangkan, dulunya busuk, sekarang jadi begini, kan, senang melihatnya. Mobil baru, bagus, bersih, mengkilat biasa. Tetapi, kalau mobil 70 bagus bersih mengkilat jalan hidup sehat itu luar biasa,” kelakarnya.
Coba bayangkan, dulunya busuk, sekarang jadi begini, kan, senang melihatnya.
Stanley berharap festival Concours d’Elegance di Indonesia bisa berjalan setiap tahun. Dengan begitu, masyarakat Indonesia sadar bahwa sejak dulu Indonesia sudah dilirik oleh produsen mobil. Kedua, pencinta mobil klasik juga lintas generasi.
Arthur pun menyampaikan kesan positif bagi pencinta mobil di Indonesia. Dia datang bersama penguji mobil Lamborghini, Valentino Balboni.
Menurut Arthur, mereka adalah penggila mobil klasik semua. ”Saya yakin, ini akan menjadi ajang yang sangat besar karena saya dengar banyak komunitas mobil di sini, tetapi sedikit yang menjaga orisinalitas mobil klasik itu. Setiap mobil punya cerita sejarah yang unik,” ucapnya.
Pencinta mobil klasik ini membuktikan bahwa sejarah tak bisa dibeli hanya dengan uang.