Aktualisasi diri masyarakat Kota Kediri, Jawa Timur berdenyut hingga sudut-sudutnya. Warga berumur hingga anak-anak belajar dan bekerja dengan tekun di kota yang terkenal guyub itu.
Oleh
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
·4 menit baca
Aktualisasi diri masyarakat Kota Kediri, Jawa Timur berdenyut hingga sudut-sudutnya. Warga berumur hingga anak-anak belajar dan bekerja dengan tekun di kota yang terkenal guyub itu. Dinamika mereka menggeliat tenang di tengah ingar bingar daerah-daerah lain yang lebih ternama di Jatim.
Selama sekitar empat jam, tujuh pekerja terus membuat tahu Bah Kacung Cakrawijaya, Rabu (4/12/2019). Di Kelurahan Pakelan, Kecamatan Kota, Kota Kediri itu, beberapa tong digunakan untuk merendam kedelai. Kacang yang sudah halus itu lalu dimasukkan dalam ember dan direbus selama satu jam.
Kedelai kemudian diberi cuka, disaring dengan kain, didinginkan, dan dipotong-potong. Mereka selesai membuat tahu sekitar pukul 09.00. Saat akhir pekan, pembeli bertambah sehingga para pekerja baru pulang sekitar pukul 14.00. Harga tahu Rp 3.500 per potong dengan berat sekitar satu ons.
“Sudah sejak tahun 1912, tahu Bah Kacung dibuat,” kata Herman Budiono, pemilik perusahaan tahu Bah Kacung Cakrawijaya. Usaha itu didirikan kakek Herman, Lauw Soen Hok yang lebih dikenal dengan Bah Kacung. Ayah Bah Kacung memang pendatang dari Tiongkok dan bermukim di Kediri.
Bah Kacung membuat tahu karena waktu itu olahan kedelai yang tersedia adalah tempe. Pembuatan tahu secara tradisional dipertahankan hingga saat ini. Herman meyakini penggilingan kedelai dengan batu serta kayu bakar menambah aroma tahu yang khas.
Ia pernah membuat tahu secara modern tetapi rasanya berbeda. Tak hanya usaha, beberapa pekerjanya pun setia turun-temurun. “Dulu, kakek mereka bekerja, lalu anak dan cucunya juga. Ada empat orang yang kerja di sini sejak kakeknya dulu,” kata Herman yang berniat menurunkan usaha itu kepada anaknya.
Pamor Kota Kediri masih timbul tenggelam di antara pusat perhatian publik di Jatim yang berputar di Surabaya, Malang, atau Banyuwangi. Kendatipun, resonansi bergiat warga Kediri yang positif tetap bergetar dengan konsisten. Di kota itu misalnya, masyarakat belajar bahasa Inggris dengan antusias.
Mereka mengikuti English Massive yang dilaksanakan Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri. Di English Community Tambah Pintar saja yang berada di Kelurahan Ngronggo, Kecamatan Kota, 80 anak berlatih menulis, membaca, dan berbicara bahasa tersebut.
“Peserta berumur mulai 6 tahun,” ujar Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Ngronggo Heru Sugiarto. Ia menyediakan rumahnya untuk anak-anak belajar sekaligus menjadi Penanggung jawab English Community Tambah Pintar.
Di ruang dengan panjang 11 meter dan lebar 9 meter itu, anak-anak terlihat mengerjakan tes. Mereka menjawab pertanyaan dan mengumpulkan kertas ujian. Setelah itu, murid-murid bergantian menulis sejumlah kata Inggris di papan tulis. Mereka saling mendahului untuk mengacungkan jarinya.
Anak kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar (SD) belajar setiap Senin dan Rabu, kelas 3 dan 4 SD setiap Selasa dan Kamis, serta kelas 5 dan 6 SD setiap Senin dan Kamis. “Ada juga peserta dewasa yang ikut belajar. Paling tua sudah berusia 46 tahun,” kata Heru.
Pada tahun 2016, jumlah anak yang ikut English Massive sekitar 160 anak, tahun 2017 sekitar 100 anak, dan tahun 2018 sekitar 100 anak. “Instruktur pun mendapatkan honor Rp 45.000 setiap mengajar. Anak-anak juga diajak jalan-jalan gratis per enam bulan,” katanya.
Di Kota Kediri terdapat tiga kecamatan. Berdasarkan data Pemkot Kediri, peserta English Massive di Kecamatan Pesantren sebanyak 856 peserta yang tersebar di 15 kelurahan dan belajar di 77 kelas. Sementara, peserta di Kecamatan Kota sebanyak 675 orang di 14 kelurahan dan belajar di 73 kelas.
“Peserta paling banyak berada di Kecamatan Mojoroto atau 1.134 orang di 14 kelurahan dan belajar di 97 kelas,” kata Kepala Bagian Umum Pemkot Kediri Chevy Ning Suyudi. Program yang dilaksanakan penggagas English Massive itu bisa dinikmati warga secara cuma-cuma.
Muda-mudi juga berkesempatan mengutarakan aspirasinya kepada Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar. Sejak tahun 2017, Ketemu Santai Bareng Wali Kota (Ketawa) sesekali digelar di pendopo atau kafe. Warga berbincang hangat dengan kepalanya daerah yang akrab disapa Mas Abu itu.
Di Goa Selomangleng, Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Jaranan Reog, teater, dan tari tradisional digelar setiap empat bulan sejak 2017. “Kami tak punya banyak tempat wisata. Jadi, kami bikin banyak agenda,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Kediri Nur Muhyar.