Jazz Memikat yang Muda
Jazz kian merasuk dalam relung pikiran anak-anak muda. Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2020 yang baru selesai digelar pun makin ramai dengan penampil dan penonton muda.
Jazz kian merasuk dalam relung pikiran anak-anak muda. Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2020 yang baru selesai digelar pun makin ramai dengan penampil dan penonton muda.
”Adakah yang lagi pedekate (pendekatan) di sini? Siapa yang masih jomblo?” ujar Almira Joesoef (30), disambut senyum penonton. Vokalis The Good People itu akrab dengan penontonnya melalui isu yang lekat dengan remaja. Di hadapan Almira, penonton remaja ramai menempati meja dan kursi.
Ia menyanyikan ”Burung Camar”, ”Off the Wall”, ”Bewithced”, ”It Don’t Mean a Thing”, ”Caravan”, dan ”Ragam Indonesia” dengan langgam jazz. The Good People adalah band yang tampil perdana di MLD Spot Stage Bus pada hari pertama Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2020 yang berlangsung 28 Februari hingga 1 Maret lalu.
”Jazz sudah merambah enggak hanya orang tua. Malah, ada murid sekolah musik yang kutahu, umurnya baru sekitar 10 tahun, tetapi suka dengerin Esperanza Spalding,” katanya. Almira amat terpukau. Spalding adalah musisi jazz dengan segmen pendengar yang bisa dianggap terbatas.
”Anak itu main kontrabas. Kakaknya main gitar dan hobi dengerin Wes Montgomery (gitaris jazz berpengaruh). Adik kakak itu nyanyi juga,” katanya. Pernyataan Almira merujuk pada jazz yang kian digemari berbagai kalangan, bahkan anak-anak. The Good People yang sudah bermain empat kali berturut-turut di Java Jazz sejak 2017 ini pun sebagian anggotanya masih mahasiswa.
Media sosial kini makin memopulerkan jazz. Kafe-kafe jazz pun terus bertambah. ”Setidaknya, kesukaan generasi muda pada jazz mulai merebak tujuh tahun lalu,” ujar Almira ketika ditemui seusai konser.
The Good People dan penontonnya hanya sekelumit cerita kegandrungan generasi muda terhadap jazz. Secara kasatmata, anak muda memang semakin memadati Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2020 dibandingkan pergelaran yang sama pada tahun sebelumnya.
Magis jazz membius muda-mudi yang asyik berjoget dengan lepas. Di stan karaoke, penonton belia berjubel. Mereka sama-sama melantangkan lagu meski belum tentu saling kenal. Tahun ini, cukup banyak pula penampil muda di panggung festival itu.
Salah satu yang diburu kalangan muda penikmat jazz dalam gelaran tahun ini adalah sosok Ardhito Pramono yang belakangan melejit lewat lagu ”Fine Today”. Ardhito yang dikenal karyanya kental dengan nuansa jazz ini tampil ditemani Ron King Big Horn pada hari kedua di BNI Hall. Lantunan ”Trash Talking”, ”Fake Optics”, hingga ”Bitterlove” membuat padatnya penonton yang didominasi gadis belia berteriak histeris.
Di hari ketiga (1/3), Ardhito kembali naik panggung. Masih menempati BNI Hall, Ardhito bersama sejumlah musisi muda—Rizky Febian, Cantika, Nima Ilayla, dan Rebecca Reijman—mengajak para penonton muda ini memutar jarum waktu dengan membawakan tembang lawas, seperti ”Imagine” milik John Lennon, ”Tomorrow” dari film musikal Annie, ”You Gotta Be” milik Des’ree, ”Waiting on the World to Change” milik John Mayer, ”Redemption Song” milik Bob Marley, ”One” milik U2, dan ”Heal the World” milik Michael Jackson yang menutup penampilan.
”Teman-teman di sini, kami punya misi untuk membuat dunia lebih baik lagi. Kami sadar dunia sedang tidak baik, semoga dengan ini bisa mengembalikan dunia lebih baik lagi. Sebagai anak muda, bersama menjaga tempat yang kita tinggali dan berdoa agar bencana-bencana yang datang segera berlalu,” kata Ardhito sebelum memulai bernyanyi. Pesan itu mengingatkan bahwa musik juga sarana untuk menjangkau hal lain di luar seni.
”Jazz mode”
Jika Ardhito setia pada jalur jazz, kehadiran Gerald Situmorang pada hari pertama berkolaborasi dengan Sri Hanuraga menunjukkan, jazz tak kekurangan pelapis untuk melanjutkan kejayaannya di tanah air.
Gerald yang dikenal sebagai pemain bas dalam band rock Barasuara seolah punya tombol ”jazz mode” pada dirinya. Seketika Gerald bertransformasi lewat petikan gitarnya ke dunia jazz dengan nada-nada kromatik, membaur bersama alunan piano Aga.
Sejumlah lagu dalam album Meta yang diluncurkan keduanya pada 2019 itu ditampilkan menutup hari pertama di Brava Hall. Diawali dengan ”Hyperreality” dan ”Rintik Hujan, penonton dibuat terpukau. Selanjutnya, ”Something New”, disusul dua lagu yang dibuat untuk musisi jazz Riza Arsyad yang disebut Aga memengaruhi dirinya dalam bermusik, yaitu ”His Spirit” dan ”Thrown Words”. Penampilan keduanya dilengkapi penyanyi Ify Alissa.
Ada pula penyanyi muda Teddy Adhitya yang digandeng drumer jazz Elfa Zulham dalam EZ Project. Mereka juga menyuguhkan perpaduan soul yang menjadi akarnya dengan jazz melalui lagunya bersama Elfa, ”You are Too Beautiful” dan ”Cruisin” milik Smokey Robinson.
Penampilan memukau juga dihadirkan Yura Yunita yang kompak menari dengan para anggota band pengiringnya saat membuka lewat lagu ”Takkan Apa” yang diaransemen lebih nge-jazz. Nadin Amizah yang akrab di kalangan anak muda lewat sejumlah singelnya, seperti ”Rumpang”, ”Sorai”, ”Seperti Tulang”, dan ”Stars”, tahun ini juga pertama kali menjejak panggung Java Jazz dan mencuri perhatian.
Di MLD Spot Hall pada hari kedua festival tersebut, Sabtu, Jaz (27) menyalakan histeria. Panggung disesaki penggemar muda yang menonton penyanyi berbusana trendi itu. Jaz mengenakan busana asimetris berwarna kuning, ungu, dan putih dipadu celana putih. Tata lampu dan layar sebagai latar menampilkan warna-warni yang cerah.
Ia menyanyikan antara lain ”Kasmaran”, ”Teman Bahagia”, ”Sinaran”, ”Katakan”, ”Bagaimana Bisa”, ”Inikah Cinta”, dan ”Dari Mata”. Jaz semakin membetot perhatian penonton belia dengan melantunkan lagu gabungan dari beberapa kelompok musik laki-laki dan perempuan remaja. Ia pun menjinjing boneka beruang putih ke panggung, yang disambut penggemarnya dengan histeris.
Jaz tampil pertama kali di festival tersebut tahun 2017. Ia berpentas di panggung yang kian menantang tiga tahun kemudian. Sementara Marion Jola (19) menghibur penonton dengan ikut menyusun aransemen, tata panggung, pencahayaan, dan koreografi.
”Gugup banget tampil di Java Jazz pertama kalinya. Tetapi, aku jujur sama diri sendiri. Jadi, antusiasme mengalir dan penonton bakal merasakannya,” katanya.
Menapaki tiga hari dalam gelaran tahunan ini seperti melihat, masa depan jazz dan majunya musik Indonesia bukan mimpi.
(Dwi Bayu Radius/Riana A Ibrahim)