Stop Kelebihan Dimensi dan Muatan pada Truk dan Bus!
Terdorong rasa keprihatinan, empat pemangku kepentingan ingin berkontribusi menghentikan kecelakaan lalu lintas yang belakangan marak disebabkan oleh truk ataupun bus.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdorong rasa keprihatinan, empat pemangku kepentingan ingin berkontribusi menghentikan kecelakaan lalu lintas yang belakangan marak disebabkan oleh truk ataupun bus. Tak menampik isu ”main mata” yang masih kerap mewarnai proses pengurusan perizinan laik jalan, langkah-langkah strategis terus diupayakan untuk mempersempit ruang gerak terjadinya pelanggaran over dimension over load atau ODOL.
Keempat pemangku kepentingan dalam Diskusi Pintar Forwot Indonesia bertajuk ”Road to Zero ODOL Trucks on the Roads”, di Jakarta, Kamis (3/10/2019), tak henti-hentinya menginisiasi ”stop kelebihan dimensi ataupun muatan”. Keempat pemangku kepentingan itu adalah Kementerian Perhubungan Darat, Korlantas Polri, Jakarta Defensive Driving Consuting (JDDC), dan Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI).
Dalam sejumlah pandangan empat institusi yang disampaikan hampir 2,5 jam terungkap berbagai konsekuensi terjadinya ODOL yang harus diterima semua pihak. Bukan hanya negara sebagai penyedia prasarana jalan yang dirugikan, melainkan juga secara tidak langsung pelanggaran ODOL ini sebenarnya juga menurunkan produktivitas.
Modus ODOL, sebagaimana dicermati Korlantas Polri, dapat berupa pemanjangan sasis truk atau bus tanpa menyesuaikan standar industri otomotif hingga peninggian ataupun pelebaran bak penampungan yang kerap dilakukan pengusaha karoseri. Selain berpotensi mengakibatkan kecelakaan, ODOL juga menyebabkan kemacetan lalu lintas, kerusakan jalan, ancaman besar bagi pengguna jalan lain, dan sesungguhnya mempercepat kerusakan kendaraan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, pelanggaran dimensi dipastikan akan berpotensi pada kelebihan muatan. Bahkan, tanpa pelanggaran dimensi pun, potensi kelebihan muatan dapat terjadi. Regulasi yang diciptakan selama ini sebenarnya sudah cukup lengkap, tetapi pemalsuan dokumen masih saja terjadi.
Untuk mempersempit ruang gerak terjadinya ODOL, Kemenhub memulai dari aspek industri yang diwajibkan memiliki surat uji tipe (SUT) dalam setiap produknya. Begitu sudah diproduksi massal, diperlukan surat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan. Kini, SRUT juga sudah mulai bisa diproses secara daring.
”Pelanggaran overload bisa terlihat secara kasatmata. Sebetulnya, bisa juga dilihat berdasarkan surat jalan. Namun, untuk lebih memastikan terjadinya pelanggaran, jembatan timbang menjadi pendeteksinya,” kata Budi.
Menurut Budi, selama ini Indonesia belum mengenal pembatasan usia truk. Yang ada, baru pembatasan usia bus.
Ikut andil
Kasubditwal Korlantas Polri Komisaris Besar Bambang Sentot Widodo mengatakan, ”Rasanya memang tidak adil ketika kecelakaan yang melibatkan truk atau bus membuat pengemudinya dijadikan tersangka. Padahal, perusahaan operator yang memerintahkan pengiriman barang juga turut andil atas terjadinya kecelakaan tersebut.”
Siapa sesungguhnya yang melanggar? Bambang mengatakan, sesungguhnya pengusaha transportasi dan pemilik barang ikut andil atas terjadinya kecelakaan. Sebab, mereka berupaya menekan biaya transportasi barang.
Jika sesuai dengan standar ukuran truk yang ditetapkan, pengusaha transportasi hanya akan memperoleh keuntungan minimal. Bahkan, mereka akan merugi karena harus bersaing dengan perusahaan jasa transportasi lainnya.
Selama ini, lanjut Bambang, biaya jasa antar barang belum memiliki standar ongkos yang baku. Biaya angkut, baik dalam hitungan tonase maupun volume, belum ada.
Jusri Pulubuhu, instruktur senior keselamatan berkendara JDCC, mengatakan, jika membedah badan kendaraan yang sesuai standar, sebetulnya setiap kendaraan memiliki area blind spot. Truk, semakin diperbesar dimensinya, semakin besar pula area blind spot. Semua kerawanan itu tersebar di seluruh sudut kendaraan, mulai dari depan, belakang, samping kiri dan kanan, hingga area atap kendaraan.
”Terjadinya ODOL bukan hanya terlihat di jalan tol atau jalan besar. Kondisi itu juga terjadi di daerah-daerah terpencil sehingga menjadi tugas pemerintah daerah pula dalam mencegah terjadinya ODOL. Sebab, bagaimanapun perawatan jalan tidak serta-merta menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,” tutur Jusri.
Tak bisa satu pihak
Presiden Direktur PT IAMI Jap Ernando Demily mengatakan, kompetisi antar-perusahaan angkutan menjadi salah satu pemicu ODOL. ODOL dipilih perusahaan angkutan karena mereka masih menanggung beban depresiasi kendaraan dan biaya kredit kendaraan. ODOL tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak tertentu.
Dari sisi industri, desain Isuzu selalu berupaya memenuhi aturan pemerintah. Setiap memproduksi varian baru, Isuzu selalu mengajukan SUT agar pelayanan konsumen terpuaskan dan memiliki kepastian dalam memiliki kendaraannya. Isuzu selalu mendukung untuk menginisiasi pembangunan ekosistem yang aman di jalan raya.
Menurut Ernando, untuk menekan terjadinya ODOL, Isuzu turut memberikan sosiasialisasi pentingnya SRUT agar tidak lagi ditemukan buku KIR palsu. Bahkan, Isuzu pun berupaya memberikan sertifikasi pada 41 perusahaan karoseri yang dibina kualitasnya, termasuk pendampingan teknis dan legalitasnya.
”Paling enggak, karoseri-karoseri memiliki surat keputusan rancang bangun atau SKRB yang asli,” ujar Ernando.
Di lain sisi, lanjut Ernando, setiap produk Isuzu juga dilengkapi dengan sistem ECU untuk mengetahui apakah selama operasional kendaraan Isuzu itu mengalami kelebihan muatan atau tidak. Jika terindikasi tidak sesuai ketentuan dalam memuat beban, sebagaimana terbaca oleh ECU, garansi perbaikan atau penggantian suku cadang tidak dapat berlaku.
Sebagai langkah solutif, Ernando memandang bahwa produktivitas sebetulnya bisa dicapai tanpa harus memodifikasi kendaraan yang malah menyebabkan ODOL. Dengan menekan terjadinya ODOL, usia kendaraan menjadi lebih panjang, jalan yang dilalui tidak cepat rusak, dan akhirnya dapat memperbanyak rit pengangkutan dari satu titik ke titik lain. Kelebihan beban justru hanya akan membuat kendaraan berjalan lambat sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas.