Ciputra Wariskan Karya Monumental
“Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.”
Pepatah lama itu sangat relevan untuk mengenang Ir Ciputra, pengusaha senior di bidang properti yang sangat dihormati di Indonesia. Ciputra yang meninggal pada Rabu (27/11/2019) dan dimakamkan pada Kamis (5/12/2019) di pemakaman keluarga di Citra Indah, Desa Sukamaju, Cileungsi, Kecamatan Jonggol, Bogor, Jawa Barat, meninggalkan nama baik karena jiwa sosialnya, komitmennya untuk memajukan dunia wirausaha, dan karya-karya monumentalnya di bidang properti.
Karya monumental yang paling awal dibangun Pak Ci, nama panggilan Ciputra, adalah Taman Impian Jaya Ancol. Ciputra yang ikut membidani pendirian Grup Jaya, badan usaha milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, juga merintis pembangunan Ancol sejak awal 1960-an. Ancol didesain menjadi tempat hiburan yang setaraf dengan Disneyland di Amerika Serikat.
Ciputra juga merancang proyek reklamasi di Ancol selama lima tahun dengan lebih dulu melakukan studi banding di Belanda dan Perancis. Semua tahapan reklamasi dilakukan dengan cermat dan diawasi dengan ketat agar ada kualitas lahan yang didapat menjadi bagus.
Pengawasan yang ketat dan detail menjadi kunci kesempurnaan hasil. Pelajaran itu yang menjadi pegangan Ciputra untuk membangun kerajaan bisnis propertinya di kemudian hari.
Ancol dirancang sebagai taman hiburan yang lengkap dan mampu tumbuh seiring waktu. Dengan perencanaan yang tepat, kawasan Ancol kini memiliki berbagai wahana hiburan dan dilengkapi dengan restoran, hotel, apartemen, gedung pertemuan, klub eksekutif, lapangan golf, sampai area permainan luar ruang.
Keberhasilan membangun Taman Impian Jaya Ancol dilanjutkan Ciputra dengan membangun karya monumental berikutnya, kawasan permukiman elit Bintaro Jaya. Kawasan itu semula hanya seluas 100 hektar pada sector 1, kini meluas sampai sektor 9 dengan total luas 2.321 hektar, dari Jakarta Selatan sampai Tangerang Selatan.
Bintaro Jaya berkembang menjadi kawasan campuran dengan berbagai aktivitas penunjang, seperti hotel, rumah sakit, perdagangan, jasa, sampai perkantoran. Kedua karya itu membuat Grup Jaya terus tumbuh dan mampu mengerjakan proyek-proyek besar lain di luar Jabodetabek.
Karena ingin memperluas karyanya, Ciputra ikut mendirikan Grup Metropolitan bersama Sudono Saim, Sudwikatmono, Budi Brasali, dan Ibrahim Risjad. Bersama Grup Metropolitan, Ciputra kembali menghasilkan karya monumental berupa Pondok Indah dan kota satelit baru Bumi Serpong Damai.
Pondok Indah di Jakarta Selatan dirancang sebagai permukiman elit. Lahan yang sebagian besar merupakan perkampungan dan kebun rakyat diubah menjadi perumahan mewah, yang dilengkapi mal-mal berukuran besar, lapangan golf internasional, dan rumah sakit elit.
Pada perkembangannya, keberadaan Pondok Indah turut memicu pembangunan di koridor Jalan TB Simatupang di sisi selatan dan di Gandaria pada sisi utara.
Bumi Serpong Damai menjadi salah mahakarya Ciputra. Kota satelit baru yang memiliki luas sekitar 6.000 hektar itu disebut sebagai salah satu kota satelit yang terbaik di Indonesia. BSD dirancang dan dibangun pada saat penduduk Jakarta belum terlalu padat
BSD disiapkan sebagai antisipasi lonjakan jumlah penduduk di Jakarta dan menjadi kawasan yang tertata, nyaman untuk ditinggali, dan memiliki banyak aktivitas yang membuatnya dapat tumbuh menjadi kota mandiri.
BSD mengakomodasi semua kebutuhan berbagai lapisan masyarakat perkotaan dengan menyediakan semua fasilitas yang diperlukan. Perencanaan kota yang diterapkan adalah perencanaan open-ended. Perencanaan kota seperti ini memberi ruang bagi bagian-bagian tertentu dari sistem kota untuk bergerak secara spontan. Pemanfaatan lahannya dapat beradaptasi dengan kebutuhan dan perkembangan teknologi, tetapi tetap dalam batas yang sudah dirancang sebelumnya.
“Sebagai kota mandiri, konsep pembangunan BSD memang dibangun untuk memenuhi segala kebutuhan manusia mulai dari lahir hingga meninggal. Fasilitas yang dibangun di BSD tidak hanya perumahan saja melainkan juga fasilitas perkantoran, pertokoan, sekolah, rumah sakit, sarana olah raga, dan industri. Bahkan tempat pemakaman pun disediakan di sini," ujar Ciputra, beberapa waktu lalu.
Saat ini, banyak aktivitas ekonomi pindah dari Jakarta ke BSD. Lingkungan tempat tinggal yang nyaman dan lalu lintas yang tidak macet membuat banyak perusahaan memindahkan kantor pusatnya ke kawasan itu.
“Dengan wirausaha, kita dapat mengubah sampah menjadi emas dan padang ilalang menjadi kota baru,” kata Ciputra.
Kata-kata itu dibuktikannya di Bumi Serpong Damai. Kawasan BSD yang semula hanya kebun karet warga dan sebagian merupakan padang ilalang, kini benar-benar tumbuh menjadi sebuah kota baru.
Ciputra tidak berhenti di situ. Dia kembali membangun CitraLand City Losari, Makassar, dengan melakukan reklamasi dan membentuk burung garuda, simbol kemegahan Indonesia di wilayah timur. Kawasan reklamasi seluas 157 hektar itu didesain menjadi kota baru yang mewah dengan percampuran antara perumahan, apartemen, perdagangan, perkantoran, dan jasa. Dermaga untuk kapal-kapal yacht pribadi juga disiapkan di sana.
Di Sulawesi Utara, Ciputra juga meninggalkan kenangan berupa Patung Yesus Memberkati. Patung itu berdiri di kawasan perbukitan di lahan Citraland Manado. Patung yang dibangun miring 20 derajat itu menggambarkan Yesus yang mengarahkan tangannya ke bawah untuk memberkati dan menghadap ke kantor Gubernur Sulawesi Utara.
Dalam percakapan dengan Kompas beberapa tahun lalu, Ciputra selalu menekankan jiwa wirausaha atau entrepreneurship dalam berbisnis properti. Dengan jiwa wirausaha itu, pengusaha properti harus berani membuat produk yang berbeda dan berkualitas prima.
“Dengan entrepreneurship, kita harus berani mengambil risiko yang sudah diperhitungkan untuk menciptakan suatu produk yang berbeda dan dapat diterima oleh masyarakat. Kita juga harus memiliki integritas dan bersikap profesional dalam berbisnis,” kata Ciputra.
Selamat jalan Pak Ci, warisanmu akan selalu kami kenang.