Berkat bentang alam yang sering mengalami perubahan cuaca ekstrem, masyarakat di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, bertahan hidup dengan mengawetkan bahan makanan. Mereka mengasapi daging, menyimpan madu di dalam tanah, serta mengeringkan atau mengasinkan sayuran dan jamur.
Daging asap khas daerah tersebut kini semakin digemari banyak kalangan. Di Jakarta, banyak restoran yang menawarkan menu se’i dengan berbagai variasinya.
”Setahu saya, se’i artinya dipanggang. Teknik pemanggangannya tidak langsung di atas api, tetapi diasap,” ujar pegiat pangan lokal dari Timor Tengah Selatan, NTT, Dicky Senda.
Dicky bersama Komunitas Lakoat Kujawas yang berbasis di Pegunungan Mollo sedang meriset pangan lokal, termasuk se’i, selama tiga tahun terakhir. Mereka mencatat resep-resep makanan dan pengetahuan orang Mollo terkait pengawetan bahan makanan mengingat bentang alam yang ekstrem tersebut. Meskipun demikian, detail sejarah se’i belum lengkap dan mendalam.
Semua jenis daging, lanjut Dicky, seperti sapi, babi, dan ayam, bisa diolah dengan teknik se’i. Daging matang karena asap dan uap panas. Ada jarak dari api ke daging. Asap tersebut yang akan membuat daging bisa awet bertahun-tahun.
Untuk memberi cita rasa, digunakan kayu dan daun kosambi yang banyak tumbuh di NTT. ”Secara tradisional, daging se’i memang tidak dibuat untuk langsung dimakan. Kembali lagi ke konsep ketahanan pangan, daging digantung di rumah tradisional, ume kbubu, bersama dengan jagung kering, kacang, padi, dan lain-lain di atas tungku yang terus menyala dan berasap,” paparnya.
Sewaktu-waktu ingin menikmatinya, orang tinggal memanaskan sedikit daging yang sudah mengering itu di atas bara. Daging se’i dimakan bersama dengan jagung bose, yakni jagung kering yang ditumbuk agar keluar kulit arinya lalu dimasak dengan aneka kacang lokal.
Daging se’i juga sangat cocok disantap bersama sambal lu’at. Sambal ini merupakan salah satu sambal khas yang umum dijumpai di wilayah Timor.
Sambal lu’at juga merupakan hasil pengawetan cabai sehingga bisa dimakan kapan saja sepanjang tahun. Bahkan, sambal lu’at bisa disimpan lebih dari setahun. Sambal ditaruh dalam tabung bambu dan digantung juga di atas tungku di ume kbubu.
”Jadi, kalau ditanya sejak kapan se’i itu ada, kayaknya sejak orang Timor tahu dan bikin rumah tradisional ume kbubu, tempat tinggal sekaligus lumbung. Banyak tradisi pangan orang Timor bisa terekam jelas di situ,” ucap Dicky. (FRO)