Bagi para penggemar sekuelnya, film ”Ip Man 4: The Finale” (2020) memang pas untuk dijadikan penutup kisah perjalanan panjang sang mahaguru Wing Chun.
Oleh
WISNU DEWABRATA
·4 menit baca
Jika dibandingkan dengan tiga film sebelumnya, pada seri pamungkas ini sutradara Wilson Yip dan penulis naskah Hiroshi Fukazawa memang memasukkan lebih banyak persoalan untuk dihadapi sang mahaguru. Beragam persoalan, mulai dari masalah pribadi hingga hal lain yang jauh lebih besar, salah satunya terkait isu rasialisme dan diskriminasi.
Setelah kerap digambarkan seorang perokok berat di tiga film sebelumnya, Ip Man (diperankan Donnie Yen) di sekuel pamungkas ini menghadapi persoalan kesehatan serius akibat perilaku buruknya itu. Tak hanya itu, sebagai orangtua tunggal, Ip Man juga menghadapi kesulitan menghadapi putra remajanya, Ip Ching (Jim Liu). Lantaran sering berkelahi, Ip Ching dikeluarkan dari sekolah.
Saat tengah menghadapi masalah-masalah pribadi itu, sebuah undangan datang dari salah seorang muridnya, Bruce Lee (Kwok-Kwan Chan). Oleh Bruce, sang mahaguru diundang datang ke San Francisco, Amerika Serikat.
Di ”Negeri Impian” itu Bruce mendirikan dan menyebarluaskan bela diri Wing Chun. Dia bahkan menulis buku tentang bela diri China yang oleh sesama perantau dianggap sebagai ”pengkhianatan” lantaran membuka rahasia tradisi bela diri mereka. Apalagi, Bruce juga menerima murid orang non-China.
Ip Man kemudian bersedia datang lantaran ia juga sekaligus ingin mencari sekolah untuk anaknya. Pendidikan di AS dianggap lebih berkualitas dan menjanjikan untuk masa depan. Sayangnya, saat berada di AS, negeri itu ternyata tak semenjanjikan seperti dibayangkan sebelumnya.
Isu rasialisme dan diskriminasi masih menjadi perkara serius, terutama pada era 1960-an, yang memang menjadi latar waktu film ini. Tak hanya itu, rasa saling curiga, persaingan, dan sentimen, terutama antar-perguruan kungfu, juga semakin menambah rumit masalah.
Selain itu juga ada persaingan dari cabang olahraga bela diri lain, karate, yang saat itu sudah jauh lebih dikenal masyarakat AS, terutama institusi militer. Sikap superior disimbolkan sosok pelatih karate Korps Marinir AS, Colin Frater (Chris Collins), dan Barton Geddes (Scott Adkins), salah seorang bintara senior di korps itu.
Koreografi laga serius
Dalam episode ”The Finale” ini sang sutradara sepertinya masih ingin terus mencoba ”mengikat” para penggila aksi-aksi tarung dengan menampilkan beragam jurus indah, tetapi mematikan. Salah satunya dengan kembali menghadirkan beberapa aksi epik macam pertarungan di dalam ruang tamu atau di atas meja bundar besar.
Adegan epik lain ketika Ip Man muncul di saat kritis sebagai penyelamat, dengan ikut berkelahi dan mengalahkan ahli bela diri jahat yang menghajar habis para master bela diri China lainnya. Sejumlah aliran kungfu selain Wing Chun memang kembali dimunculkan untuk menunjukkan keberagaman aliran bela diri itu.
Sebut saja aliran Tai Chi, yang bahkan beradu tarung antara mahagurunya, Wan Zong-hua (Wu Yue), yang juga Ketua Asosiasi Kebajikan Orang China (CBA), dan Ip Man. Selain itu juga ada sejumlah aliran kungfu lain macam Baguazhang, jurus Bangau Putih, dan Cakar Elang.
Koreografi perkelahian tangan kosong, baik antara jurus-jurus Wing Chun dan Tai Chi maupun karate memang tampak digarap dengan cantik dan rinci. Dalam situs cheatsheet.com, Scott Adkins bercerita adegan pertarungan final Ip Man dan Barton Geddes, tokoh yang diperankannya, bahkan berlangsung hingga sepekan penuh.
”(Koreografer) Yuen Woo-Ping punya standar yang sangat tinggi sehingga setiap adegan (tarung) harus sempurna. Dia tak akan mau berlanjut ke adegan lain sampai setidaknya adegan yang diambil setidaknya mendekati sempurna. Benar-benar tidak gampang,” ujar Adkins.
Masalahnya tak semua koreografi pertarungan sama persis dengan yang dirancang. Seringnya gerakan pertarungan berkembang dan berubah saat proses pengambilan gambar walau urut-urutannya sudah dilatih sebelumnya.
Satu bagian adegan perkelahian bisa dilakukan berulang-ulang, bahkan sampai 30 kali, termasuk dari berbagai sudut pengambilan gambar berbeda. Adkins bahkan tak ingat lagi adegan keberapa yang kemudian dipakai dan muncul di film.
”Ba Ye (Yuen Woo-Ping) adalah seorang master bela diri yang sangat dihormati. Saya sangat percaya pada arahan-arahan (koreografi pertarungan) yang dia berikan. Dia juga selalu muncul dengan ide-ide asli baru berstandar tinggi,” ujar Donnie Yen di tayangan video ”Ip Man 4-The Making of”, yang diunggah di akun Youtube Scott Adkins.
Lebih lanjut mengutip kantor berita China, Xinhua, film Ip Man 4: The Finale berhasil meraup keuntungan 446 juta yuan atau 63,8 juta dollar AS, setara dengan Rp 889 miliar, dalam enam hari penayangan di wilayah China daratan. Angka itu diperoleh dari database utama film China, Maoyan.