Mengenali Karakter Kendaraan demi Menghindari Kerugian yang Lebih Besar
Warga perlu menyiapkan diri menghadapi cuaca ekstrem yang melanda sewaktu-waktu. Bagi pemilik mobil, penting untuk mengenali kendaraannya agar kerugian lebih besar dapat dihindari.
JAKARTA, KOMPAS — Banjir awal tahun 2020 di Jakarta dan sekitarnya membawa kerugian para pemilik mobil. Mobil-mobil yang berada di jalanan bisa tiba-tiba terhanyut atau terendam banjir. Para pemilik mobil harus sigap menghadapi kondisi ini dengan mengenali mesin mobilnya agar kerusakan bisa diminimalkan.
Piyo Aldila (28), warga Perumahan Ciledug Indah, Tangerang, Jumat (3/1/2020), mengatakan, mobil sedan buntung (hatchback) miliknya terendam banjir hingga setengah bodi mobil di saat hujan deras mengguyur Jabodetabek dan sekitarnya pada Rabu (1/1/2020). Dia tak sempat menyelamatkan mobilnya yang terparkir di pinggir jalan rumahnya.
”Ini pengalaman pertama kali. Di banjir 2007 tak separah ini. Jadi, bangun pagi, tak sempat nyelamatin mobil. Tetapi, mobil sekarang sudah dimasukkan ke garasi rumah. Kalau enggak dimasukkan, bisa kelelep mobilnya,” ujar Piyo.
Piyo belum berencana memanggil montir atau penyedia jasa derek (towing) karena dia ingin mengetes kondisi mobilnya secara mandiri terlebih dahulu setelah banjir benar-benar surut. Saat ini banjir masih menggenangi rumahnya hingga sedengkul orang dewasa.
Baca juga : Evakuasi Kendaraan Asuransi Setelah Banjir
Langkah pertama yang akan dilakukan Piyo saat banjir surut adalah mencoba mengeluarkan air dari dalam mesin mobil. Dia akan mencabut busi terlebih dahulu dan menstarter mobil. Apabila air keluar dari lubang busi, ada indikasi air masuk ke mesin. ”Kita lihat, kalau jumlah airnya banyak yang masuk, terpaksa harus panggil montir untuk bongkar itu,” ucap Piyo.
Langkah kedua adalah mengecek kelistrikan mobil. Dia beruntung, banjir tak sampai merendam kap mesinnya. Sebab, kalau sampai terendam, akinya pasti akan bermasalah.
Piyo mengatakan, dirinya baru akan memanggil montir ke rumah apabila ada kerusakan yang fatal seperti di atas. Dia lebih memilih montir daripada diderek ke bengkel karena biaya penyedia jasa derek lebih besar. ”Dulu towing pernah pas pecah ban saja mahal banget, bisa Rp 500.000-Rp 600.000. Itu baru untuk towing-nya saja, lho, belum perbaikan mesin mobilnya,” ucapnya.
Jasa ”towing”
Lain cerita dengan Calvin Prastyo Durand (27), warga Bukit Pamulang Indah, Tangerang Selatan. Dia lebih memilih menggunakan jasa towing agar kondisi kedua mobilnya yang terendam banjir bisa segera diketahui. ”Jasa towing ini, sih, kayak buat pertolongan pertama saja. Makanya langsung dibawa ke bengkel,” ujar Calvin.
Baca juga : Taksi Terendam Banjir
Total biaya jasa towing yang dikeluarkan Calvin Rp 1,1 juta. Harga itu untuk menderek dua mobilnya yang berbeda bengkel. ”Sebelumnya, ada yang nawarin per mobil Rp 500.000 kalau jalan menuju rumah saya tak ada genangan. Kalau ada genangan, dia minta Rp 750.000. Untungnya, ada yang lebih murah,” ucap Calvin.
Beruntung, atas kesigapannya menelepon jasa derek mobil, kondisi mesin kedua mobil Calvin kini aman.
Sementara itu, Edi, pemilik Djaks Towing sebagai penyedia jasa derek di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, menyatakan ada peningkatan pemakai jasa derek di saat banjir melanda kawasan Jakarta dan sekitarnya. Setidaknya, dari awal tahun baru hingga hari ini, ada 100 orang yang memakai jasanya. Posisi evakuasi mobil mayoritas berada di rumah.
”Jadi, pemakai jasa saat banjir ini sangat meningkat,” ucap Edi. Edi menyebut, biaya jasa yang ditawarkan adalah Rp 1,5 juta. Harga tersebut ditentukan karena risiko mengangkut mobil dari wilayah banjir sangat besar.
Baca juga : Sepuluh Kecamatan di Kota Bekasi Terendam Banjir
Kerusakan mesin
Pendiri Smart Driving Institute, Karman Mustamin, menjelaskan, ada sejumlah hal yang harus dilakukan saat mobil terendam banjir. Setelah air surut, mesin jangan langsung dihidupkan karena bisa menyebabkan kerusakan parah pada mesin atau terkena water hammer.
Water hammer adalah keadaan di saat mesin mobil mati mendadak yang disebabkan masuknya air ke ruang bakar mesin melalui saluran masuk udara (intake air). Padahal, di ruang bakar mesin seharusnya hanya ada dua elemen, yakni udara dan bahan bakar. ”Kalau air ikut masuk ke ruang bakar, air ini, kan, enggak terbakar. Impact terhadap mesin, terutama piston, semakin besar. Itu akan menjadi semacam hammer yang merusak, menghajar semua komponen yang besi,” ujar Karman.
Karena itu, menurut Karman, jika mobil sudah telanjur masuk ke genangan air dan mesin tiba-tiba mati, langkah amannya adalah usahakan dorong ke tempat kering. Setelah itu, buka semua busi (spark plug) dan keringkan. Buka boks saringan udara dan keluarkan saringannya.
”Kemudian, coba start mesin (tanpa busi). Kalau ada air muncrat, berarti ruang bakar kemasukan air. Ruang bakar kemasukan air, butuh treatment khusus. Kalau orang awam atau tidak ahli, lebih baik panggil montir,” kata Karman.
Baca juga : BMW Astra Siap Jemput Mobil BMW dan MINI yang Terkena Banjir
Namun, apabila setelah mesin distarter tanpa busi dan tak ada air muncrat dari mesin, itu berarti mesin dalam kondisi aman. Keringkan busi dan pasang kembali busi beserta saringan udaranya.
Apabila mobil terendam dalam waktu yang lama, lanjut Karman, pemilik mobil harus segera mengganti oli. Ada beberapa bagian pada mobil yang memakai oli, seperti oli mesin, oli transmisi, dan oli gardan.
Karman menambahkan, potensi kerusakan paling fatal yang harus diwaspadai saat mobil terendam banjir adalah engine control unit (ECU). ECU ini berperan penting sebagai komputer yang mengatur sensor-sensor di mobil dan mengendalikan fungsi komponen mekanis pada mobil. Untuk mobil modern, komponen ECU biasanya ditempatkan di bagian ruang mesin.
”Kalau kena cipratan air bisa tahan, tetapi kalau terendam air banjir bisa korsleting. Apalagi, kalau komponen ECU-nya sudah pernah dibongkar. ECU ini seperti otaknya mobil. Jadi, kalau rusak, tenaga mesin bisa turun hingga mesin bisa mati,” kata Karman.
Melintasi genangan
Karman juga menjelaskan sejumlah cara yang harus dilakukan pengendara mobil automatic dan manual saat melintasi genangan di tengah jalan. Ini penting diperhatikan karena karakteristik dua jenis mobil tersebut sangat berbeda.
Apabila memakai mobil automatic, di saat melintasi genangan, posisi tuas transmisi harus dibiarkan tetap di D (drive). Jangan dipindahkan ke N (neutral). Sebab, pada posisi N, konverter transmisi tak berputar sehingga tak ada tekanan.
”Kalau misalnya kebetulan ada kebocoran seal atau packing di transmisi, besar kemungkinan air masuk dan bercampur dengan oli transmisi. Bahaya banget kalau ada air masuk ke transmisi. Pelat kopling transmisi bersifat higroskopis sehingga air yang terserap bikin oli matic tak menempel di pelat kopling. Ini yang bikin pelat kopling jadi rusak atau aus,” ucap Karman.
Kemudian, jika memakai mobil manual, usahakan pengendara tidak melakukan perpindahan gigi sebelum mobil sampai di titik yang aman. ”Mindah gear berarti kamu harus tekan kopling. Nah, saat nekan kopling itulah kesempatan air bisa masuk ke dalam transmisi,” kata Karman.
Baca juga : Kemang yang Kembali Tergenang Parah
Kenali mesin mobil
Karman berpesan terhadap setiap pemilik mobil agar mengenali mesin mobilnya masing-masing. Pemilik mobil bisa mempelajari letak komponen-komponen krusial yang ada di mobil, salah satunya saluran masuk udara (intake air) mesin. Dengan begitu, saat menerjang banjir, pengendara tahu batas kemampuan mobilnya. Sebagai catatan, saat melintasi banjir, kecepatan mobil harus konstan.
”Kenali mobil sehingga pada saat kondisi darurat dan kita harus betul-betul melewati genangan atau banjir, kita sudah tahu kemampuan mobil kita, bisa lewat atau tidak. Kalau tak bisa, jangan dipaksa. Cari jalan alternatif,” ujar Karman.
Pesan selanjutnya adalah kaca jendela harus dibiarkan terbuka apabila mobil berada di tengah kondisi banjir. Dengan begitu, kalau tiba-tiba terjadi arus deras, pengendara dengan mudah menyelamatkan diri.
Dalam kondisi banjir pun, pengendara diharapkan tidak memakai sabuk pengaman (seatbelt). Ada beberapa persyaratan pengemudi tak diwajibkan memakai sabuk pengaman, yakni saat melintasi banjir dan saat mengisi bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar umum. ”Kalau pakai seatbelt, kalau terjadi sesuatu, orang panik nyopot seatbelt saja susahnya minta ampun. Jadi, dalam situasi banjir, bisa dikecualikan,” kata Karman.