Bagi pengembang yang baru, cadangan lahan yang luas adalah hal yang tidak mudah didapat. Oleh karena itu, kreativitas dalam membangun di lahan yang sempit menjadi kunci untuk sukses.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·5 menit baca
Bagi para pengembang besar yang sudah lama mengembangkan sayap bisnisnya, cadangan lahan atau land bank adalah salah satu senjata andalan untuk mengembangkan bisnis properti mereka. Namun, bagi pengembang yang belum terlalu lama berbisnis properti, cadangan lahan yang luas adalah hal yang tidak mudah didapat. Oleh karena itu, kreativitas dalam membangun di lahan yang sempit menjadi kunci untuk sukses.
Salah satu contoh sukses dalam membangun di lahan sempit ditunjukkan oleh PT Indonesian Paradise Property saat membangun apartemen One Residence di Batam. Paradise yang baru beroperasi pada 2001 tidak memiliki cadangan lahan yang cukup besar di Batam.
Berbekal lahan seluas 3.912 meter persegi atau kurang dari 0,4 hektar, di belakang Hotel Harris Batam Center, Paradise membangun apartemen menara tunggal yang menghadap ke laut, ke arah Singapura. Batam Center merupakan kawasan pusat pemerintahan dan pusat belanja yang bersebelahan dengan terminal feri menuju Singapura dan pulau-pulau di sekitar Batam.
Dengan lokasi yang premium tetapi luasnya terbatas, Paradise melakukan survei jenis properti yang paling menguntungkan untuk dibangun di kawasan itu. Setelah melakukan penelitian mengenai daya beli dan keinginan beli warga, Paradise memilih untuk membangun apartemen yang mewah bagi warga kelas atas dan warga negara asing.
Pada satu sisi, warga kelas atas Batam memiliki daya beli yang sangat bagus, tetapi tidak mudah percaya kepada pengembang yang belum membuktikan karya mereka di Batam. Pada sisi lain, apartemen mewah belum tersedia di Batam saat One residence diluncurkan.
”Dengan lahan yang terbatas, kami memilih membangun apartemen dengan menara tunggal. Saat menentukan apartemen itu berkelas mewah dan luas, jumlah unit yang bisa kami jual juga terbatas. Namun, hal itu menguntungkan karena daya serap apartemen mewah di Batam juga terbatas,” kata Anthony Prabowo Susilo, CEO PT Indonesian Paradise Property, awal Desember lalu.
Menurut Anthony, pihaknya lebih menyukai membangun 200-300 unit apartemen dan semuanya laku terjual daripada 4.000 unit, tetapi hanya terjual 60 persen sampai 70 persen. Keterserapan unit yang dijual itu juga menentukan tingkat keuntungan bagi pengembang. Semakin banyak jumlah unit yang terjual, semakin besar keuntungan yang didapat.
Survei keinginan konsumen yang tepat membuat Paradise mampu menjual seluruh unit apartemen One Residence dalam kurun waktu dua tahun. Kepercayaan konsumen itu dijawab dengan mempercepat serah terima unit apartemen 1,5 bulan dari jadwal.
”Pembeli kami premium sehingga kami harus memberi layanan premium, baik dari sisi kualitas bangunan maupun kecepatan penyelesaian unit,” kata Anthony.
Di Alam Sutera, Tangerang, pengembang Singapura yang mendirikan perusahaan pengembang di Indonesia, yaitu PT Brewin Mesa Sutera, juga menerapkan strategi yang serupa untuk membangun Apartemen The Lana. Sulitnya mencari lahan dalam luasan yang besar membuat Brewin memilih mencari lahan yang strategis meski tidak luas.
Pilihannya jatuh ke Alam Sutera, Tangerang. Sebuah lahan dengan luas 8.000 meter persegi atau tidak sampai 1 hektar dibeli untuk membangun apartemen. Seperti Paradise, Brewin Mesa juga memilih menggarap apartemen untuk pangsa pasar kelas atas.
”Lokasi ini memiliki kekuatan pada akses yang terbuka ke arah kawasan industri di Tangerang sampai Cilegon. Akses ke kawasan bisnis di Jakarta Barat dan Jakarta Utara juga terbuka dengan adanya jalan tol. Akses ke pusat-pusat ekonomi itu akan sangat diminati oleh para pelaku bisnis sehingga Apartemen The Lana,” kata Bill Cheng, Direktur Utama PT Brewin Mesa Sutera.
Selain akses yang terbuka, kata Cheng, kawasan Alam Sutera juga memiliki keunggulan dari sisi lingkungan yang masih sejuk dan belum terlalu tercemar polusi udara. Fasilitas pendukung di kawasan itu juga sudah tersedia dengan lengkap, mulai dari pendidikan sejak TK sampai perguruan tinggi, rumah sakit, tempat ibadah, sampai kawasan pusat perbelanjaan.
Kehadiran Jalan Tol Serpong-Kunciran dan diproyeksikan sampai ke bandara Soekarno-Hatta serta rencana akan hadirnya LRT turut menaikkan akses transportasi di kawasan tersebut.
”Kami membangun apartemen untuk kelas ekonomi atas karena kami membidik pelaku bisnis, baik warga negara Indonesia maupun ekspatriat. Di sisi lain, kami juga ingin membuktikan kualitas kami yang premium kepada konsumen di Indonesia,” kata Cheng.
PT Brewin Mesa Sutera adalah perusahaan bentukan dari dua perusahaan besar di Singapura, yaitu Brewin Properties Pte. Ltd., yang berasal dari keluarga Cheng, sebagai pengendali Wing Tai Asia, dan Mesa Investment Private Limited yang dimiliki keluarga Kwee yang mengontrol gurita bisnis Pontiac Land Limited.
The Lana adalah proyek perdana dari gabungan dua perusahaan besar itu di Indonesia. Brewin dan Mesa memiliki nama besar di Asia Tenggara. Namun, mereka belum terkenal di Indonesia. Oleh karena itu, Brewin Mesa ingin membangun apartemen berkualitas premium sehingga mendapat kepercayaan publik untuk proyek-proyek berikutnya.
”Kami berkomitmen untuk memberikan kualitas terbaik. Karena itulah kami membawa tim terbaik, para konsultan terkemuka, termasuk Davy Sukamta and Associates dan kontraktor nomor satu dunia, yakni China State Construction Engineering Corporation (CSCEC), untuk mengerjakan The Lana,” kata Cheng.
Unit apartemen The Lana dijual dengan rentang harga Rp 900 juta untuk tipe studio luxury seluas 32,44 meter persegi sampai Rp 5 miliar untuk tipe 3 kamar tidur. Pada tipe 3 kamar tidur, setiap unit difasilitasi dengan lift pribadi.
”Tipe studio luxury dan tipe 3 kamar tidur merupakan yang paling laku. Kedua tipe itu memenuhi kebutuhan pembeli kami, untuk yang lajang dan yang sudah berkeluarga,” kata Cheng.
Di lahan 0,8 hektar, Brewin Mesa akan membangun dua menara Apartemen The Lana setinggi 38 lantai. Sebanyak 496 unit dibangun dan diperkirakan bakal selesai pada akhir 2020.
Menurut Cheng, pihaknya sengaja tidak masuk ke apartemen kelas menengah bawah karena sudah terjadi kelebihan pasokan di kelas itu. Pasar apartemen menengah bawah terlalu jenuh sehingga pihaknya harus mencari pembeda.
”Oversupply adalah masalah utama saat ini. Jika tidak cermat dalam memilih pangsa pasar dan menentukan kelas produk properti yang dibangun, kita akan kesulitan untuk menjualnya,” kata Cheng.
Bagi Cheng, lokasi yang tepat, jenis produk yang tepat, dan pangsa pasar yang tepat akan menentukan keberhasilan bisnis properti. ”Kejelian dan kreativitas bisa membuat lahan sempit jadi properti yang menguntungkan,” kata Cheng