Memilih Jalan Kebahagiaan
Turbulensi kehidupan kerap membawa seseorang pada situasi-situasi yang tidak menyenangkan. John Martono merespons semua suasana tersebut lewat jalan kebahagiaan. Sebab, bahagia itu pilihan.
Maksim tersebut dituangkan John dalam pameran tunggal bertajuk The Journey of Happiness di Sunrise Art Gallery, Hotel Fairmont, Jakarta. Dalam pameran lukisan yang berlangsung hingga 8 Januari 2020 ini, John setidaknya menampilkan 50 karya yang dia produksi dalam kurun dua setengah tahun terakhir. Mayoritas karya diberi judul sama dengan tajuk pameran hanya ditambahi dengan nomor.
Bentuk lukisannya bervariasi mulai dari lingkaran, persegi, sampai persegi panjang. Adapun ukurannya mulai 50 cm x 50 cm sampai 200 cm x 140 cm. John sudah puluhan kali berpameran sejak 1988. Ciri khas karyanya adalah torehan warna yang dinamis dan cerah. Dalam setiap karyanya, medium dibuat meliuk dan melingkar seperti gerakan tarian.
Itu juga yang tecermin dalam karya-karyanya pada pameran kali ini. Seperti banyak seniman lain, John terus mencari bentuk dan teknik paling ideal dalam berkarya. Kali ini dia menggunakan sejenis kain polyster silk (kain yang mempunyai permukaan halus seperti sutra) dengan medium cat tekstil. Lalu menambah akses sulam pada bagian tertentu.
Salah satu lukisan yang mencuri perhatian adalah The Journey of Happiness 1 yang berukuran 200 cm x 140 cm. Lukisan dengan warna dasar merah menyala ini digoresi warna hitam dengan gradasi tebal tipis dari yang pekat sampai hitam membayang merah membentuk imaji abstrak seperti gugusan pulau atau hewan-hewan imajiner. Lalu di antaranya muncul lekukan warna putih yang menjulur dan terkait kelindan di antara warna hitam tadi. Di beberapa bagian, John menambahkan sulaman warna emas dan putih.
Melihat lukisan ini seperti menemukan gelora untuk bergembira. Dalam bahasa Direktur Sunrise Art Gallery Jessica Senjaya, lukisan tadi membangkitkan emosi, sebuah gambaran sempurna Yin dan Yang.
John mengatakan, dalam setiap proses melukis, dia berupaya membawa energi bahagia. Ketika dilanda gulana atau terpapar pikiran negatif entah oleh permasalahan hidup atau sosial politik seperti tahun lalu, John mereduksinya menjadi energi positif. Dengan kata lain, melukis menjadi semacam transformasi atau pengalihan energi tersebut.
John menemukan kebahagiaan tersebut ketika memegang kuas dan menorehkannya ke atas kanvas. Proses menentukan garis, lingkaran, lekukan, bahkan gabungan warna melahirkan kebahagiaan itu sendiri. Bahkan, kadang kebahagiaan itu makin membuncah tatkala John berani mengatakan ”cukup” pada lukisan yang tengah dia buat. ”Melukis itu kalau dituruti bisa tidak berhenti,” katanya.
Lalu pria kelahiran Malang, Jawa Timur, yang kini tinggal di Bandung, Jawa Barat, ini mencontohkan hal di atas dengan proses pembuatan lukisan bertajuk The Soul of Happiness. Lukisan sepanjang 200 cm meter ini berwarna dasar putih kecoklatan. Di atasnya dia torehkan warna merah yang dipadu dengan kuning sehingga menyiratkan warna oranye di beberapa bagian. Lalu di antara pertemuan warna itu dia muramkan dengan warna hitam tipis. Meskipun demikian, warna yang muncul secara umum adalah cerah.
Untuk memberi efek dinamis, John menambahkan untaian berkelok warna hitam dan merah yang mengesankan gerak. Sekilas untaian tadi seperti rambut kuda yang berkibar saat berlari kencang.
John menyelesaikan lukisan tersebut dalam kurung waktu tiga bulan. Bagian yang menyita waktu adalah saat memutuskan titik-titik tempat dia harus memulai dan mempertemukan warna lalau menambahkan dengan sulaman. Lukisan itu sempat dia biarkan beberapa minggu dan hanya dia lihat-lihat lalu menambahinya beberapa detail. ”Ketika sudah sampai pada satu titik dan merasa cukup, itu yang paling membahagiakan,” kata John.
Berbagi
Dalam berkarya, John dibantu belasan ibu di sekitar rumahnya. Setelah memberi warna, dia menambah sketsa untuk disulam dengan benang. Belasan tetangga dia berdayakan untuk menyulam. Dengan demikian, dia membantu tetangga memperoleh tambahan pemasukan. Tetangga bahagia, John bahagia. Bagi-bagi bahagia.
Selama proses melukis untuk pameran ini, John meluangkan waktu untuk menyelesaikan proyek lain, yakni membuat lukisan berukuran 46 cm persegi sebanyak 10.000 buah. Beberapa karya yang sudah jadi dia pajang di studio. Suatu hari, seorang pengelola apartemen di Jakarta berkunjung ke studionya dan tertarik dengan lukisan-lukisan itu. Dia lantas meminta John membuat lukisan sejenis untuk diadu dengan karya seniman lain.
Akhirnya karya John yang dipilih. Setidaknya sebanyak 114 karya dia kini menghiasi apartemen tersebut. Apresiasi ini bentuk kebahagiaan tersendiri yang kemudian turut mendorong karya berjudul The Journey of Happiness 7.
Karya tersebut berisi enam panel masing-masing berukuran 46 cm persegi. Dengan warna dasar biru dan ungu, ditingkahi merah dan biru tua, karya ini terkesan hangat sekaligus sejuk. Hangat karena John jadi lebih bersemangat, sejuk lantaran penghargaan yang diberikan penikmat karyanya.
Kebahagiaan itu sejatinya rapuh. Orang yang berbahagia bisa dengan mudah berbalik muram hanya karena perubahan cuaca atau hal kecil yang tak sesuai keinginan. Namun, John selalu punya cara untuk memelihara kebahagiaan.
Salah satu caranya adalah dengan mendisiplinkan diri melukis selama empat jam sehari. Itu bisa dia bagi di pagi, sore, dan malam. Pagi hari menjadi waktu paling produktif karena ketika hari masih tenang dan pikiran masih segar, John sering mendapat limpahan ide. Lukisan yang semula mengalami kebuntuan, bisa dia temukan jalan keluarnya.
John juga seorang penyanyi blues. Bahkan, dia punya grup band sendiri. Bernyanyi memberikannya energi lain yang menyokong dia dalam berkarya. ”Kalau sedang berkarya sambil mendengarkan lagu blues, aku rasanya lebih bersemangat. Lebih bahagia,” ujarnya.
Lewat karya-karya itu, John menguatkan bahwa situasi di sekeliling dapat dengan mudah memprovokasi orang untuk muram, marah, atau frustrasi. Akan tetapi, kita tetap mempunyai peluang untuk berbahagia. Sebab, bahagia itu kita sendiri yang menentukan. Nah, John telah menunjukkan pilihannya, yakni jalan kebahagiaan.