Kehidupan normal baru di era pandemi Covid-19 mensyaratkan banyak kebiasaan baru terkait protokol kesehatan. Selain mengenakan masker, perisai wajah atau faceshield menjadi kelengkapan perlindungan yang lazim.
Oleh
Wisnu Dewabrata
·5 menit baca
Kehidupan normal baru di era pandemi Covid-19 mensyaratkan banyak kebiasaan baru terkait protokol kesehatan. Selain mengenakan masker, perisai wajah atau faceshield menjadi kelengkapan perlindungan yang lazim. Tujuannya tentu saja demi mengurangi kemungkinan terinfeksi virus, yang bisa memicu kematian.
Beberapa kebiasaan baru perlu dilakukan, seperti mengenakan alat perlindungan diri (APD) nonmedis berupa masker atau perisai wajah selama berada di luar rumah, terutama di lingkungan dengan banyak orang. Kementerian Kesehatan bahkan 19 Juni lalu mengeluarkan aturan khusus tentang penggunaan APD perisai wajah.
Selain masker wajah berbahan kain sebagian masyarakat kini juga membuat beragam jenis APD medis maupun nonmedis termasuk perisai wajah. Mereka seperti Rudi Setiawan asal Provinsi Bangka Belitung dan vokalis band rock alternatif Navicula, Robi alias Gede Robi Supriyanto, dari Pulau Dewata, Bali.
Keduanya juga melibatkan masyarakat dan sempat menggalang donasi untuk memproduksi mandiri beberapa jenis APD, termasuk juga cairan disinfektan dan penyanitasi tangan (hand sanitizer), untuk kemudian didistribusikan gratis sebagai bantuan.
Rudi, lulusan S-2 Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan konsentrasi Teknik Biomedik ini, meriset dan merancang sendiri bentuk perisai wajah yang diperlukan. Bahan bakunya pun dicari yang mudah dibeli di Bangka Belitung.
Dalam waktu kurang dari sebulan Rudi mengumpulkan donasi, merancang, dan memproduksi sendiri perisai wajah, dengan mengerahkan bantuan dari 10 orang saudara sepupu serta keponakannya.
”Setelah mempelajari, saya memutuskan untuk menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh dan murah. Beberapa seperti edging HPL untuk bagian strap di kepala dan bahan mika atau plastik PVC dengan ketebalan 0,5 milimeter untuk bagian pelindung area wajahnya,” ujar Rudi.
Rancangan Rudi juga terbilang ergonomis dan punya kemampuan melindungi seluruh bagian wajah dengan baik lantaran memiliki dimensi lebar 25 sentimeter dan panjang 37 sentimeter. Selain itu bagian perisai muka juga bisa dibuka dan ditutup ke arah depan atas seperti kaca helm sepeda motor.
”Dengan begitu, saat sedang tak digunakan bagian mikanya bisa dibuka sehingga pengguna tak kegerahan. Untuk membuatnya tak mudah berembun, saya lapisi lagi shield-nya dengan cairan sabun. Juga sebelum dikemas dan didistribusikan, setiap faceshield didisinfektan dahulu agar steril dan aman dipakai,” tambah Rudi.
Dengan kemampuan memproduksi 20-40 unit per hari, saat itu dari donasi yang terkumpul Rudi mampu memproduksi lebih dari 350 unit perisai wajah. Biaya pembuatan per unit sekitar Rp 20.000.
Harga itu menurut Rudi bisa jauh lebih ditekan lagi jika proses produksinya dilakukan di Pulau Jawa. Harga material di Pulau Bangka menurut Rudi relatif jauh lebih mahal ketimbang di Pulau Jawa lantaran faktor biaya transportasi dan pengiriman.
Untuk menggalang donasi dan mencari masukan, Rudi juga memanfaatkan media sosial. Cara itu, menurut pendiri usaha rintisan Biomedical and Sport Labs, Joint, ini terbilang efektif dan cepat. Rudi mengaku siap memproduksi lagi secara massal jika kelangkaan kembali terjadi.
Untuk menggalang donasi dan mencari masukan, Rudi juga memanfaatkan media sosial.
Rancangan kreatif
Sementara itu, dari Pulau Dewata, bersama Yayasan Kopernik, vokalis Robi Navicula telah beberapa kali melakukan inisiatif serupa. Mereka menggalang dana dan memproduksi sejumlah keperluan APD, yang mereka lalu sumbangkan kepada sejumlah fasilitas medis terutama di pelosok-pelosok daerahnya.
Ada beberapa jenis APD yang diproduksi, seperti perisai wajah, masker, dan pakaian hazmat. Selain itu, sumbangan yang dikumpulkan juga digunakan untuk pengadaan sejumlah perlengkapan medis lain, seperti disinfektan dan penyanitasi tangan, sabun batangan, masker bedah dan N-95, sarung tangan medis, serta termometer.
Hingga kini Robi bersama Yayasan Kopernik telah mendistribusikan beragam kelengkapan dan alat medis ke 86 fasilitas medis dan para tenaga kesehatan. Tak hanya di wilayah Bali, fasilitas medis dan tenaga kesehatan penerima juga berada di beberapa daerah lain, seperti Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Papua, dan bahkan DKI Jakarta.
Desain yang dirancang Tim Solutions Lab Yayasan Kopernik juga menggunakan material murah serta mudah didapat. Perisai wajah dibuat tak hanya ergonomis, tetapi juga sesuai dengan standar yang ditetapkan, baik oleh otoritas kesehatan pemerintah maupun internasional. Oleh sang desainer, Cokorda Gede Bagus Suryanata dan timnya, perisai wajah dibuat dengan biaya sangat murah, kurang dari Rp 5.000 per buah.
Perisai wajah rancangan Cokorda dan tim Solutions Lab Kopernik terdiri atas tiga bagian berbahan utama plastik PVC setebal 0,3 milimeter. Ketiga bagian tadi antara lain bagian pelindung yang melingkar di dahi pengguna.
Selain itu juga bagian cap untuk melindungi wajah, terutama area mata dari arah atas. Bagian ketiga adalah bagian utama, perisai depan dimensi panjang 45 sentimeter dan lebar 26 sentimeter.
Untuk bagian tali (strap) yang mengikat dan melingkar di kepala pemakai terbuat dari bahan velcro berperekat. Bagian strap ini dapat dilepas dan dipasang dengan mudah. Pengguna bisa menyesuaikan dengan ukuran kepala masing-masing.
Kelebihan lain dari rancangan Cokorda dan timnya itu terletak pada desain sambungan untuk menyatukan ketiga bagian pembentuk perisai wajah tadi. Model sambungannya sama sekali tak menggunakan perekat kimia berupa lem atau kokot (staples) pengencang dua arah.
Menurut Cokorda, sambungan antarbagian tersebut dia rancang dengan meniru sambungan seperti yang ada di kardus kotak nasi. Cara menyambungkannya terbilang mudah lantaran cukup dengan menyelipkan lipatan plastik mika dari satu bagian ke lubang di bagian lain.
”Lubangnya sendiri dibuat hanya dengan pisau cutter. Perakitannya sangat mudah dan bisa dikerjakan sendiri kurang dari tiga menit. Selain terinspirasi dari kotak nasi berbahan karton tadi, saya juga mencari ide dari situs Open Source Covid-19 Medical Supplies,” tambah Cokorda.
Selain bahan plastik mika dan velcro perisai wajah buatan Cokorda dan timnya ini juga menggunakan bahan busa EVA. Praktis dengan hanya terdiri atas tiga macam bahan pembuat itu, perisai wajah yang diproduksi relatif mudah dan cepat untuk dipilah saat akan dibuang (scrapped) nanti.
Perisai wajah rancangan Cokorda dan timya itu idealnya hanya bisa dipakai satu kali terutama jika dikenakan dokter atau tenaga medis yang berhadapan langsung dengan pasien. Akan tetapi, perisai wajah tersebut juga bisa dipakai berulang, tetapi maksimal lima kali, setelah terlebih dahulu didisinfektan dan dipastikan tak ada bagian plastik PVC yang rusak.