AMG GT 53 4 Door Coupe, Sedan Keluarga ala Affalterbach
Nama sedan itu Mercedes-AMG GT 4 Door Coupe. Seperti namanya, mobil ini punya empat pintu seperti lazimnya sebuah sedan. Namun ini bukanlah sedan biasa, karena dirancang dan diracik di Affalterbach.
Oleh
Dahono Fitrianto
·6 menit baca
Di zaman SUV ini, saat hampir semua model mobil seolah hendak dilibas habis oleh model SUV atau crossover SUV, hal menyenangkan melihat ada pabrikan masih memusatkan daya kemampuannya untuk membuat sedan. Apalagi sebuh sedan super.
Nama sedan itu Mercedes-AMG GT 4 Door Coupe. Seperti namanya, mobil ini punya empat pintu seperti lazimnya sebuah sedan. Atapnya melandai ke belakang seperti mobil coupe, dan berlanjut ke kaca belakang yang bisa dibuka sebagai pintu bagasi (liftback).
Di dalam ada empat kursi dengan konfigurasi 2+2. Di antara dua kursi belakang, yang cukup lapangan untuk diduduki orang dewasa, ada pemisah permanen berupa konsol tengah, mirip seperti di depan. Setiap kursi belakang pun berbentuk bucket seat mirip seperti kursi depan yang sporty.
Cukuplah mobil ini membawa seluruh keluarga yang menerapkan filosofi Keluarga Berencana ”dua anak cukup”. Hanya saja, ini adalah sedan keluarga yang istimewa.
AMG GT 4 Door Coupe adalah mobil ketiga yang didesain murni oleh Mercedes-AMG, divisi mobil performa tinggi Mercedes-Benz, yang bermarkas di kota Affalterbach, Jerman barat daya.
Biasanya, AMG memproduksi versi sport dari mobil-mobil penumpang produksi massal Mercedes. Mercedes-AMG E 63, misalnya, berarti adalah versi sport sedan Mercedes-Benz E-Class.
Namun sejak 2010, AMG mulai merancang sendiri mobil-mobil performa tingginya. Mercedes-Benz SLS AMG menjadi mobil pertama yang dibuat AMG dari nol. Kemudian dilanjutkan mobil kedua, Mercedes-AMG GT pada 2014. AMG GT ini adalah mobil sport dua pintu yang diproduksi dalam dua varian bodi, yakni coupe dan roadster.
AMG GT 4 Door Coupe diperkenalkan pada 2018. Mobil ini memperlihatkan upaya Mercedes untuk terjun bersaing di pasar sedan super yang dikembangkan dari mobil sport, seperti Porsche Panamera dan BMW Seri 8 Grancoupe.
Ada tiga varian AMG GT 4 Door Coupe yang diproduksi di dunia, tetapi hanya satu yang dimasukkan ke Indonesia, yakni Mercedes-AMG GT 53 4Matic+ 4 Door Coupe. Ini adalah varian menengah yang dibekali mesin bensin berkode M 246 dengan enam silinder segaris plus turbo dan sistem hibrida ringan EQ Boost.
Di atas kertas, mesin bensin berkapasitas 3.0 liter (2.999 cc) itu memuntahkan tenaga 435 HP dan torsi maksimum 530 Nm. Namun saat akselerasi maksimal, sistem EQ Boost-nya menambah tenaga 21 HP dan torsi 249 Nm.
Sebuah angka yang membuat penasaran untuk sebuah sedan!
Sejak pertama menjalankan AMG GT 53 keluar dari ruang parkir bawah tanah kompleks perkantoran Cibis Nine di Cilandak, Jakarta Selatan, langsung terasa rasa sporty dari sedan ini. Satu hal yang paling berkesan adalah bagaimana feeling mengemudi langsung didapatkan.
Rasa mengemudi AMG GT ini terasa lebih cepat didapatkan dari sedan-sedan Mercedes-Benz lainnya. Setir terasa ringan dan tajam sehingga tak terasa tengah mengendalikan sedan berdimensi besar. Untuk catatan, AMG GT 4 Door Coupe memiliki panjang 5,054 meter; lebar 1,953 m; dan tinggi 1,442 m.
Karakter pengendalian ini, dipadu dengan mode berkendara Comfort, membuat mobil begitu nyaman dikemudikan dalam situasi sehari-hari di jalanan Jakarta. Walau bantingan suspensi masih terasa lebih keras dari normalnya Mercedes.
Mobil ini sudah dilengkapi fitur Active Multicontour Seat di kursi depan yang menambah kenyamanan dan keamanan saat bermanuver. Fitur ini memungkinkan bagian samping sandaran punggung pada kursi menggelembung untuk menopang gerak tubuh saat terkena gaya sentrifugal. Jadi misalnya mobil menikung ke kanan, maka gaya sentrifugal akan mendorong kita ke kiri. Otomatis sandaran punggung bagian kiri membesar untuk menahan gerak badan.
Membangunkan monster
Suatu malam di bulan Ramadan lalu, di tengah situasi pembatasan sosial berskala besar, Kompas mengajak AMG GT 53 ini menyusuri jalan tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) untuk melihat suasana kota yang begitu lengang waktu itu.
Tanpa berhenti untuk turun sekali pun dari mobil guna mencegah penularan Covid-19, mobil dilajukan santai. Baru setelah mobil tiba di suatu bagian jalan yang kosong, kenop mode berkendara yang menempel di roda kemudi diputar ke Sport+ dan pedal gas pun diinjak.
Yang terjadi kemudian adalah seolah ada seekor monster bangun di ruang mesin, dan langsung berteriak melalui empat pipa knalpot di buritan mobil. Rrrrooooaaaaarrr... dan tabiat asli mobil kelahiran Affalterbach ini pun terkuak!
Tidak hanya setelan mesin, suspensi dan setir saja yang berubah menjadi sangat sporty, tetapi sasis pun menjadi lebih kaku dan suara knalpot juga menjadi lebih gahar. Hilang sudah segala sopan santun mobil ini, berganti kegairahan seolah melaju di trek balap.
Pada kecepatan 120 km per jam, spoiler belakang otomatis terangkat maksimal untuk memaksimalkan tekanan aerodinamika bodi bagian belakang. Selain secara otomatis, kita juga bisa secara manual mengatur sudut bilah spoiler ini.
Yang menarik, ada menu tambahan di layar monitor. Selain untuk menilik besarnya tenaga dan torsi yang tengah tersalur ke empat roda melalui sistem 4Matic, juga bisa dilihat informasi pencatatan waktu untuk penggunaan di sirkuit. Bahkan dalam sistem mobil sudah tersimpan beberapa sirkuit terkenal di dunia.
Di menu Track Record ini, kita bisa mengukur berbagai parameter, seperti waktu untuk menempuh satu putaran, akselerasi 0-100 km per jam, dan sejenisnya. Dalam pengujian terbatas yang dilakukan Kompas, tercatat akselerasi 0-100 km per jam hanya membutuhkan waktu 5,42 detik. Klaim resmi pabrikan menyebutkan akselerasi 0-100 km per jam hanya dalam 4,5 detik. Namun itu tentu dilakukan dalam kondisi jauh lebih ideal.
Adrenalin yang mengucur pada mode Sport+ ini membuat kita lupa untuk duduk di kursi belakang mobil seharga Rp 2,725 miliar (off the road) ini. Lagipula, saat dicoba, posisi kursi belakang ini terlalu tegak dan tidak bisa diatur kemiringannya. Memang beda dengan kursi sedan S-Class, yang memang dibuat untuk tujuan utama kenyamanan.
Walau demikian, AMG GT 53 ini memberi kesempatan penumpang belakang turut merasakan sensasi di kursi depan. Sebuah layar sentuh di konsol belakang bisa digunakan untuk mengakses sebagian menu di layar utama di depan, termasuk tampilan AMG Performance dan berbagai akses ke sistem hiburan mobil.
Unit tes yang kami juga ini juga sudah dilengkapi sistem semi-swakemudi. Saat cruise control dan sistem ini diaktifkan, mobil secara otomatis akan mengemudi sendiri dengan patokan garis marka jalan.
Namun, menurut PR Department Head PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia Dennis A Kadaruskan, fitur semi-swakemudi ini hanya didatangkan sebagai opsi tambahan. ”Pelanggan dikenakan biaya tambahan sekitar Rp 80 juta untuk memasukkan fitur ini dalam mobil yang mereka beli,” tutur Dennis.
Dalam pandangan Kompas, menu ini agak kurang diperlukan dalam sebuah AMG GT. Mobil ini dilahirkan untuk memeras semaksimal mungkin kenikmatan berkendara, sehingga seharusnya memang dikemudikan sendiri tanpa ada fitur bantuan mengemudi yang justru akan mengganggu kenikmatan itu. Ini memang sedan keluarga, tetapi ala Affalterbach...!