Jenama busana muslim NurZahra merilis koleksi bertema ”Perpetual Coexistence”. Koleksi yang terdiri dari delapan tampilan itu merupakan koleksi perdana NurZahra di bawah Creative Director baru, Dhira Ragasanmata.
Oleh
Dwi As Setianingsih
·2 menit baca
Di ajang Indonesia Sharia Economic Festival atau ISEF 2019, jenama busana muslim NurZahra merilis koleksi terbaru bertema ”Perpetual Coexistence”. Koleksi yang terdiri dari delapan tampilan itu merupakan koleksi perdana NurZahra di bawah Creative Director baru NurZahra, Dhira Ragasanmata.
Kedelapan tampilan ini terinspirasi dari karya seniman asal Afrika Selatan, Dineo Seshee Bopape. Dineo membuat instalasi seni mix media yang terdiri dari obyek, audio, dan visual, sehingga menyajikan pengalaman indrawi yang lengkap. ”Dia bermain di layer-layer yang menurut aku menarik banget. Ada karakternya, perempuan yang kelihatan seperti ingin kabur dari lingkungannya,” papar Dhira, Jumat (15/11/2019), di Jakarta Convention Center.
Setelah didalami, karya Dineo rupanya menggambarkan manusia yang selalu bergerak dan menuju ke sesuatu yang lebih baik, meninggalkan kestagnanan, hal yang tanpa isi. Dari situ, Dhira memilih tema ”Perpetual Coexistence”.
Dhira misalnya, mengambil prinsip layering dalam rancangannya sehingga busana- busana rancangannya itu bisa dikenakan dalam satu kesempatan, atau bisa dikenakan secara tunggal atau terpisah. Namun, tidak memberi kesan berat. Dia mengakalinya dengan material yang ringan seperti katun dan silk.
Material-material itu kebanyakan stok lama NurZahra yang belum pernah digunakan. Dhira sengaja menggunakannya untuk meminimalkan waste dan juga eco friendly karena menggunakan pewarna alam seperti tema yang diusung dalam perhelatan ISEF 2019: ”Sharia Economy for Stronger and Sustainable Growth”.
Rancangannya banyak berupa celana panjang longgar, ada juga rok, atasan tangan panjang, dan terutama luaran (outer) panjang. Motif yang digunakan relatif bersih, selain motif kotak-kotak atau tile berukuran besar. Ada sedikit batik, lalu juga tenun, itu pun tenun endek Bali yang ditenun dengan motif yang tidak terlalu ramai, kadang bahkan hanya berupa motif berwarna tunggal saja.
Windri Widiesta Dhari yang mengawali label NurZahra 10 tahun lalu sepakat dengan Dhira. ”Kita enggak bisa stuck terus dengan batik. Harus menawarkan yang baru juga. NurZahra juga perlu regenerasi karena sudah 10 tahun. Market-nya juga sudah lebih muda,” ujar Windri.