Menakar Selera Sepanjang Zaman
Musisi-musisi lawas harus bergumul dengan silang pendapat personelnya, menggencarkan penggunaan medsos, dan memikat penggemar baru.
Musisi-musisi lawas bertahan melewati masa dengan konsisten meluncurkan album dan lagu. Tak melulu perkara kreativitas bermusik yang menguras waktu dan pikiran. Mereka juga harus bergumul dengan silang pendapat personelnya, menggencarkan penggunaan medsos, dan memikat penggemar baru.
Adam Subarkah tercenung lama ketika ditanya momen paling nadir dalam riwayat grup musiknya. Ia menjawab sedikit terbata-bata. ”Ada perenungan. Bertengkar juga. Ya, itu kan proses,” ujar basis Sheila On 7 itu di Yogyakarta, Kamis (19/12/2019).
Sheila On 7 berada di simpang jalan saat terpaksa melepas drumer Anton Widiastanto pada 2004, disusul gitaris Saktia Ari Seno yang mengundurkan diri pada 2006. ”Pernah kami sampai pada fase saling bertanya, mau lanjut atau enggak,” ucap Adam.
Band bergeming dengan komposisi Adam didampingi vokalis Akhdiyat Duta Modjo dan gitaris Eross Candra. Bertiga ini pun bukan tanpa masalah. ”Perbedaan pasti ada. Mungkin malah enggak bisa disatukan. Namanya seniman, kan, unik-unik,” katanya.
Sheila On 7 menembus papan atas belantika musik Indonesia saat masih amat muda, seusai lulus SMA. Album perdana mereka, Sheila On 7, yang dirilis tahun 1999, meledak. ”Sebenarnya, sejak awal Sheila On 7 melewati banyak derita juga,” kata Adam.
Di balik ketenaran yang meroket, tersirat konsekuensi yang sulit disangkal. Adam dan kolega-koleganya harus profesional, tetapi mereka belum siap. ”Otomatis, timbul banyak masalah. Itu menggelembung sampai salah satu dampaknya, kami kehilangan personel,” ujarnya.
Titik balik bagi band ini baru tercapai pada 2008. Hanya motivasi untuk terus sama-sama bermusik yang menjadi landasan Sheila On 7 bertahan. ”Yang bertahan itu masih mau main musik bareng. Ada keinginan tetap memainkan lagu Sheila On 7. Kalau masih menikmati, ya, jalan,” ujar Adam.
Kiprah yang tak hanya sarat akan gemerlap idola musik, tetapi juga perselisihan menjadi tahap tak terelakkan untuk menyintasi gerusan zaman. Lepas dari pertentangan, mereka harus mencurahkan kreativitas untuk mengeluarkan album-album baru.
Sheila On 7 yang kini diperkuat drumer Brian Kresna Putro berteguh pada orisinalitas corak bermusiknya. Remaja tahun 1990-an dan 2000-an masih berduyun-duyun menyaksikan konser mereka. ”Sekarang harus ngapain misalnya, enggak begitu. Selama gitarisnya Eross dan vokalis masih Duta, musik itu yang kami mainkan,” ujarnya.
Generasi muda dirangkul pula dengan karya-karya yang diterbitkan berkala. Sheila On 7 menelurkan singel ”Film Favorit” tahun 2018. Adam tak mengetahui, apakah penggemar Sheila On 7 lebih banyak generasi muda atau pendengar paruh baya.
”Sheila On 7 ditonton pengunjung beragam usia. Di pensi, kami juga tampil. Berarti anak muda juga menikmati Sheila On 7,” ujarnya. Tak pusing soal panggung merupakan kiat Sheila On 7 meraih penggemar baru. Pensi juga jadi kesempatan bagus untuk mengenalkan lagu-lagu Sheila On 7.
”Selama happy , dijalani meski anak-anak sekolah sekarang sudah manggil kami Om atau Pakde,” ujarnya sambil tertawa. Adam tak bisa memastikan kuantitas Sheila On 7 berpentas dalam sebulan. Namun, berdasarkan situs resminya, band tersebut Desember lalu tampil di Yogyakarta, Sabtu (21/12/2019); Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (14/12/2019); dan Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Pengalaman, pergaulan, dan wawasan yang bertambah memengaruhi gaya musik mereka. Jika dianggap masih bersinar, popularitas Sheila On 7 disambut sebagai anugerah. ”Atas izin-Nya, Sheila On 7 masih digemari. Sama Gusti Allah juga masih dikasih umur,” ujar Adam seraya tersenyum.
Selaras dengan itu, NTRL juga rutin mengeluarkan lagu-lagu untuk mempertahankan atensi penggemarnya. Sejak album debutnya, Wa..lah, tahun 1995, grup besutan Bagus Dhanar Dhana yang awalnya bernama Netral itu menghasilkan album setiap satu hingga tiga tahun. Bagus mengalir saja dalam berkarya.
”Alami begitu, tapi kami amati juga selera penikmat musik. Lalu, NTRL adaptasikan gaya bermusik dengan minat mereka,” ujar Bagus.
Vokalis NTRL itu bersyukur pencinta musik tetap setia menyambut kreasinya bersama drumer Eno Gitara Ryanto dan gitaris Christopher Bollemeyer atau Coki. ”Sekarang, banyak juga penikmat musik NTRL masih muda. Kami masih diundang ke pensi SMA dan kampus, selain konser besar,” ujarnya.
Medsos
Pensi menjadi bukti rentang pendengar NTRL yang merengkuh pendengar ABG. Lagu-lagu yang lestari menjadi indikasi karya NTRL masih cocok dengan selera khalayak terkini. ”Kalau publik masih sreg sama NTRL, alhamdulillah. Pendengar mulai kaum milenial sampai umur 40-an tahun, ada,” ujar Bagus sembari tergelak.
Sebagian penonton masih meminta NTRL membawakan lagu-lagu dari album pertamanya. Loyalitas penggemar turut digenggam dengan media sosial. ”Semua dipakai supaya tetap terhubung dengan anak-anak muda sekarang. Mereka cari informasi kapan dan di mana NTRL manggung dengan medsos,” ujarnya.
Generasi milenial lazim berselancar untuk mencari informasi mengenai band-band. Jadwal NTRL dicantumkan di kanal Youtube NTRL Official TV, Instagram ntrl.official, dan Facebook NTRL. ”Ada perjalanan, produk NTRL dan foto lagi manggung. Sebulan, kami konser sekitar lima hingga enam kali,” ujarnya.
Bagus enggan menyebutkan tarif NTRL sekali tampil. Ia hanya menjelaskan bayaran dari pensi dan konser besar yang dibedakan. ”Lebih enak sekarang daripada dulu. Musisi bisa menginternasional dengan internet,” kata Bagus yang pernah berpentas di Australia, Jepang, dan Malaysia.
Disiplin
Naif menjadi grup musik lain yang konsisten melahirkan karya. Vokalis David Bayu, basis M Amil Hussein, gitaris Fajar Endra Taruna, dan drumer Franki Indrasmoro mengeluarkan album pertamanya, Naif, tahun 1998. Awal 2019, mereka merilis singel baru ”Selama Ada Cinta”.
GIGI juga termasuk band yang awet. Lebih dari dua setengah dekade, band ini bertahan. Menurut Aria Baron Arafat Suprayogi (Baron), salah satu resep sukses GIGI bisa bertahan sekian lama di panggung musik Tanah Air adalah jika diibaratkan sebagai sebuah produk, GIGI adalah produk bagus. Baron adalah mantan personel yang kini menangani manajemen GIGI.
Secara teknik dan keterampilan, kemampuan para personel GIGI, yang terdiri dari Armand Maulana (vokal), Dewa Budjana (gitar), Thomas Ramdhan (bas), dan Gusti Hendy (drum), tidak diragukan lagi.
Selain aksi yang selalu berhasil menghidupkan panggung, sebagai contoh, saat latihan, pun untuk lagu-lagu yang jarang dilatih, para personel GIGI tak banyak mengalami kesulitan. Hanya dengan ngobrol di sela-sela latihan, ketika tiba saatnya manggung, mereka memainkannya dan tak ada masalah.
Di sisi lain, komitmen para personel GIGI pada profesi mereka juga sangat tinggi. ”Mereka itu disiplin waktu, juga dalam segalanya, termasuk makan. Misalnya, jam setengah lima udah harus di bawah (lobi) untuk pergi ke stasiun, setengah lima teng, mereka udah di bawah semua. Gila. Mau tidur pukul 01.00, tidur pukul 23.00, setengah 5 udah di bawah semua. Itu yang saya salut,” ungkap Baron.
Di sisi lain, setiap personel GIGI juga sangat produktif. Setiap personel memiliki aktivitas di luar GIGI dan semuanya berjalan dengan baik. GIGI menjadi rumah yang mempersilakan mereka memperkayanya.
Soal zaman yang berubah dengan transformasi penggemar yang juga terus berubah, Baron mengungkapkan, GIGI melakukan penyesuaian pada musik mereka. Namun, kuncinya, musik yang mereka buat harus tetap jujur.
Pengamat musik Bens Leo berpendapat, sejumlah band sukses berpuluh tahun silam, tetapi masih digemari karena manajemennya mengelola penggemar dengan baik. ”Kemajuan teknologi diikuti, tetapi karakter band tetap dijaga. Intinya, mereka tak henti menakar selera publik sepanjang zaman,” ujar Bens.