Nyala Api Kediri
Industri kreatif di Kota Kediri, Jawa Timur, jalin-menjalin dengan antusiasme masyarakatnya yang ulet berkarya. Ambisi mengulang kejayaan Kediri pada masa kerajaan di pertengahan abad ke-12 mulai bergulir.
Program pemangku kebijakan disambut warga yang semangat mendukung kemajuan daerahnya. Dinamika lintas sektor bermuara pada bertumbuhnya pembangunan.
Sejak pukul 05.00, para pekerja perusahaan tahu Bah Kacung Cakrawijaya sudah bercucuran peluh. Di Kelurahan Pakelan, Kecamatan Kota, Kota Kediri, Rabu (4/12/2019), dua orang menggiling kedelai. Bukan mesin modern yang digunakan. Kacang itu masih dilumatkan dengan batu besar yang berputar.
Lidah api menari-nari dari tungku besar. Asap yang mengepul sedikit memerihkan mata. Jelaga memenuhi rangka kayu dan genteng di ruang seluas 120 meter persegi itu.
”Semua proses masih manual. Sehat. Tidak ada pewarna buatan dan pengawet,” kata pemilik perusahaan tahu Bah Kacung Cakrawijaya, Herman Budiono. Ia hanya menggunakan kunyit dan sedikit garam. Jika tak disimpan di kulkas, tahu tahan 24 jam.
Tahu Bah Kacung punya kesejarahan panjang. Didirikan Lauw Soen Hok yang lebih dikenal dengan Bah Kacung pada tahun 1912, Herman melestarikan tradisi kakeknya. ”Mungkin ini pabrik tahu tertua di Indonesia. Rasa dan pengolahan masih sama sejak kakek membuka usahanya,” ujarnya.
Harga tahu Rp 3.500 per potong dengan berat sekitar 1 ons. Herman mempekerjakan lima pegawai pembuat tahu dan dua orang yang membantu mereka. ”Setiap hari kerja, saya mengolah sekitar 120 kilogram kedelai. Kalau akhir pekan, sekitar 240 kg per hari,” ujarnya.
Produktivitas itu terus meningkat. Sekitar lima tahun lalu, jumlah kedelai yang digunakan hanya separuhnya dari saat ini. ”Kenapa ramai terus karena semakin banyak wisatawan mengunjungi Kota Kediri. Apalagi, bandara akan dibangun di Kabupaten Kediri,” ujarnya.
Herman gembira bisa berpartisipasi dalam industri kreatif di Kota Kediri yang tengah melaju. Pemerintah telah memasukkan sektor kuliner dalam industri kreatif, selain bidang-bidang yang lazim dikenal, seperti film, kerajinan, mode atau fashion, dan musik. ”Setahu saya, ada sekitar 15 usaha pembuatan tahu di Kota Kediri,” ujarnya.
Kenapa ramai terus karena semakin banyak wisatawan mengunjungi Kota Kediri.
Keberlanjutan Bah Kacung berarti juga memperpanjang riwayat tahu sebagai khazanah kuliner Tanah Air. Herman sesekali diceritakan orangtuanya mengenai tahu. Konon, masyarakat Kediri termasuk yang paling awal mengenal tahu dengan datangnya pasukan Mongol di Nusantara pada abad ke-12 atau ke-13. Mereka membawa kebiasaan dari negara asalnya, termasuk membuat tahu.
Kuliner di Kota Kediri turut menggeliat dengan ragam makanan khas. Selain terkenal dengan pecel tumpangnya, cokelat industri rumahan, seperti Ibuke, Niky Coklat, Chocochie, dan Sokodeasy, dijual di banyak toko. Buah kreativitas juga melahirkan kampung khas, seperti kampung jamu, tahu, dan dongeng.
”Di Kediri, dikenal pula berbagai usaha kreatif, seperti pembuatan gitar bambu Jawa dan kreasi di atas media kayu,” ujar Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar. Dampak positif usaha kecil menengah (UKM) yang berkembang, termasuk sektor kreatif, adalah pertumbuhan ekonomi tahun 2018 di luar industri yang mencapai 7 persen.
Selain itu, tingkat pengangguran turun drastis dari 7 persen tahun 2015 menjadi 3 persen tahun 2018 atau lebih rendah dari Jawa Timur dan nasional.
”Jadi, pas kalau UKM didorong untuk maju dan sektor kreatif memang sedang berkembang,” ujarnya.
Belajar gratis
Sebagian warga Kota Kediri juga semangat mendukung industri kreatif. Mereka berduyun-duyun datang ke ruang-ruang publik untuk mengikuti kursus bahasa Inggris. Sejak 2016, Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri menggalakkan minat warganya untuk berbahasa Inggris dengan program English Massive.
Di Kelurahan Ngronggo, Kecamatan Kota, Kota Kediri, 15 anak belajar bahasa Inggris dengan hiruk pikuk. Mereka berlomba menjawab, tetapi mematuhi instrukturnya saat diminta tenang. Baju anak-anak yang sederhana amat kontras dengan tingginya gairah belajar mereka.
Penanggung jawab English Community Tambah Pintar, Heru Sugiarto, menyediakan rumahnya untuk anak-anak belajar bahasa Inggris. ”Sekarang, 80 anak ikut English Massive. Setiap belajar, lamanya sekitar 1,5 jam. Peserta paling kecil berumur 6 tahun,” ujarnya.
Tak hanya anak-anak yang tertarik. English Massive di rumah Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Ngronggo itu juga diminati remaja hingga dewasa. ”Ada anak yang senang sekali belajar. Rumahnya di Kelurahan Burengan, Kecamatan Pesantren (Kota Kediri). Padahal, jarak dari rumah saya 6 kilometer,” katanya.
Kemampuan menulis dan bertutur dengan bahasa Inggris setiap peserta rata-rata meningkat. Kehadiran instruktur pun diawasi dengan English Massive Kota Kediri. Posisi dan lama mereka mengajar dipantau dengan aplikasi tersebut. English Massive tak hanya diadakan di rumah, tetapi juga mushala, masjid, dan taman kota.
Kita harus siap bersaing.
”English Massive juga diadakan untuk mendukung industri kreatif. Jadi, mereka tidak ketinggalan. Kita harus siap bersaing,” ujar Heru sambil tersenyum. Warga diajari bahasa Inggris sejak dini agar siap menyongsong kunjungan wisatawan asing seiring optimisme cerahnya prospek industri tersebut.
English Massive yang digagas Kepala Bagian Umum Pemkot Kediri Chevy Ning Suyudi itu diikuti 2.665 peserta. Mereka tersebar di 247 kelas. Jumlah peserta jauh meningkat dibandingkan saat English Massive baru dimulai, yakni sekitar 1.000 orang. Mereka yang mengikuti English Massive tak dipungut bayaran. Begitu tinggi respons masyarakat untuk belajar bahasa Inggris hingga Chevy agak kewalahan.
Layak Pemuda
”Jumlah instruktur di Kota Kediri enggak cukup. Akhirnya, instruktur didatangkan dari Kabupaten Mojokerto dan Nganjuk serta Kota Malang,” ujar Chevy. Bahkan, beberapa instruktur berasal dari Kabupaten Indramayu dan Kota Bekasi, Jawa Barat. Setiap akhir tahun, lomba Coin Emas atau Competition In English Massive dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan para peserta dengan hadiah Rp 3 juta.
Kediri juga menerima penghargaan Kota Layak Pemuda dari Kementerian Pemuda dan Olahraga pada November 2019. Ekspresi generasi muda yang sarat kreativitas diwadahi Pemkot Kediri dengan aneka lomba. Tembok taman, perumahan, dan gang, misalnya, semarak dengan warna-warni lewat lomba mural yang diselenggarakan sejak 2017. ”Tahun 2019, malah kami menggelar lomba dua kali,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Kediri Nur Muhyar.
Program Pemberdayaan Masyarakat Plus mengalokasikan Rp 100 juta untuk setiap RT per tahun dan 10 persennya dimanfaatkan untuk kegiatan pemuda. ”Silakan kalau anak-anak muda mau berteater, jual cilok, atau beli mesin jahit,” ujar Nur.
Tampaknya ambisi mengulang kejayaan Kediri pada masa kerajaan di pertengahan abad ke-12 mulai bergulir. Indikasinya jelas, yakni munculnya dinamika lintas sektor yang bermuara pada bertumbuhnya pembangunan.