Shooper, dari Mengelola Belanjaan hingga Keuangan Rumah Tangga
Di tengah maraknya aplikasi belanja daring, Shooper, aplikasi berbasis komunitas berbagi, menjadi solusi belanja hemat bagi para pembeli luring. Shooper dinilai dapat memecahkan isu sosial-ekonomi melalui bisnis.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
Harga suatu barang di supermarket, minimarket, dan toko-toko di luar jaringan yang lain di Indonesia bervariasi. Selama ini, kegiatan berbagi informasi harga kebanyakan dilakukan dalam lingkup terbatas. Kondisi ini turut menginspirasi pembuatan Shooper, aplikasi berbasis komunitas, sebagai solusi belanja hemat.
”Kami berpikir untuk menggunakan teknologi agar semakin banyak masyarakat bisa berbagi informasi harga sehingga dapat mencari harga termurah,” kata CEO dan pendiri Shooper, Oka Simanjuntak, melalui telekonferensi pers di Jakarta, Rabu (29/4/2020).
Kami berpikir untuk menggunakan teknologi agar semakin banyak masyarakat bisa berbagi informasi harga sehingga dapat mencari harga termurah.
Oka menuturkan, aplikasi Shooper memanfaatkan metode crowdsource untuk mengumpulkan struk belanja yang diunggah para pengguna. Data kemudian diolah menggunakan human augmentation atau gabungan kecerdasan artifisial dan interaksi manusia.
Setelah itu, data disajikan lagi kepada para pengguna untuk dipakai mencari harga termurah suatu produk. ”Kami meluncurkan aplikasi itu sejak 28 Januari 2020. Ibu-ibu rumah tangga di Tangerang Selatan (Banten), tempat kami tinggal, mengawali menggunakan Shooper ini,” ujarnya.
Menurut Oka, Shooper dapat memecahkan masalah konsumen yang belanja di toko fisik atau luring saat mencari harga termurah suatu produk. Konsumen juga dapat membuat daftar belanjaan menggunakan salah satu fitur Shooper.
Dengan membuat daftar belanjaan di fitur Shooper, pengguna bisa mendapatkan rekomendasi supermarket terdekat yang menjual produk dengan harga termurah.
Ia juga menyatakan, jumlah konsumen yang belanja secara luring jauh lebih besar dibandingkan secara daring. Data Nielsen yang baru dirilis pada 2018 dan dimutakhirkan pada 2019, misalnya, menyebutkan, masih banyak warga masyarakat Indonesia, yaitu sekitar 95 persen dari responden, yang lebih memilih belanja di toko fisik atau secara luring.
Sementara merujuk pada data Bank Dunia, porsi pengeluaran terbesar rata-rata keluarga di Indonesia adalah untuk barang kebutuhan hidup sehari-hari, yakni sekiar 48 persen.
”Shooper memberi nilai tambah dengan membantu rumah tangga agar bisa berhemat untuk kategori belanja mereka yang terbesar. Selain itu, Shooper juga dapat membandingkan pengeluaran belanja bulan ini dengan bulan sebelumnya sehingga pengguna tahu pola belanjanya, lebih boros atau hemat,” ujar Oka.
Shooper memberi nilai tambah dengan membantu rumah tangga agar bisa berhemat untuk kategori belanja mereka yang terbesar.
Selain mencari harga termurah, Shooper juga memiliki fitur lain untuk mendapatkan poin reward, peranti untuk mengelola keuangan rumah tangga, membuat daftar belanja, dan resep masakan yang dapat saling dibagi.
Executive Director Centre for Entrepreneurship Change and Third Sector Universitas Trisakti, Jakarta, Maria R Nindita Radyati mengatakan, Shooper merupakan salah satu bentuk usaha sosial (social enterprise) karena motivasi pendiriannya untuk membantu pihak lain. Shooper memecahkan isu sosial-ekonomi melalui cara bisnis.
”Usaha rintisan ini juga memiliki aspek manfaat bagi pengguna. Dengan memanfaatkan salah satu fitur Shooper, pengguna mampu mengendalikan kebiasaan konsumtif,” ujarnya.