Dari Hidroponik hingga Budidaya Jamur
Lahan sempit bukan halangan. Tinggal di rumah, menepis rasa bosan, menanam sayur bisa menjadi pilihan. Apalagi, metode hidroponik bisa dipelajari dengan mudah. Pandemi bukan penghalang kreativitas di rumah saja.
Banyak waktu luang di rumah saja selama pandemi Covid-19. Semua hal sudah dilakukan dari rumah saja, sampai kemudian merasa bosan. Kini, menepis rasa bosan, sebagian orang memilih menggeluti kembali minat bercocok tanam. Bahkan, ada juga yang membudidayakan jamur skala rumahan.
Baru tahun ini, keluarga Benedictus Paulus Johari kesampaian menggeluti kecintaannya pada hobinya menanam. Sebetulnya, sudah tertarik menanam dengan metode hidroponik beberapa tahun lalu. Baru sekarang, dia menemukan sarana hidroponik yang dirasa paling tepat.
”Papa saya yang merangkai pipa-pipa paralon untuk hidroponiknya. Benar-benar dipasang sendiri semuanya, mulai dari pipa sampai rangka besi untuk penyangganya,” kata Nadia Theresa Johari, anak dari Benedictus, di rumahnya di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (8/7/2020).
Awalnya, kerangka hidroponik itu ditempatkan di kolam ikan rumahnya. Kemudian, dipindahkan ke tempat lebih kering karena ikan-ikannya menjadi sakit dan mati. Jadi, dipindahkan demi keselamatan ikan-ikan lainnya.
Sejak Maret, tepatnya di masa pandemi Covid-19, banyak waktu luang selama bekerja dari rumah. Ayahnya bekerja sebagai karyawan di sebuah bank swasta di Jakarta.
Saat itu, selada menjadi salah satu tanaman yang ditanam, bahkan dalam waktu beberapa pekan, sudah bisa panen. Kini, tanaman yang ditanam adalah bayam merah.
”Waktu itu, saya juga sempat makan hasil panenan selada. Rasanya memang beda dengan selada yang beli di pasar. Lumayan segar meskipun terlihat belum sempurna banget. Tapi, okelah untuk percobaan pertama,” kata Nadia.
Keseriusan menanam dengan metode hidroponik juga dilakukan Florencia Ing. ”Habis bagaimana lagi, kebanyakan di rumah, kita mau ngapain lagi? Beres-beres rumah sudah, apalagi sekarang sudah ada alat elektronik yang bisa menyapu dan mengepel sendiri, bahkan bisa dikontrol otomatis lewat aplikasi,” ujar Florencia yang ditemui di rumahnya di kawasan BSD, Serpong, Banten, Kamis (9/7/2020).
Dalam tiga bulan ini, Florencia sudah menikmati hasil panen tanaman hidroponiknya. Ada selada, sawi putih, pakcoy, dan pagoda. Walaupun skala rumahan, panenan itu terasa mengasyikkan.
Florencia merasa senang karena ternyata semua hasil panen itu diperoleh dari iseng-iseng belajar secara daring. Bahkan, cara belajar menanamnya juga gratis. Semua dituntun melalui grup Whatsapp dari kelompok Graceful Hydroponics (GH) di Bandung.
Menurut Florencia, tidak seperti tawaran-tawaran cara menanam hidroponik lainnya yang selalu meminta beli alat-alatnya, GH tidak mengharuskan membeli peralatannya. Malahan, lebih disarankan pakai barang bekas yang ada di rumah, seperti botol plastik, ember, atau tempat bekas es krim. Kita hanya perlu mencari bibit yang murah.
Rasa ingin tahu yang besar tentang perangkat hidroponik membuat Florencia pun akhirnya membeli paket hidroponik yang sederhana, Rp 180.000. Uniknya, seluruh tutorial diberikan melalui aplikasi WA. Dituntun, mulai dari menyemai bibit hingga panen. Semua masalah boleh ditanyakan karena tutornya selalu siap menuntun. Dari perangkat hidroponik sederhana, hasil panenan sudah pernah diperoleh.
Dengan tanaman hidroponik skala rumahan, hasilnya dikonsumsi sendiri. Begitu berlimpahnya panenan, Florencia pun akhirnya membagi-bagikannya kepada para tetangga dekatnya. Florencia yang merasa mendapatkan ilmu hidroponik secara gratis juga tak segan-segan berbagi pengetahuan kepada teman-temannya.
Semakin seriusnya menanam dengan cara hidroponik, Florencia sampai didukung suaminya untuk memiliki perangkat hidroponik skala rumahan. Kini, dengan lahan yang terbatas di depan rumahnya, perangkat hidroponik 40 netpot tanaman yang lengkap sudah tersedia.
Sambil menunjukkan sistem hidroponiknya, Florencia menunjukkan bahwa bibit tanamannya tumbuh subur. Hanya dengan aliran air yang sudah diberi campuran nutrisi, tanaman sayur-mayurnya bisa tumbuh sesuai harapannya. Memang, ada kendala yang paling dirasakan, yakni kehadiran belalang.
Yusnadi Gunawan, pendiri GH, mengatakan, ”Senang saya bisa berbagi ilmu. Hidroponik itu mudah dilakukan. Tentu, pelatihan hidroponik yang diberikan lebih ke skala rumahan. Tidak menutup kemungkinan, peserta bisa mengembangkan sendiri menjadi skala farm untuk memenuhi kebutuhan sayuran yang lebih besar.”
Pilihan lain
Selama masa pandemi Covid-19 ini, kita memang dianjurkan oleh pemerintah untuk berdiam di rumah. Hal ini membuat Izky Fadhilah bersama orangtuanya harus mencari cara agar tidak jenuh selama berada di rumah saja. Selain untuk melawan kebosanan, harapannya ada sesuatu yang bisa kita hasilkan dan dikembangkan.
”Kami melakukan sejumlah aktivitas. Salah satunya, budidaya jamur tiram,” kata Izky, yang tahun ini tak melanjutkan kuliah dan lebih banyak mengikuti bimbingan belajar dengan sistem daring.
Ada beberapa alasan mengapa keluarganya memilih untuk membudidayakan jamur tiram. Budidaya jamur tiram tergolong kegiatan yang cukup murah dan relatif mudah. Selain itu, keluarganya juga sangat menyukai makanan jamur crispy. Akhirnya, tercetuslah niat untuk membudidayakan jamur tiram sendiri. Yang paling optimal membudidayakan jamur ini tak lain adalah ibunya, Elah Hayati.
Menurut Izky, keluarganya bukanlah ahli membudidayakan jamur dan belum lama pula bergelut budidaya jamur tiram. Sebagai tahapan awal, mereka memulai dengan membeli baglog yang siap tumbuh jamur. Baglog itu semacam media tanam budidaya jamur yang berisi serpihan serbuk kayu dan sudah diberikan bibit atau spora jamur.
”Kami membeli 100 baglog dengan harga Rp 4.000 per baglog. Kami juga sudah membuat kumbung atau rumah jamur di halaman belakang rumah. Sebetulnya, ini saung yang dialihfungsikan supaya bisa dijadikan rumah jamur,” kata Izky.
Kumbung dibuat sangat tertutup agar jamur tidak kepanasan dan selalu lembab. Kumbung pun sudah dibuat rak-rak bertingkat untuk menyusun baglog. Lantainya pun berupa tanah supaya air yang digunakan untuk menyiram jamur bisa meresap.
Penyiraman secara rutin dilakukan supaya kelembaban baglog tetap terjaga. Selain baglog, tanah dan terpal kumbungnya juga disiram supaya semakin lembab. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore.
Boleh dibilang, budidaya jamur tiram baru berjalan selama 18 hari. Menurut teman ibunya, untuk mendapatkan panen pertama, harus menunggu lebih kurang 30 hari. Jadi, baglog yang kerap dibudidayakan belum bisa tumbuh jamur dan belum memutih seluruhnya. Paling tidak, butuh waktu menunggu sekitar 12 hari lagi agar baglog bisa memutih seluruhnya dan mulai bertumbuh jamur tiram.
Izky mengatakan, niat keluarganya membudidayakan jamur tiram adalah hanya untuk konsumsi pribadi. Namun, tidak menutup kemungkinan, jika hal ini berhasil dan semakin besar. Apabila hasil produksinya berlimpah, tinggal menjualnya. Mengingat, peminat jamur olahan, seperti cemilan jamur crispy atau jamur goreng selalu digemari banyak orang.
Menurut Izky, satu baglog diperkirakan bisa menghasilkan jamur 800 gram. Jika tak ada aral melintang, 100 baglog diperkirakan bisa menghasilkan 80 kilogram. Di daerah tempat tinggalnya di Karawang, harga jual jamur tiram bisa Rp 20.000 per kilogram.
”Yang terpenting, selama masa pandemi ini, walaupun kita diharuskan untuk lebih banyak melakukan kegiatan dari rumah, tidak membuat kita menjadi lupa berkreasi dan tidak menghasilkan sesuatu yang produktif,” kata Izky.
Tinggal di rumah selama pandemi Covid-19 memang tak mudah. Namun, belakangan ini, berbagai informasi di media sosial semakin banyak terobosan kreatif. Selain metode hidroponik, ada pula berbagai teknik berkebun di rumah dengan sistem organik yang membutuhkan media tanam. Baik hidroponik maupun budidaya jamur, semua memiliki proses waktu. Ya, hitung-hitung menunggu waktu memetik panen selama tinggal di rumah.