Energi Rock Scaller
Dari bangku sekolah, Reney Karamoy dan Stella Gareth berjalan beriringan di dunia musik. Keduanya bahkan lantas menjadi pasangan sehidup semati.
Dari bangku sekolah, Reney Karamoy dan Stella Gareth berjalan beriringan di dunia musik. Keduanya bahkan lantas menjadi pasangan sehidup semati. Bersama Scaller yang menjadi kendaraan bermusik mereka, Reney dan Stella meneguhi bahwa sukses adalah ketika bisa memaknai setiap proses yang mereka jalani. Perjalanan bermusik idealnya tidak hanya luas cakupannya, tetapi juga dalam maknanya.
Reney dan Stella bertemu di bangku SMA dalam sebuah kegiatan musik. Keduanya kala itu bersekolah di SMA PSKD 1 di Salemba, Jakarta Pusat. Kecocokan dalam bermusik lantas mengikat keduanya.
”Lulus SMA, kami melanjutkan musik lebih serius lagi dengan bermain di kafe-kafe secara reguler. Di situ intensitas bermusik kami tercipta dan sinerginya masih nyambung sampai saat ini,” ujar Reney melalui surat elektronik pada pertengahan Maret 2020.
Scaller terinisiasi ketika keduanya merasa urgensi untuk berkarya membuat mereka gelisah. Reney dan Stella yang sebelumnya hanya bermusik membawakan lagu-lagu milik musisi yang mereka sukai pun akhirnya mencoba mengartikulasikan kegelisahan mereka ke dalam beberapa lagu demo.
Lagu-lagu itu kemudian masuk ke album mini Scaller pertama bertajuk 1991 yang dirilis pada 2013. Ada lima lagu di dalamnya, yaitu ”Live and Do”, ”Dreamer”, ”Stay on the Track”, ”M.I.B” (Mind Is Battlefield), dan ”Time’s Full of You”.
Semua berenergi rock, menyuguhkan sound-sound modern, dengan penggarapan musik yang rapi. Tampak bila Scaller tak asal menjejak masuk ke dunia musik. Mereka menunjukkan bahwa mereka sangat serius dalam bermusik.
Vokal Stella yang bertenaga mengingatkan pada vokalis rock era 1990-an asal Kanada yang sangat populer, yaitu Alanis Morissette, juga dengan karakter vokal yang tersimak seperti Janis Joplin, penyanyi asal Amerika Serikat era 1960-an.
Permainan gitar Reney pun tak kalah menonjol. Dia banyak memainkan petikan gitar melodi dan riff-riff yang ketat. Kehadiran Scaller, dengan musik rock yang mereka garap serius itu, mencuri perhatian di panggung musik yang selama ini tak banyak diramaikan rock.
”Nama Scaller tercetus begitu saja di benak kami saat itu. Scaller kami ambil dari singkatan simply called reverse yang merupakan filosofi kami dalam bermusik, di mana berbagai macam karya kami buat berkesinambungan dari sekian banyak elemen yang ditarik dari zaman pra-modern hingga sekarang,” tutur Reney.
”Kami mendengarkan banyak jenis musik. Banyak di antaranya yang menggabungkan antara elemen organik dan sintetik. Musik yang kami kemas dalam Scaller kental dengan energi rock. Namun, kami tidak membatasi ruang eksplorasi dan memperkaya referensi baru hari demi hari,” lanjut Reney yang di masa remajanya kepincut kepada Guns N’ Roses dan Rage Against The Machine.
Sebelum akhirnya hanya berdua mengusung nama Scaller, sebenarnya ada beberapa musisi yang turut membantu Scaller dalam format live. Namun, tak bertahan lama. Saat ini, Scaller digawangi oleh Reney dan Stella.
”Tantangan terberat bagi kami saat menjadi pendatang baru di dunia musik Indonesia adalah ketika kami memilih musik menjadi pilihan hidup. Fase awal menjadi fase pembuktian diri terhadap orangtua dan keluarga. Setelah itu adalah bagaimana cara mempertahankan konsistensi bermusik,” kata Stella yang juga memainkan synthetizer ini.
Seiring dengan makin banyaknya waktu yang mereka dedikasikan untuk bermusik, profesi sebagai musisi pun termanifestasi dengan sendirinya. Pelan tetapi pasti, Scaller terus merebut perhatian pencinta musik Tanah Air. Panggung mereka saat mereka tampil tak pernah sepi penonton.
Proses kreatif
Hingga kini, selain album mini 1991, Scaller juga telah menghasilkan album bertajuk Senses yang dirilis pada 2017. Senses bukan album sembarangan karena ditangani oleh Brian Lucey, seorang mastering engineer dari Los Angeles, Amerika Serikat. Lucey yang peraih delapan Grammy Awards ini telah banyak menggarap album milik penyanyi ternama, seperti Liam Gallagher dan Shania Twain.
”Berbeda dengan studio mastering online, bekerja sama dengan Brian Lucey pada prosesnya cukup personal. Kami belajar banyak dalam proses tersebut,” kata Stella.
Scaller juga terlibat di album Unreleased Project Volume 1. Di album tersebut, Scaller berkolaborasi dengan Barasuara memainkan ”Barat” dan ”Commune”.
”Kesibukan kami saat ini masih dalam tahap pembuatan album penuh ke-2 Scaller. Setiap hari, kami juga mencoba mengembangkan diri kami baik dari segi fisik maupun mental,” kata Stella.
Tidak dimungkiri, pandemi Covid-19 juga berdampak krusial bagi mereka berdua. Namun, mereka berupaya memiliki kontrol terhadap kondisi tersebut. Singel-singel calon lagu di album kedua yang telah dirilis antara lain ”North Star” dan ”The Unkown”.
Energi rock masih tetap tebal di dua lagu tersebut. Dan jelas menunjukkan betapa keduanya terus bertumbuh dalam berkarya. Simak lirik-liriknya, dalam bahasa Inggris, yang juga ditulis dengan serius, penuh kedalaman.
Dalam berkarya, mereka memiliki filosofi, setiap karya baru harus berevolusi dari yang sebelumnya. Sebagai musisi, mereka tidak ingin menciptakan karya yang terdengar seolah memiliki formula tertentu dalam proses pembuatannya. Oleh karena itu, dalam membuat lagu baru, mereka selalu memiliki pendekatan yang beragam.
”Kadang, kami bisa memulainya dengan instrumen masing-masing. Namun, bisa juga membuat lagu hanya menggunakan komputer atau instrumen yang tidak pernah kami sentuh sebelumnya. Bagi kami, proses tersebut dapat menjadi stimulus agar karya yang dihasilkan tidak begitu-begitu saja seiring dengan musikalitas yang bertumbuh,” ujar Reney.
Inspirasi mereka dalam berkarya biasanya datang melalui hal-hal baru yang mereka alami, keadaan sosial di sekeliling mereka, ataupun imaginasi mereka terhadap masa depan. Mereka banyak melakukan hal berdua, contohnya pergi ke tempat-tempat yang terisolasi, salah satunya naik gunung bersama, atau mencoba hidup di lingkungan yang jauh dari peradaban.
Proses penulisan lagu tidak memiliki formula mutlak. Terkadang musik datang lebih dulu sebelum lirik, bisa juga sebaliknya. Setiap lagu tidak selalu memiliki perlakuan yang sama. ”Sebab, kami memperlakukan musik sebagai anak kami. Tentu setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda dalam proses pertumbuhannya,” ujar Stella.
Tak terpisahkan
Setelah lebih dari 15 tahun mengenal dan tumbuh bersama, membuat musik menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari identitas keduanya. Makna sukses bagi mereka adalah saat mereka bisa memaknai setiap proses yang mereka jalani dalam dinamika perjalanan kehidupan mereka.
”Baik dalam fase apa pun dalam bermusik, bagaimana kami menyikapi setiap tantangan, merupakan hal yang fundamental bagi kami,” ungkap Stella.
Sejauh ini, keduanya masih ingin membuat musik yang mereka percaya. Sebab, bagaimana musisi memandang dan memperlakukan musiknya, di situ industri akan tercipta.
”Semua akan tercipta secara organik tergantung bagaimana musisi bergerak dan memandang musik. Yang menjadi perhatian adalah ketika musik tidak jujur dalam prosesnya karena akan mengikis perlahan sampai kita lelah. Baiknya perjalanan bermusik itu tidak hanya luas cakupannya, tetapi juga dalam maknanya,” kata Stella.
Jalan masih panjang. Reney dan Stella berharap Scaller dapat terus memberikan karya yang jujur, otentik, juga thoughtful sampai mereka menua kelak.