Racikan kisah sihir, petualangan, dan keluarga masih mendapat tempat di hati pemirsa. Film ”Onward” meramunya dalam nuansa kehangatan yang mampu membuat tenggorokan tercekat dan mata memanas.
Oleh
FRANSISCA ROMANA NINIK
·4 menit baca
Racikan kisah sihir, petualangan, dan keluarga masih mendapat tempat di hati pemirsa. Film ”Onward” meramunya dalam nuansa kehangatan yang mampu membuat tenggorokan tercekat dan mata memanas.
Sejumlah kritikus menilai, Onward merupakan ”proyek” pribadi sang sutradara, Dan Scanlon. Kepada Vanity Fair, Scanlon menyatakan inspirasi film Onward memang berasal dari kisah hidupnya. Selain duduk di kursi pengarah, Scanlon menulis skripnya bersama Jason Headley dan Keith Bunin.
Scanlon tidak pernah mengenal ayahnya, yang meninggal dunia ketika dia masih berumur satu tahun. Kakaknya, yang berusia sekitar tiga tahun lebih tua, juga hanya memiliki memori samar tentang sang ayah. Mereka berdua berusaha merekonstruksi sosok sang ayah dari foto, cerita, dan kilasan-kilasan yang tepercik dalam ingatan.
Film animasi produksi Pixar ini mengetengahkan hal senada. Dua kakak beradik peri bertubuh biru serta bertelinga lancip, Ian (suaranya diisi Tom Holland) dan Barley Lightfoot (Christ Pratt), juga kehilangan ayah mereka dalam usia sangat belia. Mereka hanya hidup bersama sang ibu, Laurel (Julia Louis-Dreyfus). Bayangan figur sang ayah hanya terdapat pada foto, cerita orang-orang, serta rekaman suaranya dalam sebuah kaset.
Onward berlatar sebuah kota New Mushroomton yang dihuni berbagai makhluk dongeng, tetapi hidup layaknya manusia. Kisah dimulai dengan narasi tentang betapa sihir membuat kehidupan sangat indah pada zaman dahulu kala.
Seiring penemuan teknologi, segala makhluk menikmati kemudahan dan kehilangan jati dirinya. Unicorn, kuda bersayap, berebut makanan di tong sampah; centaurus, manusia berbadan kuda dengan kemampuan berlari cepat, memilih naik mobil; pixie, peri kecil bersayap, naik sepeda motor. Sihir pun tinggal dongeng belaka.
Ketika Ian berulang tahun ke-16, ibunya memberikan hadiah peninggalan sang ayah berupa tongkat, batu permata Phoenix, dan mantra. Dengan ketiga hal itu, sang ayah pun diharapkan bisa hidup lagi untuk satu hari sampai matahari tenggelam.
Asing dengan kekuatan sihir yang dahsyat, Ian dan Barley memang bisa menghidupkan sang ayah, tetapi hanya setengah badan ke bawah. Dua kaki bercelana panjang warna khaki dan sepatu coklat yang tidak bisa berkata apa-apa membuat keduanya mencari cara agar sang ayah kembali utuh dan bisa menghabiskan sisa waktu dari sehari itu sebelum menghilang untuk selamanya.
Petualangan pun dimulai. Dengan berkendara van tua yang nyaris bobrok milik Barley, mereka menempuh Jalan Bahaya sebagaimana termaktub dalam kisah Quest of Yore yang digandrungi Barley. Banyak kejutan dan kesenangan sepanjang perjalanan yang penuh teka-teki bak petualangan Indiana Jones untuk mendefinisikan akhir kisahnya.
Sedikit banyak, Onward mengingatkan kita pada petualangan dua kakak beradik lainnya, Elsa dan Anna, dalam film Frozen 2 yang juga menjalani serangkaian perjalanan berat dan menantang untuk menemukan jejak orangtua mereka. Bedanya, Ian dan Barley tidak menyanyi.
Perjalanan itu pun kemudian mengungkap banyak hal tentang kakak dan adik yang bertolak belakang sifat dan karakter tersebut.
Tantangan
Sejumlah kritikus menilai, Pixar menghadapi tantangan di waktu mendatang. Studio animasi ini telah memproduksi 22 film sejak film pertamanya, Toy Story (1995), sukses di pasaran.
Beberapa produksi di antaranya bertengger di box office dan meraup keuntungan besar, seperti Toy Story 3 (2010), Finding Dory (2016), Incredibles 2 (2018), dan Toy Story 4 (2019), yang termasuk dalam 50 film dengan pendapatan terbanyak sepanjang masa.
Onward disebut-sebut belum bisa menyamai film-film tersebut, baik dari segi kisah, penggarapan, maupun prediksi pendapatannya. Bukan karena film tersebut jelek, melainkan tidak memberikan terobosan baru dibandingkan film-film lainnya.
Meski demikian, dalam banyak hal, film ini sangat berkarakter Pixar, yakni film dengan kehangatan, humor cerdas, dan energi kreatif yang memberikan kesenangan bagi penontonnya. Permainan emosi yang dipadukan komedi meninggalkan kesan cukup mendalam.
Sentilan tentang dunia masa kini yang terlena oleh kecanggihan teknologi juga membuat Onward terasa relevan. Kemudahan dan kenyamanan membuat orang lupa akan jati dirinya. Ini tecermin, misalnya, dalam sosok Manticore (Olivia Spencer), singa berekor kalajengking dan bersayap besar. Sosok yang dikenal ganas itu nyatanya lupa cara menjadi garang.
Kehadiran Onward di layar lebar memberikan sihirnya sendiri. Para aktor menghidupkan karakter dengan baik. Tom Holland, yang dikenal memerankan Spiderman dalam jagat film Marvel, membuat sosok Ian terasa dekat dengan para remaja yang sedang tumbuh. Pemalu, penakut, banyak pertimbangan, tetapi sebenarnya menyimpan energi besar di dalam dirinya.
Adapun Pratt, pemeran Star Lord dari Guardian of the Galaxy,membuat karakter Barley yang berandalan terlihat menyenangkan.
Ada perasaan sentimental saat mengikuti perjalanan kakak beradik itu. Onward menekan tombol emosi yang tepat, dengan rasa manis dan haru yang menjalar hingga ujung-ujung jari.
Scanlon juga menuturkan, Onward bukan film tentang kesedihan. Bagi dia, masa kecil tanpa ayah bukan sesuatu yang menyedihkan. Hanya saja, ada lubang yang menganga dalam hati karena tidak pernah memanggil seseorang ”Dad”. Kredit pun diberikan kepada sang ibu yang mengajari kedua anaknya untuk punya kekuatan menghadapi hari demi hari.
Hal ini diproyeksikan dalam sosok Laurel saat bersenam mengikuti tayangan di televisi: ”I’m a mighty warrior.”
Onward, lanjut Scanlon, bercerita tentang bagaimana mengenali apa yang kita punya sebelum hal itu lepas dari genggaman. Tidak sekadar bersedih atas apa yang hilang, tetapi bagaimana menjadi kuat dan menghargai apa yang ada di hadapan kita.