Boleh ke Raja Ampat asal...
Tidak boleh ada selembar plastik atau sampah lainnya yang dibuang sembarangan oleh peserta di seluruh kawasan Raja Ampat yang dikunjungi. Aturan itu berlaku demi kelestarian alam Raja Ampat.
Veronika baru saja tuntas menjelajahi keindahan alam bawah laut di Sauwandarek, Raja Ampat, Papua Barat, Minggu (20/10/2019) siang. Susah payah dia mengangkat tubuh dari air, menaiki perahu cepat. Begitu menjejak lantai perahu, dia mengambil botol minum, meneguk habis isinya, lalu mengisi ulang dari pompa air minum galon di perahu.
”Haus banget,” ujarnya. Botol minum itu ibarat ”pusaka” bagi Veronika selama berada di Raja Ampat. Ia menjadi peserta Festival Pesona Bahari Raja Ampat 2019.
Botol itu pemberian panitia. Demi menjaga kawasan Raja Ampat, seluruh peserta wajib minum dari botol isi ulang. Begitu juga dengan makanan yang selalu dibawa menggunakan wadah khusus dari penginapan yang dapat dipakai ulang.
Tidak boleh ada selembar plastik atau sampah lainnya yang dibuang sembarangan oleh peserta di seluruh kawasan Raja Ampat yang dikunjungi. Aturan itu berlaku demi kelestarian alam Raja Ampat.
Tidak boleh ada selembar plastik atau sampah lainnya yang dibuang sembarangan oleh peserta di seluruh kawasan Raja Ampat.
Memiliki ribuan pulau adalah harta karun Raja Ampat. Setelah sektor perikanan dan kelautan yang menjadi tulang punggung, Raja Ampat kini sedang bergairah mengembangkan pariwisata. Siapa pun boleh datang asal mau bersama menjaga kawasan yang menyandang status Geopark Nasional, sekaligus Kawasan Konservasi Perairan Nasional itu.
Syarat itu tidak main-main. Sebagai gugusan pulau-pulau kecil, Raja Ampat memiliki kekayaan hayati laut melimpah. Gugus pulau-pulau kecil itu terletak di wilayah coral triangle yang menjadi jantung keanekaragaman terumbu karang dunia. Keberadaannya amat penting tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga dunia.
Oleh karena itu, menjaga Raja Ampat dari kerusakan adalah kewajiban. Tak hanya kewajiban pemerintah dan warga setempat, tetapi juga kewajiban siapa pun yang datang, termasuk untuk tujuan berwisata.
Kegetolan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat untuk menarik wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, salah satunya diwujudkan dalam penyelenggaraan Festival Pesona Bahari Raja Ampat 2019 pada 18-22 Oktober. Melalui festival itu, Pemkab Raja Ampat mempromosikan potensi alamnya yang luar biasa.
Sesuai dengan tema penyelenggaraan tahun ini, ”Exotic Raja Ampat, from Ridge to Reef”, para wisatawan peserta tur yang ditangani oleh G-Tour menjelajahi keindahan alam Raja Ampat. Mulai dari tebing-tebing karstnya yang menyuguhkan pemandangan elok, lanskap alam seperti sungai-sungai yang memiliki panorama indah, sampai keindahan alam bawah lautnya yang memesona.
Beberapa di antaranya Ajele, Batu Kelamin, Kalibiru, Geosite Piaynemo, hingga lokasi snorkeling, seperti di Priwen Wall, Sauwandarek, dan Yenbuba. Semua sepakat, alam Raja Ampat indah luar biasa.
”Karena kekayaan kita alam, semua sendi kehidupan kita berbasis alam. Kalau di laut, tergantung laut. Di darat, tergantung darat. Artinya, lestarinya laut, lestarinya darat adalah masa depan Raja Ampat,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Raja Ampat Yusdi Lamatenggo, di Raja Ampat.
Papua Barat, kan, sebetulnya aman.
Raja Ampat tercatat memiliki 2.713 pulau dengan 80 persen wilayahnya merupakan lautan. Dalam konteks bahari, Yusdi menegaskan, potensi Raja Ampat tak semata berupa laut, tetapi juga pulau-pulau kecil yang ada di Raja Ampat, termasuk potensi daratannya. Potensi itulah yang diperlihatkan kepada peserta Festival Pesona Bahari Raja Ampat.
Dua tahun terakhir, Festival Pesona Raja Ampat masuk dalam Calendar of Events Kementerian Pariwisata. Sebagai konsekuensinya, festival yang digelar tak semata perayaan belaka. Lebih dari itu, harus mampu menggerakkan seluruh unsur pariwisata, seperti agen perjalanan, hotel, pemandu wisata, dan seluruh masyarakat. Dengan begitu, diharapkan terbangun dampak ekonomi. ”Ini penting,” kata Yusdi.
Semula, komitmen peserta mancanegara, antara lain dari Jepang, Taiwan, China, dan Hong Kong, untuk berpartisipasi dalam festival ini sangat besar. Namun, kondisi keamanan Papua yang sempat terganggu menyebabkan calon peserta dari negeri-negara itu membatalkan kehadiran mereka.
”Papua Barat, kan, sebetulnya aman. Namun, mereka melihat di Papua orang eksodus,” ujar Wakil Bupati Raja Ampat Manuel Piter Urbinas.
Dampak lingkungan
Selain menarik wisatawan, hal yang tak kalah penting dari penyelenggaraan Festival Pesona Bahari Raja Ampat adalah evaluasi terhadap dampak lingkungan. Selama ini, upaya Pemkab Raja Ampat melindungi lingkungannya yang merupakan kawasan konservasi dan taman bumi terlihat cukup serius.
Salah satunya terlihat saat penyelenggaraan festival. Baik di darat maupun di laut, sampah dikelola dengan baik. Selama penyelenggaraan festival bahkan digelar lomba mengumpulkan sampah berhadiah koin emas. Ini menunjukkan komitmen pemerintah setempat terhadap kelestarian lingkungan Raja Ampat.
Menurut Yusdi, meski ada target untuk mendatangkan 50.000 wisatawan per tahun, mereka tak mau terlalu mengacu pada target tersebut. ”Kami enggak terlalu berpatokan dengan jumlah karena Raja Ampat lebih ke special interest (minat khusus). Kami juga hitung daya dukung lingkungan karena ada batas kemampuan kawasan kita dalam menerima orang, yaitu 100.000 orang per tahun,” kata Yusdi.
Kita beri kesempatan usaha lokal untuk berkembang. Jangan dibalik.
Apabila Raja Ampat menjadi kawasan wisata massal, Yusdi justru ngeri. ”Karena kekayaan kita, kan, alam. Kalau semua buatan, bikin theme park, banyak orang enggak apa-apa. Kalau alam, batu koral rusak, puluhan tahun baru bisa balik,” katanya.
Terkait hal itu, pemerintah setempat juga mengeluarkan regulasi yang mengatur tentang penyelenggara pariwisata di Raja Ampat. Manuel mengungkapkan, sesuai regulasi pemerintah daerah, ada aturan tentang investasi di Raja Ampat.
”Hotel skala besar kami batasi, enggak boleh terlalu banyak. Kami beri kesempatan usaha lokal untuk berkembang. Jangan dibalik. Jangan lokal sedikit, investasi banyak,” katanya.
Untuk resor, kuota yang diterbitkan adalah 20 buah dengan sistem sewa tanah selama 15-30 tahun tergantung dari kesepakatan dengan pemilik lahan. Begitu juga dengan kapal-kapal untuk program Life on Board (LOB) yang dibatasi 40 buah per tahun. Sementara perahu cepat dibatasi 60 buah.
Sebaliknya, untuk homestay yang dikelola masyarakat lokal, ada fasilitas khusus yang diberikan berupa sarana dan prasarana homestay. ”Kami dorong mereka untuk meningkatkan fasilitas agar standarnya bisa terus membaik. Tamu homestay 99 persen orang asing,” kata Manuel.
Saat ini, jumlah homestay di Raja Ampat 230 buah yang tersebar di seluruh wilayah Raja Ampat. Pada tahun 2017, Asosiasi Homestay Raja Ampat mendapat penghargaan dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) sebagai usaha masyarakat yang memperhatikan aspek lingkungan.
Pemkab Raja Ampat juga tengah menjajaki kemungkinan membangun kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata agar kegiatan pariwisata Raja Ampat dapat difokuskan di kawasan tersebut. Dengan begitu, kelestarian lokasi-lokasi yang tidak masuk dalam kawasan tersebut tetap terjaga.
Wisata Raja Ampat tidak melulu mahal sebagaimana anggapan selama ini.
Saat ini sudah ada dua lokasi yang diproyeksikan menjadi KEK. Luasnya sekitar 300 hektar. ”Jadi, nanti orang enggak bangun sembarangan di pulau-pulau indah itu. Masalah sampah juga bisa diatasi,” kata Yusdi.
Minat khusus
Terkait anggapan wisata Raja Ampat yang mahal, Yusdi memberikan alasan. Hal ini, menurut dia, karena Raja Ampat merupakan pariwisata minat khusus sehingga karakter wisatawan yang datang ke Raja Ampat pun terseleksi secara alamiah.
Namun, tidak berarti wisatawan yang datang ke Raja Ampat tidak memiliki pilihan untuk menikmati wisata di Raja Ampat. Wisata Raja Ampat tidak melulu mahal sebagaimana anggapan selama ini.
Harga tiket pesawat yang mahal juga kebutuhan transportasi berupa perahu cepat menjadi salah satu penyebab tingginya ongkos pariwisata ke Raja Ampat. Namun, sebenarnya hal itu bisa disiasati karena ada banyak pilihan akomodasi di Raja Ampat.
”Kalau tinggalnya di dive resort, memang mahal karena beda dengan hotel biasa. Ada fasilitas untuk diving sehingga butuh investasi besar. Begitu juga dengan LOB yang bisa mencapai ratusan juta rupiah karena dia paket lengkap. Namun,
kalau menginap di homestay milik masyarakat lebih murah,” kata Yusdi. Saat ini, harga menginap di homestay berkisar Rp 450.000-Rp 500.000 per malam.
Beberapa waktu lalu, salah satu maskapai berbiaya murah baru saja membuka rute Jakarta-Sorong. Kehadiran maskapai tersebut diharapkan dapat membuka ruang kompetisi sehingga harga tiket pesawat pun menjadi lebih bersaing.
Saat ini, pemerintah setempat juga mengupayakan perpanjangan landasan pacu bandar udara di Raja Ampat menjadi 2.000 meter agar dapat didarati pesawat jet jenis Boeing. Target tersebut diharapkan dapat dipenuhi pada 2020.
Karena kami cinta alam, yang datang juga harus cinta alam.
”Kami juga berharap bandara ini nanti bisa menjadi bandara internasional karena kalau dari luar negeri ada Republik Palau yang jaraknya hanya 1,5 jam ke Raja Ampat,” ujar Yusdi.
Setelah Festival Pesona Bahari, bulan ini akan digelar Festival Misool. Pemerintah setempat kembali bekerja sama dengan G-Tour. Ke depan, G-Tour juga akan meluncurkan minicruise yang akan melayari kawasan-kawasan bahari di Tanah Air, termasuk Raja Ampat, melalui program Indonesia Archipelago, mulai Mei 2020.
Baca juga: Laut Mama, Hutan Bapa
Terkait rencana-rencana tersebut, Bupati Raja Ampat Abdul Faris Umlati mengungkapkan, pihaknya berusaha terus meningkatkan komitmen dalam upaya menjaga kekayaan alam Raja Ampat.
”Kami butuh banyak orang datang ke Raja Ampat. Namun, karena kami cinta alam, yang datang juga harus cinta alam. Kalau hanya mau merusak alam, tidak usah datang ke Raja Ampat,” ujar Faris dengan tegas.