Dalam selembar batik marunda, tergores cerita tentang cinta. Batik marunda tercipta dari tangan-tangan para ibu yang mencintai kotanya, keluarganya, dan warisan budayanya.
Kain batik berlatar gelap, seperti hitam, biru tua, merah tua, ditingkahi motif-motif unik ini memeriahkan pergelaran Jakarta Fashion Week 2020, 22-28 Oktober 2019. Dalam bingkai tajuk ”Membatik untuk Ibu Kota Jakarta”, lembaran-lembaran batik marunda membawa kisah yang penuh warna.
Veronica Tan, pembina para pembatik di Marunda, Jakarta Utara, menuturkan, batik marunda lahir dari ibu-ibu yang tinggal di tiga rumah susun di Jakarta, yakni Marunda, Rawa Bebek, dan Pesakih. ”Ketika itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memindahkan warga dari Waduk Pluit ke rusun. Lalu kami membuat program untuk memberdayakan para ibu agar bisa mandiri,” tutur Veronica, yang waktu itu menjabat Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) DKI Jakarta saat bincang-bincang tentang batik marunda, Jumat (25/10).
Dalam selembar batik marunda, tergores cerita tentang cinta.
Awalnya, ibu-ibu itu ragu-ragu ketika diajari membatik karena merasa itu bukan ranah mereka. Irma Gamal Sinurat dari tim Dekranasda menambahkan, betapa berat upaya melahirkan batik marunda. Dalam satu kali pelatihan, datang 100 orang, tetapi yang bertahan hanya dua orang. Para ibu itu lebih terbiasa dengan pekerjaan seperti buruh cuci sehingga menggunakan canting untuk membatik merupakan perjuangan tidak mudah.
”Setelah tiga kali pelatihan, sekarang kami punya 18 pembatik dari Rusun Marunda. Dari Rawa Bebek 22 orang. Di Pesakih ada penyulam untuk memberi sentuhan lain pada batik,” ujar Irma.
Tak hanya dalam melatih pembatik, penciptaan motif untuk batik marunda pun tak lepas dari tantangan tersendiri. Batik jakarta sudah dikenal dengan sejumlah motif khas, seperti ondel-ondel atau Monas. Dekranasda ingin agar ada motif lain selain ikon itu.
Dekranasda lalu menggandeng desainer Wendy Sibarani untuk membuat motif. ”Awalnya saya terpengaruh motif batik di Jawa yang kecil-kecil dan halus. Menjeritlah para ibu itu karena terlalu rumit. Setelah menjajaki kemampuan, gambarnya disesuaikan,” katanya.
Terciptalah motif topeng dan petasan yang terinspirasi acara Lebaran Betawi di Rorotan, Jakarta Utara; motif teratai yang terinspirasi dari bulus atau kura-kura air tawar yang banyak terdapat di Lebak Bulus; serta motif burung kipasan belang yang merupakan hewan endemik Pulau Seribu.
Batik jakarta sudah dikenal dengan sejumlah motif khas, seperti ondel-ondel atau Monas.
Ada pula motif flora dan fauna, seperti ubur-ubur, kupu-kupu, atau tanaman lee kuan yew. Garisnya ditarik lebih modern. Ukuran motifnya pun diperbesar.
Tak berhenti pada lembaran kain, Dekranasda bekerja sama dengan desainer untuk merancang baju dan penjahit berkualitas untuk memproduksi busana dari batik tersebut. Terciptalah blus, gaun, syal, luaran (outer) semacam kimono, dan kemeja pria dari batik marunda. Beberapa kreasi dipadu dengan lurik dengan palet warna senada sehingga busana lebih atraktif.
Kini, proses membatik, mulai dari menjiplak pola, mencanting, mencelup, memberi warna, hingga menyulam, menghidupkan suasana rusun. Perekonomian keluarga pun turut bergerak berkat karya penuh cinta. (FRO)