Petualangan Rasa di Taman Ria
Salah satu keasyikan bertualang ke ajang festival makanan jalanan (street food) adalah menemukan jenis-jenis menu baru dan unik.
Salah satu keasyikan bertualang ke ajang festival makanan jalanan (street food) adalah menemukan jenis-jenis menu baru dan unik. Biasanya beberapa menu unik tadi memang tak sering kita temukan dengan mudah sehari-hari.
Hidangan kadang dinilai unik sekadar dari sisi penamaan, dari bahan baku pembuatnya, atau dari cara meracik serta penyajiannya. Soal kelezatan tentu hal lain yang bisa diperdebatkan.
Hal lain yang dicari adalah pengalaman berkuliner, seperti di area Taman Ria Senayan yang kini tengah dalam tahap pembangunan. Festival makanan jalanan bertema ”Park and Spark” itu digelar sepekan jelang akhir tahun ini, 22-29 Desember 2019.
Ada sedikitnya 40 tenant berjualan di area berbentuk tenda ini. Asyifa, salah seorang petugas kasir di area ini, Kamis (26/12/2019), menyebut, setidaknya rata-rata ada 50 orang datang per hari. Rata-rata per orang berbelanja Rp 40.000-Rp 60.000 di situ.
Soal makanan dan minuman, ada yang sudah punya nama terkenal. Beberapa lagi mengusung makanan khas daerah tertentu. Sejumlah penganan daerah tadi terbilang jarang dan sulit ditemui penjualnya di Jakarta dan sekitarnya.
Sebut saja hidangan khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan, macam sate tulang dan soto Banjar; sate ambal khas Kebumen, Jawa Tengah; atau soto kopyok dari Semarang, Jawa Tengah. Untuk minuman, ada es selendang mayang, es sari tebu, dan jus kedondong.
”Sate tulang di Banjarmasin sendiri sudah semakin langka. Begitu juga soto Banjar yang benar-benar masih asli cara dan teknik pembuatannya,” ujar Feddy Firmansyah, pemilik restoran Soto Anang Banjar, yang berlokasi di Jatiasih, Pondok Gede.
Pada dasarnya bahan baku sate dan bumbu kacangnya terbilang sama walau cara pembuatannya terdapat beberapa versi. Menurut Feddy, sate tulang buatannya menggunakan bahan baku daging ayam dan tulang muda serta bagian leher ayam.
Semuanya dicincang halus kemudian ditambahkan sejumlah bumbu, seperti cabai merah kering khas Banjarmasin serta beberapa jenis rempah-rempah macam jintan, kapulaga, pala, dan cengkeh.
Daging dan tulang yang dicincang bersama tadi kemudian dibentuk menjadi kepalan untuk kemudian ditusuk dengan bambu macam sate buntel. Sate tulang kemudian dipanggang di atas bara arang untuk kemudian dihidangkan dengan bumbu kacang.
Dalam versi lain, ada pula yang membuat sate tulang dari bagian leher ayam yang digeprek lalu dibumbui untuk kemudian dipanggang. Selain bagian leher, tulang dan daging ayam yang juga digunakan berasal dari bagian punggung.
Saat dicicipi, sate tulang ayam versi Sate Anang Banjar terasa unik serta memberi pengalaman dan sensasi baru. Rasa daging ayam cincangnya terbilang gurih, sedikit manis, dan terasa sangat berempah. Namun, saat dikunyah di dalam dagingnya juga terdapat serpihan-serpihan kecil tulang.
Buat mereka yang tidak terbiasa atau baru saja mencicipi sate jenis ini, keberadaan serpihan tulang tadi mungkin mengejutkan atau bahkan
mengganggu. Namun, rasa ”terganggu” itu berubah menjadi ”biasa” saat mengunyah sate di tusukan ketiga dan seterusnya.
Apalagi dengan tambahan lontong sebagai sumber karbohidrat. Rasa bumbu kacangnya juga tak kalah gurih. Rasa berempah dari bumbu kacangnya membuat sate khas Banjarmasin ini sedikit berbeda dengan sate-sate berbumbu kacang lain.
”Cocoknya sate tulang juga disajikan dan dimakan bersama soto Banjar,” ujar Feddy berpromosi.
Feddy mengklaim, soto Banjar buatannya masih mempertahankan cara atau teknik memasak lama. Bumbu rempah-rempah, yang jumlahnya bisa mencapai belasan macam, dibungkus dan diikat dalam buntalan kain kecil, lalu dimasak bersama kuah soto.
Soto Banjar disajikan bersama potongan ketupat, mi sohun, telor bebek rebus, dan tak lupa perkedel serta suwiran daging ayam. Kuah kaldu soto yang gurih dan terasa berempah tadi lumayan bisa menetralkan sedikit rasa pedas dan ”gangguan” dari serpihan kecil tulang dari sate tulang tadi.
Masih di lokasi yang sama, menu sate ambal tampak menggoda. Saking tenarnya, sate ini dibuatkan lagunya oleh sang ”The Godfather of Broken Heart” Didi Kempot dan bisa dinikmati di Youtube.
”Kalau di Jakarta, popularitas sate ambal memang masih belum seperti sate Madura. Namun, dari segi rasa boleh diadu dengan jenis sate lain. Cara membuatnya pun berbeda. Bumbu kacangnya juga khas dari kacang kedelai sehingga berani disebut lebih sehat dan nonkolesterol,” ujar Rohim, penjual sate ambal.
Alih-alih dipotong berbentuk dadu, daging ayam yang akan disate terlebih dahulu diiris memanjang (fillet). Sebelum ditusuk, daging dibumbui dan didiamkan selama dua jam hingga meresap.
Bumbu-bumbunya juga sangat berempah, terdiri atas sembilan rempah, juga kemiri, lada, bawang merah, bawang putih, dan gula merah. Semua dihaluskan terlebih dahulu lalu dibalurkan ke daging ayam.
Kesembilan jenis rempah tadi juga menjadi bahan campuran bumbu kacang kedelai yang dihaluskan dengan cara dibelender. Setelah dipanggang di atas bara api, sate ambal siap disajikan bersama bumbu kacang kedelai, juga irisan lontong.
Cita rasa daging ayamnya memang lebih manis dan beraroma khas rempah tadi. Sementara bumbu kacang kedelainya relatif terasa lebih hambar.
Menu lain yang juga terbilang unik adalah mi kopyok khas Semarang, Jawa Tengah. Sepintas beberapa bahan baku seperti mi telor atau mi kuning dan kuahnya mirip dengan soto mi bogor.
Namun, kuah mi kopyok Semarang ini tidak dibuat dari bahan kaldu, tetapi sekadar air, yang direbus bersama bawang putih yang dihaluskan, garam, dan kecap manis. Bahan-bahan pembuat mi kopyok itu sendiri ”ramai”.
Bahan karbohidratnya saja terdiri dari mi telor, lontong, dan tahu pong. Selain itu, juga ada taoge rebus dan kerupuk karak yang ditaburkan di atas mi kKopyok. Tambahan lain seperti irisan daging, sambal, dan perasan jeruk nipis juga dimungkinkan sesuai selera. (Wisnu Dewabrata)