Permainan video lawas itu sudah rusak. Kehidupan pun sudah berjalan dengan baik. Lantas buat apa kembali ke belantara itu lagi? Jawabannya, untuk membuat kita terbahak lebih keras dan lebih sering.
Oleh
FRANSISCA ROMANA NINIK
·4 menit baca
Demikianlah empat sekawan Spencer, Martha, Bethany, dan Fridge bertualang lagi ke rimba yang penuh bahaya dalam avatar masing-masing. Kali ini, level kesulitan dan bahaya yang dihadapi semakin meningkat, sesuai dengan judulnya, Jumanji: The Next Level.
Film ini merupakan sekuel dari Jumanji: Welcome to the Jungle yang meraup sukses sebagai film berpendapatan terbesar kelima sepanjang tahun 2017 sebesar 962 juta dollar AS. Jumanji: The Next Level menjanjikan perubahan yang menarik dalam segi penceritaan dan pengembangan karakter.
Seperti diketahui, film Jumanji (1995) diadaptasi dari buku cerita anak berjudul sama tahun 1981 karya Chris Van Allsburg. Jumanji juga identik dengan mendiang aktor Robin Williams yang memerankan tokoh utamanya, Alan Parrish.
Produser Jumanji: The Next Level, Matt Tolmach, yang sudah lama menggemari film Jumanji, menjelaskan dalam catatan produksi apa yang mendorong pengembangan karakter dan penceritaan dalam film kali ini.
”Banyak di antara kita tidak sadar kemampuan kita. Permainan (Jumanji) memberikan gambaran sekilas kepada kita kekuatan yang harus kita rangkul. Permainan ini paham sekali tentang kita, kekuatan dan kelemahan kita, dan menantang kita untuk memberi versi terbaik diri kita,” paparnya.
Jika avatar menekan dada kirinya, muncullah daftar kekuatan dan kelemahannya. Dalam Jumanji: The Next Level, kekuatan dan kelemahan setiap avatar bertambah.
Para tokoh utama, Spencer (Alex Wollf), Bethany (Madison Iseman), Fridge (Ser’Darius Blain), dan Martha (Morgan Turner), kini telah berstatus mahasiswa. Di film sebelumnya mereka masih pelajar. Mereka berupaya menyesuaikan diri dengan level baru kehidupan mereka dengan cara berbeda-beda. Sebagian mulus, sebagian lagi lebih berat.
Masuk dua tokoh baru dalam lingkaran tersebut, yakni Kakek Eddie (Danny DeVito), kakek Spencer, dan temannya, Milo Walker (Danny Glover), yang mempunyai persoalan pribadi.
Dalam kegalauan, Spencer mengambil lagi permainan video Jumanji yang telah dirusak pada film sebelumnya agar tak menyeret mereka ke dalam bahaya lagi. Akhirnya, teman-temannya pun ikut masuk demi menyelamatkan Spencer. Tanpa sengaja dua kakek tersebut ikut tersedot.
Jika pada film sebelumnya avatar keempat sekawan itu sudah membuat penonton tergelak, kali ini penonton akan lebih terbahak karena rupanya avatar mereka tertukar. ”Bentuk” mereka masih sama, yakni Dr Smolder Bravestone (Dwayne Johnson), Mouse Finbar (Kevin Hart), Ruby Roundhouse (Karen Gillan), dan Profesor Sheldon Oberon (Jack Black), tetapi ”isi” mereka berganti.
Teman empat sekawan, Alex Vreeke (Colin Hanks), juga kembali muncul dengan avatarnya, Seaplane (Nick Jonas). Muncul avatar baru, yakni Ming (Awkwafina), melengkapi petualangan mereka. Musuh yang harus dihadapi adalah Jurgen Si Brutal (Rory McCann) yang sangat kuat dan kejam.
Sekali lagi para tokoh harus menghadapi tantangan agar bisa menyelesaikan permainan dan menyelamatkan hutan Jumanji. Setiap tokoh memiliki tiga nyawa, dua di antaranya terbuang sia-sia dengan konyol, menyisakan satu nyawa agar bisa kembali dengan selamat ke dunia nyata.
Terus berubah
Menurut Tolmach, berbagai perubahan dalam film kali ini penting karena hidup ini pun berubah setiap saat. Begitu juga permainan. Selain karakter-karakter yang berubah, hewan-hewan yang harus dihadapi para tokoh juga berbeda. Ada anakonda raksasa, burung unta, unta, mandril, dan hyena. Perubahan-perubahan latar tersebut juga mendorong perubahan respons oleh setiap karakter.
Seperti film sebelumnya, sutradara Jake Kasdan memberikan penceritaan yang menarik. Di tengah segala komedi yang memancing tawa, aksi yang konyol, terselip banyak hal tentang cinta, persabahatan, juga kehidupan itu sendiri.
”Apa yang bakal kamu pelajari tentang dirimu jika kamu bisa bertukar tubuh dengan orang lain? Tentu jawabannya akan sangat berbeda ketika diterapkan pada karakter-karakter itu karena mereka melihat balik atas hidup yang mereka miliki. Inilah yang relevan, kukira. Hanya karena kamu sudah tua, bukan berarti kamu berhenti menemukan hal-hal tentang dirimu,” tutur Kasdan.
Kehadiran dua kakek itu memang sangat memengaruhi jalan cerita. Ada sesuatu tentang orang tua yang membuat kita terharu. Meskipun mereka tetap membuat kita terpingkal-pingkal, tetapi mereka juga membuat kita tercenung. Agaknya ini juga salah satu sisi yang ”naik tingkat” dibandingkan prekuelnya.
Seperti juga diungkapkan Dwayne Johnson, Jumanji memiliki elemen fundamental yang beresonansi dengan penontonnya di seluruh dunia. Elemen itu tetap dipertahankan meskipun banyak perubahan dalam sekuel-sekuelnya.
Ketika Jumanji: Welcome to the Jungle dirilis, banyak penolakan muncul atas interpretasi ulang dan pembaruan film tersebut. Benar bahwa film baru ini lucu dan menyenangkan, tetapi tetap tidak melupakan film asli dan komponen yang ada di dalamnya. Misalnya suara derap-derap berdengung yang mendebarkan ketika sesuatu akan terjadi.
Pesta efek visual juga sudah diperhitungkan bakal menjadi salah satu sisi lainnya yang ”naik tingkat” dalam film ini. Sebuah tim global yang terdiri atas 5.000 seniman bekerja untuk menghadirkan bentang alam yang menakjubkan, dari gurun pasir hingga gunung es.
Kombinasi dari beragam elemen baru dan komponen lama inilah yang sepertinya membuat waralaba Jumanji perlu dihadirkan. Lebih banyak aksi, tawa, dan cinta. Seperti pesta, kata aktor Jack Black.