Dirilis pada 20 September, Nine menawarkan 15 lagu teranyar dari trio yang digawangi oleh Travis Barker (drum), Mark Hoppus (bas dan vokal), dan Matt Skiba (gitar dan vokal).
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·5 menit baca
Dominasi genre musik electronic dance music (EDM), hip-hop, dan R&B (Rhythm and Blues), membuat band pop-punk Blink-182 menghadapi tantangan berat. Menyandang status sebagai ikon musik pop-punk dunia, Blink-182 dituntut tetap menghasilkan musik yang menjadi ciri khas mereka, namun juga relevan dengan selera telinga pendengar masa kini. Upaya metamorfosis yang dilakukan oleh Blink-182 terekam jelas dalam album teranyar mereka yang berjudul Nine.
Dirilis pada 20 September, Nine menawarkan 15 lagu teranyar dari trio yang digawangi oleh Travis Barker (drum), Mark Hoppus (bas dan vokal), dan Matt Skiba (gitar dan vokal). Album kesembilan band asal California, Amerika Serikat, ini, membayar penantian tiga tahun penggemar, setelah album sebelumnya yang berjudul California (2016).
Secara keseluruhan, album Nine adalah kompromi sang ikon pop punk dunia dengan lanskap industri musik saat ini. Tidak seperti musik pop-punk pada umumnya yang mengandalkan instrumen musik analog seperti gitar, bas, dan drum saja, musik yang ditawarkan album ini memperoleh sentuhan instrumen digital sehingga pop-punk pun bisa bertransformasi menjadi lebih segar.
Perpaduan pop-punk dengan sentuhan instrumen digital ini terasa sekali pada salah satu tunggalan album ini yaitu pada lagu “Blame It On My Youth”. Lagu dibuka oleh melodi, yang dihasilkan instrumen musik digital lalu disambut gitar, bas, dan drum juga.
Penggemar gebukan cepat dan enerjik Travis, bakal kurang terpuaskan dalam album Nine. Sebab, hanya ada satu lagu yang mengeksploitasi keterampilan drum Travis yakni pada lagu “Generational Divide”. Selebihnya, dentuman drum lebih banyak kolaborasi dengan beat yang dihasilkan drum elektronik.
Tak perlu kecil hati, Blink-182 juga masih menyisakan lagu-lagu yang menggunakan formula ciri khas mereka selama ini, yaitu ritme gitar yang mudah diingat, dentuman bas berulang, dan gebukan drum yang enerjik. Tak lupa, lengkingan teriakan serta paduan suara dua vokalis, yang selalu menjadi ciri khas band pop punk, pun masih melekat di album ini.
Coba tengok lagu “Happy Days”, ingatan akan segera melayang ke lagu “Stay Together For The Kids”, lagu lawas Blink-182 dari album Take Off Your Pants and Jacket (2001). Jelas, Blink-182 masih mau menjaga ciri khas mereka.
Metamorfosis lainnya juga tampak jelas pada lirik-lirik lagu. Pada album Nine, lirik-lirik yang disampaikan lebih banyak bernada murung, kelam, dan kegelisahan. Tengok saja pada lagu “Black Rain” yang punya lirik refrain seperti ini, Tragedy / Erased my memory / and now all I see / is the black rain. (Tragedi / menghapus ingatanku / dan sekarang yang kulihat hanyalah hujan yang hitam)
Berbeda dengan lirik-lirik lagu di album-album mereka sebelumnya yang lebih banyak membahas kenakalan remaja yang jenaka. Misalnya saja seperti lagu “Whats My Age Again” dari album Enema of The State (1999), yang berkisah soal remaja yang ingin segera dewasa sehingga bisa bebas melakukan hal-hal yang dianggap nakal pada usia remaja.
Uniknya, meski lirik-lirik lagu album Nine lebih berkesan gelap, namun nuansa musik yang dihasilkan masih bernuansa ceria dan enerjik. Tak lain karena Blink-182 juga masih setia menggubah lagu menggunakan kord mayor bukan kord minor. Padahal kord minor lebih bersahabat dengan lagu kelam sebab bisa memberikan nuansa melankolis ketimbang kord mayor.
Dapur rekaman
Metamorfosis Blink-182 ini dimulai dari dapur rekaman mereka. Album Nine dikerjakan secara keroyokan oleh banyak produser. Mereka adalah John Feldmann, Captain Cuts, The Futuristics, dan Tim Pagnotta. Masing-masing produser membawa warna dan ciri khasnya sendiri mulai dari punk sampai musik EDM.
John Fieldmann dan Tim Patgnotta dinilai sebagai produser yang tetap menjaga porsi dan ciri pop-punk di album Nine tidak luntur oleh paduan musik tekno. Lantaran John sendiri adalah vokalis dan gitaris band punk-ska Goldfinger yang tenar di akhir dekade 90an melalui lagu berjudul Superman dan 99 Red Baloon. Sedangkan Tim adalah vokalis dan gitaris di band rock Sugarcult.
Sementara itu agar bobot punk-pop di album Nine bisa diimbangi musik tekno, menjadi pekerjaan Captain Cuts dan The Futuristics. Captain Cuts adalah trio produser musik yang terdiri dari Ben Berger, Ryan McMahon, dan Ryan Rabin. Tangan dingin mereka berhasil mengorbitkan musisi masa kini yang tak mengusung pop-punk, yakni Bebe Rexha dan The Chainsmoker.
Adapun The Futuristic adalah duo produser yang terdiri dari Alex Schwartz dan Joe Khajadourian. Tangan dingin mereka mengorbitkan musisi dunia seperti Justin Timberlake, Lady Gaga, dan Pitbull.
Berada di bawah label rekaman dunia Columbia Records, juga turut memengaruhi produksi lagu di album ini. Lagu-lagu album Nine cenderung mudah diingat sebab seringkali mengulang lirik pada bagian refrain. Ini berbeda dengan album sebelumnya, California yang saat itu masih berada di bawah label perusahaan rekaman independen BMG.
Cara memasarkan album ini pun berbeda dengan cara-cara konvensional. Sebelum album dirilis, Blink-182 sudah mengeluarkan lagu-lagu tunggal (single). Seperti “Blame it on My Youth” pada 8 Mei 2019, “Generational Divide” pada 21 Juni 2019, “Darkside” pada 25 July 2019, dan “I Really Wish I Hated You” pada 6 September 2019. Hal ini tak lain agar album ini bisa meledak dan viral di dunia maya sehingga memberikan keuntungan komersial bagi Columbia Records.
Bagi sang pentolan band, Mark Hoppus, album ini memang dibuat berdasarkan kondisi masyarakat serta suasana batin saat ini. “Rekaman ini adalah tentang menjadi manusia yang hidup di 2019. Kegembiraan, ketakutan, dan kegelisahan tentang itu,” ujar Mark dalam situs Vogue.