Gorontalo 37 Derajat
Ketika sinar matahari begitu terik di suatu daerah, orang biasanya melontarkan gurauan dengan menyebut mataharinya ada dua, tiga, dan seterusnya. Namun, guyonan serupa di Gorontalo lebih hiperbolik. Di Gorontalo, satu orang dapat satu matahari!
Provinsi pemekaran dari Sulawesi Utara ini berbentuk daratan memanjang dari timur ke barat dan diapit dua lautan, yaitu Teluk Tomini di selatan dan Laut Sulawesi di utara.
Dilingkari lautan, di Gorontalo bermukim suku Bajo yang dikenal sebagai orang laut. Mereka bermukim di atas permukaan laut dengan rumah panggung terbuat dari kayu. Persisnya di Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato. Desa ini bisa ditempuh dengan lima jam perjalanan darat dari Bandara Djalaluddin, Gorontalo.
Pencinta wisata bahari tak akan kecewa singgah di kampung suku Bajo. Setiba di tepi pantai, perjalanan menuju ke Torosiaje dilanjutkan dengan ketinting (perahu kayu bermesin tempel). Hanya butuh 10 menit untuk tiba di perkampungan yang seluruhnya berbentuk rumah panggung di atas perairan Teluk Tomini itu.
Torosiaje sudah melek wisata sehingga beberapa warga di sana mendirikan penginapan untuk disewakan bagi tamu yang berkunjung. Bagi penikmat kuliner laut, tak perlu cemas. Ikan, ikan, dan ikan adalah menu sehari-hari di Torosiaje.
Ditambah sambal dabu-dabu khas Gorontalo. Sambal dari irisan cabai merah, cabai rawit, dan tomat yang dicampur dengan minyak kelapa. Akan lebih cocok kalau ikannya dibakar, bukan digoreng.
Menjajal ketinting dan mandi di laut adalah keasyikan tersendiri. Merekam aktivitas di kampung Bajo juga tak kalah menarik. Bagi penggemar fotografi, menunggu matahari terbit di kampung Bajo akan sangat menyenangkan. Kilauan emas pantulan cahaya matahari di permukaan air laut menghadirkan panorama luar biasa.
”Kami sedang bergegas membangkitkan kebanggaan sebagai orang Bajo. Rencananya, akan dibangun museum untuk mengenalkan Bajo kepada khalayak, terutama kepada generasi muda suku Bajo, agar mereka mengenal jati diri mereka sendiri,” kata Rena Pasandre (32), salah seorang pemudi Desa Torosiaje, yang aktif memberdayakan pemuda-pemudi di sana untuk sadar wisata, saat dijumpai beberapa waktu lalu.
Wisata bahari di Gorontalo bukan saja tentang suku Bajo di Torosiaje. Di bagian timur provinsi ini ada dua obyek wisata yang tak kalah menarik, yaitu Pulau Raja dan Pulau Saronde, di Gorontalo Utara.
Kedua pulau itu menawarkan panorama laut yang luar biasa. Sekadar pemandangan saat senja ataupun kecantikan terumbu karang yang dilihat dengan snorkelling sama-sama mengesankan.
Bagi penikmat kesunyian, Saronde dan Raja adalah pilihan tepat. Menikmati ikan bakar, mendirikan tenda di atas tanah berpasir, ditemani api unggun di malam hari, sembari dihibur debur ombak, jadi alternatif lain menikmati liburan dan waktu santai.
Namun, Gorontalo tak melulu soal laut. Provinsi ini punya sejarah panjang. Tak jauh dari ibu kota provinsi ada Benteng Otanaha. Benteng ini berdiri tegak di puncak bukit di Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat, sekitar 20 menit perjalanan darat dari Kota Gorontalo.
Benteng dan Soekarno
Benteng ini diperkirakan dibangun pada abad ke-15. Dari papan informasi pada bangunan di halaman masuk benteng terdapat keterangan, Otanaha terdiri atas dua kata, yaitu Ota (bahasa Gorontalo berarti benteng) dan Naha yang tak lain adalah nama putra pasangan Raja Iluta dengan Permaisuri Tolangohula. Selain Naha, Raja Iluta juga punya anak bernama Ndoba dan Tiliaya. Namun, saat remaja, Naha berkelana meninggalkan kampung halamannya.
Awal berdirinya benteng itu dimulai saat kapal milik Portugis terdampar di Gorontalo pada abad ke-15. Diduga kapal terdampar akibat cuaca buruk atau karena menghindari kejaran bajak laut. Setelah mendarat di Gorontalo, kapten kapal Portugis lantas menemui Raja Iluta untuk menjalin kerja sama.
Portugis dan kerajaan bersepakat membangun benteng sebagai pertahanan dari ancaman musuh yang bisa menyerang sewaktu-waktu. Namun, hubungan Portugis dengan Raja Iluta terputus di tengah jalan. Portugis pun diusir dari Gorontalo. Naha, yang berkelana, kembali pulang dan menemukan sisa benteng itu. Oleh warga Gorontalo, benteng itu dinamai Otanaha atau benteng yang ditemukan Naha.
Persis di bawah benteng membentang Danau Limboto seluas 2.500 hektar. Sayangnya, sebagian besar permukaan air danau tertutup oleh eceng gondok. Dulu, luas danau ini lebih dari 7.000 hektar. Pendangkalan akibat sedimentasi menyebabkan luas danau perlahan menyusut.
Danau Limboto juga sarat dengan sejarah. Bagian barat danau ini menjadi saksi kedatangan Soekarno, Presiden pertama RI, pada 1950 dan 1956. Soekarno berkunjung menggunakan pesawat amfibi. Untuk mengenang Soekarno, di lokasi itu didirikan rumah yang diberi nama Rumah Pendaratan Soekarno.
Kini, bangunan yang telah direnovasi itu disebut Museum Pendaratan Pesawat Amfibi. Tepian danau lalu dimodifikasi menjadi tempat wisata dengan beberapa fasilitas.
Bagaimana dengan kulinernya? Ada yang khas di Gorontalo, yaitu sate tuna dan ilabulo. Sate tuna, seperti sate pada umumnya, berbahan daging ikan tuna yang dipotong persegi. Beberapa rumah makan yang populer dikunjungi lantaran kelezatan sate tunanya terletak di Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Ada rumah makan yang persis di tepi pantai, ada pula yang berdiri di pinggir Sungai Bone.
Nah, ilabulo punya keunikan sendiri. Sekilas bentuknya seperti lemper. Namun, bahan utama kuliner ini adalah sagu, jeroan ayam (ati ampela), telur, dan berbagai bumbu yang diolah dalam satu adonan dan dibungkus daun pisang. Ilabulo dibakar di atas arang batok kelapa sehingga menambah aroma kesedapannya.
Rasanya gurih dan pedas dengan tekstur kenyal yang memperkaya sensasi kunyahan. Akan semakin nikmat mengunyah ilabulo ditemani secangkir kopi panas.
Menurut riwayat, ilabulo bukan sekadar makanan biasa. Ia menjadi serpihan sejarah masa lalu di zaman kerajaan di Gorontalo. Alkisah, ilabulo disantap sebagai simbol perdamaian antara Kerajaan Hulonthalo dan Kerajaan Limutu. Hulonthalo adalah nama tua Gorontalo, sedangkan Limutu adalah Limboto masa kini yang menjadi ibu kota Kabupaten Gorontalo.
Jangan lupa, Gorontalo juga dikenal dengan sebutan ”Kota Serambi Madinah”. Kota ini punya obyek wisata religi, yaitu Masjid Walima Emas. Masjid di Desa Bongo, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo, ini persis berada di puncak bukit. Pemandangan di bawahnya adalah hamparan Teluk Tomini.
Meski suhunya bisa mencapai 37 derajat celsius, menikmati jalanan trans-Sulawesi di Gorontalo dijamin tak terasa panas-panas amat. Sepanjang perjalanan terhampar pepohonan dan pemandangan laut.