Fenomena baru sedang melanda sebagian warga. Sebuah lagu berjudul ”Salah Apa Aku” menyihir penggemarnya di berbagai kanal media sosial.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Beberapa saat lalu, jagad maya seakan terhipnotis oleh lagu remix berlirik ”entah apa yang merasukimu”. Lagu itu dinyanyikan sambil joget sederhana dengan iringan suara burung gagak. Nyeleneh, tetapi bikin terngiang-ngiang di kepala.
Entah bagaimana mulanya, penggalan lagu tersebut jadi terkenal lewat media sosial TikTok. Suara si penyanyi diberi efek atuo-tune dan tempo lagunya dipercepat. Liriknya begini: Entah apa yang merasukimu/hingga kau tega mengkhianatiku/yang tulus mencintaimu. Usut punya usut, judul asli lagu itu adalah ”Salah Apa Aku” yang dinyanyikan oleh Ilir 7, sebuah grup musik asal Lubuk Linggau, Sumatra Selatan.
Lagu yang telah diubah komposisinya itu dimainkan sambil menari menyilangkan tangan dan ditutup dengan gerakan tangan yang menyerupai kuncup. Seperti kebanyakan fenomena viral yang ada, entah apa yang menarik dari hal ini, tetapi, toh, viral juga. Warganet pun senang-senang saja dengan hiburan baru ini.
Selain dijadikan materi shitposting bernada jenaka, penggalan lagu itu juga bisa menjadi media kritik. Sejumlah mahasiswa menulis besar-besar lirik lagu itu saat berdemo di Gedung DPR, Jakarta, 24 September 2019. Beberapa demonstran menulis ”Entah Apa yang Merasukimu DPR” dan ”DPR Apa yang Merasukimu??? Apakah Itu Lelembut???”
Lagu itu juga dimainkan saat demo buruh di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (2/10/2019). Para polisi dan demonstran kompak menari dan menyanyi bersama sambil senyum-senyum. Lagu ini juga jadi sering dinyanyikan para pengamen jalanan di Tegal, Jawa Tengah.
”Salah Apa Aku” sebenarnya lagu sedih dengan corak musik pop Melayu. Ceritanya tentang hati yang patah setelah sang kekasih berkhianat. Lagu ini diunggah ke Youtube pada 21 Juni 2018 oleh label Ascada Musik. Viralnya lagu ini membuka lembaran baru buat musisi aslinya.
Saat ditanya responsnya soal lagu mereka yang viral, Ave (28), vokalis Ilir 7, tergelak. ”Kami semua kerasukan,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Ia dan rekan-rekannya tidak pernah menyangka lagu tersebut bakal disambut hangat warganet. Pasalnya, mereka tidak menyiapkan strategi khusus untuk memasarkan lagu. But media social is a game changer. Kini, Ilir 7 tengah bergembira karena karya mereka dikenali masyarakat.
Hingga Kamis pukul 22.40, video musik ”Salah Apa Aku” telah ditonton lebih dari 43 juta orang di Youtube. Lagu yang sama pun telah didengarkan lebih dari satu juta orang di platform musik digital Spotify. Intinya, lagu ini menuai popularitas. Hal tersebut juga menandai bangkitnya musik pop Melayu di Indonesia.
Jejak pop Melayu
Ave mengatakan, keempat personel Ilir 7 akrab dengan musik pop Melayu karena kerap disimak sejak belia. Musik ini kerap dimainkan warga di Lubuk Linggau. Keluarga Ave pun menyukai musik ini dan kerap memainkannya.
Saat dihubungi terpisah, pengamat musik, Idhar Resmadi, mengatakan, musik yang dibawakan Orkes Melayu-Deli merupakan cikal bakal musik pop Melayu. Orkes yang berasal dari Sumatera ini kerap bermusik di acara warga dan musiknya pun populer. Musik yang mereka bawakan mengandung unsur cengkok Melayu dengan tabuhan rebana.
Musik tersebut berevolusi dan menjadi cikal bakal dangdut yang terpengaruh musik dari Arab dan India. Dengan sentuhan instrumen gitar, drum, dan bas, musik Melayu pun berdifusi dengan musik pop.
”Langgam Melayu ini juga dikawinkan dengan nada pop sehingga musiknya terkesan cengeng dan picisan, seperti musik Rinto Harahap, The Mercys, Dlloyd, dan lainnya. Grup-grup tersebut bisa memadukan nuansa musik pop dengan cengkok Melayu,” tutur Idhar.
Sementara itu, musik pop Melayu kadang diasosiasikan sebagai musik kelas dua di Indonesia. Prestisenya dinilai berbeda dengan musik gedongan, seperti rock dan pop. Hal ini tak lepas dari pemberitaan media di masa lampau yang membuat dikotomi musik berkelas dan tidak. Musik yang tidak berasal dari negeri Barat dinilai kampungan.
Majalah Aktuil adalah salah satu media yang memandang rendah musik Melayu. Dangdut atau musik Melayu ini dijadikan bulan-bulanan, bahkan menjadi bahan umpatan. Majalah yang digawangi oleh Denny Sabri sebagai redaktur ini pertama kali terbit pada 1967 dan berhenti terbit pada 1981 (Kompas, 29/6/2019).
Terlepas dari stigma yang melekat, grup musik yang mengusung bendera pop Melayu pernah bersinar di Indonesia pada 2000-an. Sebut saja ST 12, Wali, Armada, Hijau Daun, dan Kangen Band. Lagu-lagu mereka kala itu ramai disiarkan di radio dan video musiknya diputar setiap hari di televisi nasional.
Lantunan musik pop Melayu terbilang ringan dan mudah dinyanyikan. Wajar jika pendengar atau orang yang tak sengaja mendengarnya merasa musik tersebut seperti diulang berkali-kali di dalam pikirannya. Kondisi ini disebut earworm atau ”cacing telinga”. Buat beberapa orang, menyanyikan lagu pop Melayu mungkin menjadi sebuah guilty pleasure. Pendengar seakan punya love-hate relationship dengan musik ini. ”Menurut saya, masyarakat menyanyikan lagu pop Melayu untuk mencari sesuatu yang baru dan segar. Mungkin juga untuk mencari sensasi baru,” kata Idhar.
Kembali ke konteks awal, ”Salah Apa Aku” bisa menjadi titik balik baru buat kebangkitan musik pop Melayu di Indonesia. Kejadian viral yang dialami Ilir 7 disambut sebagai energi positif buat terus menghasilkan karya musik terbaik. Ave berharap agar hal ini juga bisa membakar semangat musisi-musisi pop Melayu lainnya. Semoga semangat ini tidak lekas menguap seperti hal-hal viral lain.