Pandemi Belum Kelar, Tatap-Layar Kian Berkibar
Kedigdayaan teknologi menjadi eskapisme krusial di era pandemi. Setelah episode pandemi, akan tumbuh industri baru soal berbagi pengetahuan (sharing knowledge) secara daring. Dan prediksi itu kini mulai bergejala.
Masa pandemi covid-19 memunculkan fenomena perubahan tersendiri dalam pola masyarakat berinteraksi. Meski bukan hal baru, aneka webinar dan gelar wicara di ruang virtual meroket begitu nyata selama masa pandemi. Ini setidaknya menunjukkan kesejatian kita sebagai manusia, yang senantiasa rindu ingin saling terhubung.
Saat ini, pegiat kuliner William Wongso mungkin boleh dinobatkan sebagai rajanya Instagram Live di Indonesia selama masa pandemi. Bagaimana tidak, Oom Will, sapaan akrabnya, amat rajin menggelar Instagram Live di akunnya. Sejak awal April ia memulai, jadwalnya berinstagram live sudah penuh sampai 13 Mei. Ck ck ck..
Obrolan kuliner yang dibawakannya amat beragam. Mulai dari soal sambal sampai seluk beluk keju. Teman bicaranya pun lintas negara, seperti penulis kuliner penggila cabai Matt Gross juga chef kondang dunia Bobby Chinn. William tertantang menjajal menggelar obrolan virtual setelah mendapat pertanyaan dari salah seorang temannya yang seorang fotografer. “Dia aktif membuat live chat. Lalu dia bilang, kenapa Oom nggak bikin juga,” kata William, Selasa (5/5/2020).
Sejak awal, William tak ingin sesi obrolan virtualnya itu hanya berisi bagi-bagi resep, atau demo masak belaka. “Kalau yang seperti itu kan sudah banyak. Yang banyak orang enggak tahu itu kan soal food knowledge, pengetahuan tentang makanan, pola memasak, dan wawasan kuliner. Apalagi dalam situasi seperti ini,” katanya.
Seperti dikutip dari businessinsider.sg, penggunaan Instagram live meroket hingga 70 persen bulan lalu. Chris Ferguson, seorang profesor psikologi dari Stetson University di Amerika Serikat, menyebut, manusia beralih ke layar (virtual) demi memenuhi kebutuhan sosialnya yang tak bisa mereka peroleh di kehidupan nyata saat ini.
Masih dikutip dari businessinsider.sg, berbagai pelantar lain yang memberi fitur interaksi dengan tampilan video seperti Zoom, Google Hangouts, dan Houseparty, juga mengalami peningkatan tajam dalam penggunaan. Dari BBC.com, pada bulan Desember 2019, Zoom tercatat hanya meraih 10 juta pengguna per hari. Memasuki era pandemi, di bulan Maret, Zoom mereguk 200 juta pengguna per hari, lalu di bulan April mencapai 300 juta pengguna per hari. Tak heran, ketika pasar keuangan anjlok, saham Zoom sejauh ini naik hingga 14 persen.
Begitulah manusia di berbagai belahan dunia sekarang. Kedigdayaan teknologi menjadi eskapisme krusial di era pandemi. Lewat jendela virtual, kita menemukan celah untuk tetap terhubung, tak sekadar bertelepon, tapi ngobrol-ngobrol dengan ditonton orang banyak. Obrolan seperti yang digelar William tadi misalnya bisa membetot ratusan sampai ribuan penonton. Dan ini bukan sekadar ingin ditonton, tapi juga dorongan berbagi apapun secara massal.
Seperti yang dilakukan pembawa acara dan penyiar Ira Kusno. Ia menggelar seminar daring alias webinar Ramadhan #dirumahaja bertema Edukasi Sambil (ber)Donasi. Dengan semangat berbagi ilmu dan donasi, ia menggandeng mulai dari sutradara Joko Anwar, musisi Yovie Widianto, pembawa acara Jeremy Teti, komedian Cak Lontong, dan perencana keuangan Prita Ghozie untuk memberi materi selama beberapa hari, 5-20 Mei.
Mereka mengajak masyarakat menambah ilmu sekaligus pahala. Dana yang terkumpul akan disalurkan untuk mereka yang bekerja di zona merah antara lain paramedis, pramubakti, sopir ambulans, dan satpam rumah sakit.“Tidak dipungut biaya tetapi donasi saja minimal Rp 50.000 per orang untuk setiap sesi,” ucap Ira.
Diskusi publik di ruang-ruang virtual demikian begitu beragam, bahkan hingga soal bangunan tua. Seperti yang digelar pendiri studio arsitektur Bhumi Aras Hospitality+Design Anneke Prasyanti. Ia menggelar Bincang Inspiratif dengan tema “Bagaimana Menjadikan Bangunan Lawas Bermanfaat Bagi Pemilik dan Publik?”.
Pertemuan dengan Zoom yang diikuti 32 peserta itu dimoderatori Direktur Jakarta Property Institute Mulya Amri, Selasa (5/5/2020) pukul 15.30-17.15. Dalam salah satu penuturannya, Anneke mengungkapkan contoh pembenahan gedung Onderlinge Levensverzekering Van Eigen Hulp (OLVEH) yang dibangun tahun 1879 di Kota Tua, Jakarta.
“Sekitar tiga pekan pertama saya harus mengkoordinasikan pembersihan sampah,” kata Anneke sambil menyandingkan foto-foto sebelum dan sesudah OLVEH dibenahi. Peserta bisa melihat dinding OLVEH dipenuhi jamur dan ruang-ruang gedung tersebut yang nyaman setelah dirapikan.
Diskusi berlangsung gayeng. Materi serius diselingi kisah menarik. Peserta bisa mengajukan pertanyaan lewat kolom komentar. Tanya jawab berlangsung berkesinambungan. “Kota sepatutnya jadi pembawa pesan. Warga tak mesti ke museum. Kalau bangunan historis terpelihara, kota bisa jadi museum terbuka,” ucap Anneke memantik inspirasi bagi para peserta.
Solusi praktikal
Semangat berbagi pengetahuan yang bisa menginsiprasi juga diinisasi oleh penyiar Vena Annisa bersama rekannya Vivit Kavi dan CEO General Electric Indonesia Handry Satriago. Mereka menggelar diskusi daring bertajuk #sharingsolusi selama tiga hari berturut-turut.
“Setelah diskusi (dengan rekan), muncul dua kesimpulan. Pertama, dunia informasi online seharusnya menjadi sumber solusi kolektif bagi kita untuk menavigasi kehidupan yang banyak ‘new normal’-nya ini. Kedua, saling bantu dengan sesimpel berbagi solusi praktis yang bisa langsung dipraktikkan,” ungkap Vena yang bersama Vivit mendirikan V&V Communications, lembaga pelatihan komunikasi untuk perusahaan.
Waktu persiapan dan simulasi teknis, lanjut Vena, hanya berjalan selama dua pekan hingga dieksekusi pada 17-19 April 2020, dengan kondisi Vena berada di Jakarta dan Vivit berada di Washington DC, Amerika Serikat. Berdasarkan jumlah traffic yang menyaksikan acara yang dibagi dalam 8 tema ini, tercatat lebih dari 10 ribu orang secara keseluruhan. Total donasi terkumpul dari penjualan tiket dan sponsor juga mencapai lebih Rp 150 juta.
Selain Handry, pemerhati pendidikan Najelaa Shihab, artis Meisya Siregar, musisi Yovie Widianto dan Hedi Yunus, pengajar yoga dan meditasi Aprishi Allita, para dokter yakni Reisa Broto Asmoro dan Hasbullah Thabrany, hingga sejumlah tokoh dari beberapa perusahaan. “Semuanya langsung bersedia saat diajak untuk ikutan,” ungkap Vena.
Tema yang dihadirkan pun sangat relevan dengan kondisi yang dihadapi masyarakat saat ini. Dari tema berjuang di masa krisis, pendidikan daring dan keluarga, tips mengatur keuangan, tips kesehatan, perkembangan komunitas, meditasi, hingga produktif berkarya ketika di rumah saja dihadirkan dengan menggandeng tokoh dan ahli di bidangnya.
Kekhususan bidang ilmu atau pengetahuan memang menjadi modal penting agar webinar mudah menarik minat. Seperti yang diinisiasi oleh Haeri Fadly (40) yang tergerak untuk memancing teman-temannya sesama alumni Ikatan Remaja Muhammadiyah Jawa Timur untuk menggelar diskusi. Dalam suatu diskusi, ia ingin membahas kondisi masyarakat di era pandemi Covid-19 ini dari sisi disiplin ilmu psikologi.
Ia lalu menghubungi beberapa rekan yang punya kompetensi di bidang itu. Diskusi lalu digelar melalui pelantar Zoom pada 20 April lalu. Oleh karena belum berlangganan Zoom, diskusi hanya bisa menggunakan ruang Zoom secara gratis selama 40 menit. Maka, ketika membuka diskusi dia berpesan, “Nanti pada menit ke-35, saya akan mematikan Zoom ini dan segera memberi tahu ke grup WA, link (ruang diskusi Zoom) yang baru,” ujarnya ketika memandu diskusi.
Diskusi berlangsung seru. Belasan pertanyaan disampaikan peserta. Di tengah-tengah diskusi, Haeri menginterupsi dan mengingatkan untuk pindah ruang diskusi di link yang baru. Ini semacam kita harus pindah ke kafe lain untuk lanjut ngobrol ketika kafe yang pertama disinggahi sudah harus tutup. Peserta pun satu-persatu migrasi. Ini terjadi sampai dua kali. Artinya, diskusi tetap lancar selama dua jam meskipun terputus-putus karena migrasi.
Keterbatasan teknis demikian tak menyurutkan semangat banyak orang saat ini untuk meretasnya, bahkan untuk urusan berlatih olahraga bersama. Padahal aktivitas fisik komunal paling ideal dilakukan secara langsung tatap muka, bukan tatap layar.
Seperti Rabu (29/4/2020) sore lalu, dalam suatu webinar “Ngabuburit Bareng KG Camp (Bincang Santai Tetap Fit Selama Puasa)” yang digelar Kognisi (Kompas Gramedia Learning and Insight). Dua pembicara, yakni Anastasia Sri Indryastuti, Ketua Cabang Olah Raga KG Camp, dan Rocky Sitompul, pelatih profesional.
Pemateri memberi pemaparan berikut slide presentasi tentang pentingnya olahraga secara umum, pentingnya tetap perlu olahraga selama puasa, dan olah raga apa yang bisa dilakukan. Sekitar 25 peserta menyimak sembari sesekali bertanya lewat obrolan grup (group chat).
Coach Rocky, sapaan akrab Rocky Sitompul, lalu melanjutkan dengan sesi praktik olahraga bersama seluruh peserta. Mulailah video-video kecil menampakkan peserta yang mengulang-ulang gerakan yang diinstruksikan dan dicontohkan, dari jumping jack, squat, butt kick, dan lunge. Ada yang malu-malu tak mau menampilkan video dirinya.
Meski via layar, Rocky tetap bisa memberikan menu latihan seperti metode yang biasa dipakai saat mengajar dengan tatap muka. Ketika memberikan materi lewat webinar, Rocky biasanya menggunakan dua sarana, yakni laptop dan ponsel. Ponsel untuk memberi contoh gerakan, laptop untuk mengawasi gerakan peserta.
“Tetap efektif, hanya enggak bisa terlalu detail. Chemistry jadi berkurang. Biasanya saya bisa langsung perhatikan mana peserta yang gerakannya kurang benar, sekarang jadi agak susah memperhatikan satu per satu,” papar Rocky.
Kebetulan ketika sesi webinar bersama Kognisi, ponsel Rocky sedikit bermasalah sehingga hanya memakai laptop. Jadi, layar laptop kadang harus diturunkan untuk memperlihatkan bagian kaki saja saat memberi contoh, lalu dijauhkan agar bisa terlihat seluruh badan. Malah, layar dimiringkan ketika harus memberi contoh gerakan dengan berbaring di lantai agar peserta bisa melihat dengan jelas.
“Pernah ada pengalaman koneksi internet putus di tengah jalan. Beruntung sudah masuk gerakan terakhir saat pendinginan. Waktu itu hujan, tiba-tiba ada geledek. Mati breett.. Jadi harus log out dulu, log in lagi, nyambung koneksi lagi,” kenangnya sambil tertawa.
Gejala industri baru
Industri acara yang bersifat fisik memang amat terdampak gara-gara pandemi. Meski begitu, bukan berarti ruang virtual tak bisa dimanfaatkan. Perusahaan penyelenggara balapan IdeaRun sejak 6 April menggelar program baru bernama Zoom Fit berisi beragam kegiatan tak berbayar, seperti berolahraga bersama dengan dipandu seorang pelatih secara daring dan real time.
Seperti dijelaskan Direktur IdeaRun Safrita Aryana jumlah pesertanya mencapai puluhan orang. Kegiatan olahraga dilakukan dari rumah masing-masing. Dalam sepekan secara rutin Zoom Fit dilakukan sebanyak tiga kali, Senin, Rabu, dan Jumat setiap pukul 07.30. Sepanjang bulan Ramadhan waktu dan hari kegiatan digeser menjadi Senin, Rabu, dan Sabtu setiap pukul 16.00.
Pelatih utama berasal dari IdeaRun, coach Edoardo, sementara setiap Sabtu diundang pelatih tamu. Jumlah peserta sempat melonjak saat Walikota Bogor Bima Arya hadir tak lama setelah dirinya dinyatakan sembuh dari Covid 19. Dalam sesi acara gelar wicara (talkshow) ini tak sebatas membahas hal-hal terkait olahraga, kesehatan, dan kebugaran, namun juga soal pengelolaan keuangan.
Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Firman Kurniawan Sujono, menyampaikan maraknya webinar ini membuka keran baru dalam berkomunikasi dan berelasi meski tidak dapat bertatap muka langsung. Di sisi lain, inisiatif dan partisipasi dalam berbagai bincang-bincang daring juga merupakan bentuk menjaga eksistensi diri.
“Maka lebih dari sekadar mengunggah di akun sosial media, dilakukan juga paparan eksistensi diri lewat webinar dan lain-lain. Khalayak yang menikmati lebih luas dan lebih acak. Ini merupakan copy dari bentuk relasi komunikasi di dunia nyata,” ujar Firman.
Seperti yang dijalani Vena dan Vivit lewat V&V Communications yang selama ini memberikan pelatihan komunikasi untuk berbagai perusahaan. Selama pandemi Covid-19 ini, pelatihan pun bertransformasi menjadi training online dengan modul yang dapat diunduh. Bahkan untuk perusahaan, kini Vena menyebut pihaknya juga memberikan sesi pelatihan gratis. “Sekaligus menghibur klien yang karyawannya juga mungkin bosan di rumah,” ujar Vena.
Vena melihat, kondisi saat ini memang akan memantik lahirnya kebiasaan baru, salah satunya minat yang tinggi terhadap webinar atau kelas daring. “Akselerasi teknologi komunikasi dipercepat karena keadaan. Orang jadi mengetahui bahwa belajar juga bisa dilakukan di rumah. Kendala yang dialami sekarang mungkin karena belum terbiasa saja. Tetapi sebentar lagi juga nyaman, terbiasa dan mengadopsi komunikasi online ini dengan baik,” tutur Vena dengan yakin.
Firman pun memprediksi, pasca-masa pandemi ini akan tumbuh industri baru soal berbagi pengetahuan (sharing knowledge) secara daring. Prediksi itu mulai bergejala. Tanggal 15-17 Mei mendatang misalnya, PK Entertainment akan menggelar acara daring berskala akbar, yakni Indonesia Online Festival, yang akan melibatkan 100 narasumber dari berbagai sektor.
Walau kamu kaum rebahan, yuk siapkan jadwalmu berwebinar. Kita sama-sama belajar dan bersuka cita. Siapa yang melewati semua ini dengan merawat rasa senang, niscaya ia \'kan jadi pemenang. Mari pelihara gairah di tengah wabah. Seperti kata Oom Will, “biar enggak gendeng (gila)..”
(Fransisca Romana/Wisnu Dewabrata)