Yang Muda, yang Bernostalgia
Di tengah lautan penonton yang merasa diri bagian dari generasi 90-an, tampak wajah-wajah muda turut menikmati The 90’s Festival. Konser musik dengan musisi-musisi penampil yang pernah moncer di dekade 90-an itu rupanya turut memikat generasi milenial.
Saat grup musik Vertical Horizon mengentak panggung pada ajang The 90’s Festival di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019) malam, dua gadis muda kisaran usia 20-an tahun ikut bernyanyi dan bergoyang. Di tangan mereka tergenggam ponsel yang sebentar-sebentar dibaca.
Rupanya, di layar ponsel itu terpampang lirik lagu yang tengah dinyanyikan oleh Matt Scannell, vokalis Vertical Horizon sejak tahun 1991. Dengan bantuan mesin pencari, si gadis yang tak hafal lirik itu pun ”terselamatkan”. Dia bisa sing along bersama penonton lain.
Pemandangan semacam itu jamak dijumpai di area sekitar panggung tempat konser digelar. Generasi milenial tak terlalu kenal dengan band-band yang sebenarnya pernah berjaya di era 90-an seperti Vertical Horizon dengan lagu hit ”Best I Ever Had”.
Saat Vertical Horizon tampil, dua sahabat, Dimas (23) dan Rizal (23), justru tengah menikmati jeda. Mereka menanti pesanan mi instan yang antreannya cukup panjang. ”Mau nonton yang (grup musik) Indonesia saja. Yang Barat enggak terlalu berminat,” ujar Dimas.
Salah satu incaran Dimas dan Rizal adalah band asal Yogyakarta, Sheila on 7. Di antara para penampil, Sheila rupanya menjadi favorit banyak penonton milenial.
Salah satunya Gina (24). Gadis berkerudung yang hadir di hari kedua The 90’s Festival itu datang karena ingin menonton aksi Duta dan kawan-kawan dari Sheila on 7. ”Lagu-lagu 90’s, sih, aku masih dapet. Tetapi kalau yang lagi main di panggung itu aku enggak tahu. Aku ke sini mau nonton Sheila, sih,” katanya.
Band yang tengah tampil di panggung ketika itu adalah Arwana, band asal Kalimantan yang salah satu hit-nya ”Kunanti”. Videoklipnya pada era 90-an wara-wiri di televisi dan membetot perhatian publik.
Mala (23) yang datang berombongan dengan teman-teman sebayanya juga datang untuk menonton Sheila. Sepanjang konser Sheila yang disesaki penonton, tak hanya generasi milenial, tetapi juga penonton lebih senior, Mala dan gengnya tak henti turut bernyanyi dan berjoget mengikuti irama.
Mala hafal betul lirik-lirik lagu yang dibawakan Sheila, seperti ”Hari Bersamanya”, ”Lapang Dada”, ”Sahabat Sejati”, ”Itu Aku”, ”Pria Kesepian”, sampai ”Anugerah Terindah” dari album pertama berjudul Sheila on 7 yang dirilis tahun 1999. Di dalamnya juga ada lagu ”Dan” dan ”Kita” yang kala itu membuat Sheila meroket.
Dari atas panggung, Duta sang vokalis mengatakan, album pertama mereka memang dirilis tahun 1990-an, selebihnya sudah masuk era milenial. Album pertama itulah yang menjadi irisan antara generasi 90-an dan milenial.
Itu sebabnya saat Sheila on 7 tampil, penonton penuh sesak. Pendengar semasa lagu ”Dan” (1999) hingga lagu ”Film Favorit” (2018) sama-sama larut dalam koor yang bergemuruh. Hampir semua lagu yang ditampilkan dengan fasih dinyanyikan penonton.
Generasi 90-an pun berdampingan dengan generasi milenial menikmati lagu ”Sahabat Sejati” yang iramanya mengentak. Bedanya, yang ’senior’ mengangguk-anggukkan kepala karena tenaga terbatas, sementara yang muda lebih bertenaga, sampai rela loncat-loncatan mengikuti lagu.
Permintaan terbanyak
Selain Sheila, penampilan Naif dan Potret juga ditunggu-tunggu penonton milenial. Begitu juga sejumlah penyanyi cilik era 90-an, seperti Dea Ananda, Leony, Enno Lerian, Tasya Kamila, Natasha, Tina Toon, pun Ria Enes dan boneka Suzan-nya yang tergabung dalam SLA (Save Lagu Anak). Kehadiran mereka mengobati rindu pada lagu anak yang kini sulit ditemui.
Vini (24), misalnya, tak sabar menyaksikan penampilan Naif dan Potret. Dia juga sangat menanti-nantikan aksi Hanson dan Aqua. ”Lagu-lagu mereka mewakili perasaan saya,” ujar Vini yang bekerja sebagai karyawan sebuah bank di Jakarta.
Vini gemar mendengarkan lagu-lagu 90-an melalui radio daring. Tak hanya Hanson yang sukses membuat penonton milenial seperti Vini bernostalgia, Aqua juga mampu membuat penonton milenial berlompat-lompat. Apalagi, lagu-lagu mereka tak jauh beda dengan musik elektronik yang tengah hype saat ini.
Ketika band asal Denmark itu membawakan ”Barbie Girl” dan ”Doctor Jones”, penonton bergoyang kegirangan. Mereka larut bersama aksi dua vokalis Aqua, Lene Nystrom dan Rene Dif, yang sangat atraktif.
Lene, vokalis perempuan Aqua, mengungkapkan rasa senangnya melihat antusiasme penonton. ”Industri musik terus berkembang dan situasinya selalu naik turun. Namun, saat kami menghasilkan musik yang dapat membuat orang bahagia dengan cara terbaik, orang akan menerima musik itu hingga kini,” ujar Lene.
Perwakilan Akselerasi Entertainment, Desi Ratnasari, menuturkan, band-band yang tampil di The 90’s Festival seperti Aqua selalu dipilih berdasar polling pilihan pencinta musik 90’s. ”Percuma kalau kami tidak menampilkan band-band yang diminati penonton. Tahun ini banyak band yang diminta sehingga harus digelar dalam dua hari,” kata Desi.
Beberapa band yang mendapat permintaan terbanyak adalah Sheila on 7, Wayang, dan Potret. Itulah mengapa, meski tahun lalu ketiganya sudah tampil, tahun ini kembali muncul dan terbukti tetap menyedot antusiasme penonton.
”Beberapa juga wish list tahun-tahun sebelumnya. Kayak Dr.PM itu wish list tahun 2017, tetapi baru bisa berjodoh tahun 2019. Hanson wish list tahun 2018, baru berjodoh tahun ini. Tetapi, intinya kami berusaha memenuhi keinginan para pencinta 90’s,” kata Desi.
Tahun ini, jumlah penonton milenial dikatakan Desi meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kebutuhan mereka tampaknya terpenuhi dari sisi penampil, juga dari berbagai aktivitas yang disediakan. Ada spot-spotinstagramable untuk berfoto, area permainan, hingga berbagai booth sponsor yang menghadirkan aktivitas, salah satunya yang selalu diserbu adalah karaoke massal.
Saat band yang tampil di panggung tak terlalu menarik perhatian, anak-anak milenial ini penuh semangat berkaraoke massal. Liriknya mereka contek dari layar televisi yang terpampang di booth karaoke, sementara musik dimainkan oleh seorang DJ. Sebuah fenomena yang belakangan marak di kalangan milenial.
”Ini seru banget lho. Daripada enggak ngerti yang lagi manggung siapa, mending di sini karaokean,” kata Oki (24). Wajahnya semringah dengan peluh membasahi tubuh. Oki fasih menyanyikan lagu ”2 Become 1” milik Spice Girls.
Warga lebih senior di sekitarnya memandangi dengan takjub. Sebagian ikut berjoget, sebagian mengabadikan dengan ponsel.
Neo-nostalgia
Sebuah artikel yang dilansir National Geographic menampilkan judul ”Why Are Millennials The Most Nostalgic Generation Ever”. Disebutkan, dekade 2010-an ini didefinisikan oleh neo-nostalgia. Banyak fitur dalam media sosial yang menampilkan momen nostalgia. Orang menggunakan internet untuk menjadi analog, yakni dengan membeli pakaian gaya lawas, musik lawas, juga mencari arsip-arsip lawas.
Sebuah penelitian yang dilakukan New York University menemukan bahwa kaum milenial sekarang ini lebih akrab dengan musik yang dirilis tahun 1960-an hingga 1990-an. Studi dilakukan atas 643 responden berusia mayoritas 18-25 tahun yang tinggal di area metropolitan New York.
Itulah mengapa, saat The 90’s Festival, para penonton usia muda ini tak hanya menonton di panggung-panggung, tetapi juga memadati acara karaoke yang digelar booth sponsor. Mereka bernyanyi, berjoget, mengikuti irama lagu, adakalanya tanpa menghiraukan pentas di atas panggung.
Dekade 1990-an dipandang sebagai era kejayaan musik. Musik pada masa itu terasa spesial. Seperti kata vokalis Vertical Horizon, Matt Scannell, ada sesuatu dalam lirik dan musik lagu-lagu era 90-an yang bisa punya resonansi dengan masa sekarang.
Dengan begitu, generasi milenial pun bisa ikut menikmatinya dengan turut bernyanyi, sampai-sampai mencari liriknya di internet. Di sisi lain, mereka cukup menikmati musiknya saja. Tak perlu ikut bernyanyi, badan tetap bergoyang sedikit, atau kaki mengetuk-ngetuk sesuai irama, juga kepala mengangguk-angguk asyik.
(Prayogi Dwi Sulistyo/ Dwi Bayu Radius/Fransisca Romana/Dwi As Setianingsih)