Harta Karun Kesadaran
Banyak orang kota mencari kegiatan di luar rutinitas untuk keseimbangan jiwa. Ini penting untuk kesehatan mental. Kegiatan ekstra rutinitas yang dilakukan bersama-sama itu bisa sekaligus jadi detoks dari sampah stres.
Sekitar 50 orang bermeditasi dengan khusyuk. Rumah di Jalan Hang Tuah 9, Jakarta, Kamis (6/2/2020), itu menjadi wadah mereka yang tergabung dalam komunitas Tergar Indonesia. Sekitar pukul 19.00, kesadaran mulai dipusatkan pada obyek tertentu, lalu hening.
Kebetulan terdengar suara dari lingkungan di sekitar rumah itu. Yudhi Gejali, fasilitator meditasi, mengajak peserta mencantolkan kesadaran pada suara itu sebagai obyeknya. Suara apa pun bisa diolah menjadi obyek bermeditasi.
”Tegakkan tulang belakang. Rileks. Kenali kesadaran Anda dan coba lafalkan kata ’kebijaksanaan’ dalam hati saja,” kata Yudhi mengajak para peserta kembali hening. Ia meminta peserta tidak mengeblok pikiran dan emosi yang muncul. Lagu ”The Lullaby” mengalun perlahan.
Kesadaran adalah permulaan kebijaksanaan.
”Ting”. Denting singing bowl menuntaskan sesi meditasi kedua. Denting itu bertujuan menciptakan mindfulness, kondisi berkesadaran.
”Orang yang meditasi belajar berelasi dengan diri sendiri dan lingkungannya. Intinya, esensi dari meditasi adalah kesadaran. Kesadaran adalah permulaan kebijaksanaan,” kata Yudhi, yang juga seorang dokter.
Walaupun Tergar berangkat dari tradisi ajaran Buddha di Tibet, meditasi merupakan praktik yang lintas identitas, universal, terbebas dari doktrin agama apa pun. Komunitas Tergar di bawah bimbingan Yongey Mingyur Rinpoche ini tersebar di banyak negara. ”Gar itu berkumpul. Ter artinya harta karun. Kita berupaya menemukan harta dalam diri sendiri, yaitu kesadaran, cinta dan welas asih, serta kebijaksanaan,” ucap Yudhi.
Menikmati sepi
Meditasi kian digandrungi dan terbukti relevan sebagai metode yang sehat untuk menanggapi bermacam reaksi mental emosional. Berbagai penelitian ilmiah pun telah meneguhkan manfaatnya. Dalam tayangan dokumenter di Netflix, The Mind, Explained (2019), yang juga menampilkan Mingyur Rinpoche, para ahli saraf memindai kondisi menakjubkan otak dari orang yang bermeditasi.
Meganakita Dewa (25) mengikuti meditasi lantaran persoalan pekerjaan. ”Saya punya problem. Kalau komunikasi enggak nyambung. Bertahun-tahun saya di-bully sampai trauma,” ujar perancang konten agensi digital itu.
Ia sudah menjadi peserta meditasi Tergar Indonesia selama 1,5 tahun. Kini, warga Melawai, Jakarta, itu semakin tenang. ”Saya bisa mendengar orang lain dan mengerti maksudnya dengan lebih baik. Kadang-kadang ada turbulensi dalam komunikasi, tetapi enggak separah dulu,” katanya.
Sebagian orang lainnya menemukan kesadaran dengan bergabung di jalan sufi. Di antara mereka adalah Candra Malik. Selasa (4/2) pagi, suasana di kediaman pelaku sufisme ini di kawasan Depok, Jawa Barat, terlihat sepi, tetapi bukan tidak ada aktivitas.
Sejak Candra menjalani laku sufi pada 2012, kediamannya tidak pernah kosong. ”Orang tidak pernah berhenti datang ke rumah. Terutama teman-teman yang merasa hidupnya gelisah, yang memiliki masalah, dan meminta jadi murid,” ujar Candra.
Di ruangan di samping rumah utama yang disebut ”Omah Mangkat” itu, beberapa orang duduk di lantai beralas karpet. Meski duduk bersama, mereka tidak bicara satu sama lain. Tidak bicara termasuk salah satu laku untuk menempuh jalan sufisme atau tradisi spiritualitas Islam yang menekankan kesalehan perilaku, kebersihan batin, dan kedalaman wawasan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan mengasihi sesama.
Beberapa di antaranya ada yang diterima mukim. Sebagian lagi ditemani secara intens oleh Candra. Selain menerima orang yang datang, Candra juga menghabiskan waktunya untuk berkeliling ke seluruh penjuru Tanah Air.
Masalah mereka yang datang kepada Candra sangat beragam. Langkah pertama yang dilakukan Candra adalah menghadirkan dirinya sebagai teman untuk menemani sepi mereka. Awalnya, papar Candra, mereka mungkin akan melamun. Kalau sudah lelah, mereka akan mulai berpikir, lalu mulai mawas diri.
”Mereka enggak butuh digurui. Hanya butuh ditemani. Jadi, paling penting adalah menjadi pendengar yang baik,” ujarnya.
Efek penenangan
Yang pertama sekali diajarkan oleh Candra adalah bernapas dengan baik dan benar sesuai disiplin tasawuf. Setelah itu baru mereka diajak berzikir, bernapas sambil berzikir. Apabila sudah sampai tahap ini, mereka sudah mulai mengalami ketenangan luar biasa.
Selain napas zikir, Candra juga melakukan pendekatan menggunakan shalawat, yang membuat mereka merasa lebih tangguh. ”Ini menumbuhkan keyakinan bahwa persoalan hidup bukan tidak ada jalan keluarnya. Pelan-pelan baru diajari shalat, puasa, dan lain sebagainya, tanpa penghakiman,” katanya.
Solusi meraih kesadaran juga ditawarkan komunitas Yoga Gembira yang rutin beryoga di Taman Suropati, Jakarta. Latihan olah fisik yoga (asana) mempunyai efek terapis. Memfungsikan organ, saraf, jaringan, dan sistem fisiologis tubuh, termasuk memperlancar peredaran darah dan sistem pernapasan.
Ditambah dengan latihan pernapasan yoga (pranayama), hal itu akan memberi efek penenangan atau kondisi rileks tubuh. Napas yang lebih ritmis, pelan, lembut, dan dalam akan membantu ke kondisi rileks dan tenang.
Dengan tubuh rileks dan tenang, obyek pikiran yang masuk atau ”melompat-lompat” dari satu obyek ke obyek lain akan mereda, menuju ke satu obyek dengan jeda yang lebih lama. Dari sini akan timbul kesadaran dengan ”bonus” kebijaksanaan: melihat obyek sebagaimana adanya atau just as it is.
Stres, lanjut Yudhi, terjadi karena adanya dualitas, tidak selaras antara apa yang diinginkan dan kenyataan. Di sini jelas terlihat masih adanya dualitas antara kita sebagai subyek dan apa pun fenomena yang masuk ke indera sebagai obyek.
”Peserta tahu ternyata di Yoga Gembira tidak hanya olah fisik, juga menghidupkan nilai penghormatan pada keberagaman, peduli pada keberpihakan pada kutub yang lemah. Ada rasa memberi ketika berpihak. Memberi dalam konteks yoga: mengurangi beban batin kita. Kayak detoks,” kata Yudhi yang juga memberi yoga gratis di penjara anak hingga rumah singgah.
Mengurangi beban batin dengan cara ringan juga dilakukan lewat workshop melukis, seperti yang digelar perupa John Martono di Sunrise Art Gallery, Jakarta, pada Rabu (29/1). Dalam kegiatan ini, peserta bebas berkreasi, bermain warna menggunakan medium cat tekstil di atas kain sutra polister selama sekitar tiga jam.
Salah seorang peserta, Linda Panggabean, menilai, workshop seperti ini sangat pas untuk menyeimbangkan jiwa. ”Saya menemukan kebebasan di sini. Saya seperti lepas menuangkan warna dan membuat gambar. Ini seru dan menyenangkan,” ujar peserta yang lain, Frieda Lukman.
Psikolog dan Direktur Discovery Zone Therapy Centre, Rosdiana Setyaningrum, Mpsi, MHPEd, menyebut bahwa setiap orang punya cara berbeda dalam pengelolaan stres. Kegiatan dalam komunitas bisa membantu asalkan dilakukan dalam jalur yang benar di bawah bimbingan instruktur yang kompeten.
Rosdiana juga mengajak pasiennya untuk terlibat kegiatan seperti jin shin jyutsu atau seni pengobatan Jepang kuno untuk penyembuhan diri sendiri. Idealnya setiap orang harus punya kemampuan untuk penyembuhan diri sendiri.
Komunitas untuk manajemen stres lebih banyak muncul terutama di kota besar karena tingkat stres dan tuntutan hidup yang lebih berat. Aktivitas fisik warga urban juga cenderung lebih sedikit dibandingkan mereka yang tinggal di perdesaan.
”Manajemen stres sangat tergantung kita masing-masing. Belum tentu satu cara cocok buat semua orang,” kata Rosdiana.
Beragam cara pengelolaan stres ini dilakukan demi tujuan yang sama, yaitu menggapai ”harta karun” keseimbangan jiwa yang sehat.