Panggung resital klasik yang tertahan situasi pandemi Covid-19 berpindah ke ruang virtual. Para penikmat pun tak kehilangan sensasi mendengar penampilan musik ini meski dari layar gawai di rumah.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi Covid-19, Carla (27) punya cara tersendiri untuk menikmati akhir pekan. Pada Sabtu (25/7/2020), warga Jakarta Pusat ini mengumpulkan sejumlah video penampilan musik klasik yang dikurasi dari Youtube dengan durasi lebih dari satu jam.
Salah satu video yang dia tandai adalah penampilan dari kelompok musik Jakarta City Philharmonic (JCP). Setelah sempat tersiar di akun Youtube Goethe-Institut Indonesien sewaktu Rabu (22/7/2020) kemarin, kini ia menonton lagi gubahan musik dari karya komponis kenamaan Ludwig van Betthoven itu.
Sambil berkegiatan bersih-bersih di rumah, Carla mulai mendengar alunan piano pembuka gubahan berjudul ”Scherzo” dari Sonata Biola Nomor 5 Opuds 24. Beberapa detik setelah itu, bunyi seksi dawai biola mulai muncul bersahut-sahutan mengiringi piano. Makin berlangsung, musik terdengar kian menggembirakan sehingga tak terasa gubahan selesai dalam waktu satu menit saja.
Setelah Scherzo, dimainkan gubahan Beethoven lainnya berjudul ”Der Kuss”. Gubahan yang terdiri dari paduan piano dan vokal bariton menceritakan ungkapan kecintaan terhadap seseorang. Tembang ini pun terdengar begitu puitis, secara Der Kuss sendiri berarti ”ciuman” dalam bahasa Jerman.
Sejumlah gubahan asli Beethoven terus mengalun hampir selama satu jam. Ada empat gubahan asli serta empat gubahan versi aransemen ulang yang dibawakan di dalam resital daring itu.
Mendengar sejumlah gubahan itu, rindu Carla terhadap acara resital klasik sedikit terobati. ”Setidaknya masih ada siaran resital klasik versi daring selama pandemi Covid-19 ini,” ucap pekerja kantoran yang rutin mendatangi resital di Jakarta sebulan sekali ini.
Dari rumah
Sejumlah kegiatan, termasuk panggung resital klasik, kini turut tertahan situasi pandemi. Sebagian penyelenggara dan kelompok musik berupaya tetap menyajikan acara resital meski dari rumah.
Kegiatan tersebut kemudian diwujudkan dalam sebuah resital daring oleh Goethe-Institut Indonesien, lembaga kebudayaan dari Jerman di Jakarta. Bersama kolektif dari JCP, mereka melangsungkan resital dengan tema ”Beethove from Home”. Tema ini dipilih karena Betthoven adalah komponis asal Jerman.
Direktur Musik JCP Budi Utomo Prabowo bercerita, tema tersebut dipilih karena situasi pandemi yang mengharuskan semua orang tetap di rumah. Resital semacam ini menjadi medium perjumpaan bagi para pemusik dan pendengar yang tak bisa bertemu di panggung beberapa bulan belakangan.
”Beethoven from home, ya, saat ini memang karena semua hal harus dilakukan dari rumah. Sejumlah gubahan yang dimainkan para pemusiknya pun datang dari rumah masing-masing,” ucap Budi dalam kesempatan resital daring.
Sejumlah gubahan, seperti ”Scherzo” Sonata Biola Nomor 5 Opuds 24, dimainkan oleh sejumlah pemain dari rumah masing-masing. Aisha Pletscher, solis piano dalam gubahan tersebut, bermain dari rumah didampingi dengan suaminya. Begitu pula Arum Kusuma Dewi memainkan gubahan dari rumah dengan ditemani anak dan suaminya.
Dalam gubahan itu, kesan musik klasik yang biasa dimainkan di teater atau panggung besar pun berubah. Budi mengatakan, ada kesan sukacita keluarga yang muncul secara visual dari tayangan resital daring. Tayangan tersebut pun menyiratkan bahwa sejumlah hal masih tetap bisa dilakukan walau terus di rumah.
Monda (26), penonton resital, menemukan kenikmatan tersendiri selama menyimak pertunjukan secara daring. Meski berbeda dengan panggung besar, seperti Taman Ismail Marzuki, dirinya tetap menikmati gubahan yang tersaji, terutama gubahan hasil aransemen ulang.
”Sensasi mendengarkannya enggak terlalu berubah sih kalau menurutku. Gubahannya tetap terdengar merdu di telinga, didukung pula dengan sistem suara di rumah yang mampuni,” ungkap perempuan asal Jakarta Barat ini.
Salah satu gubahan hasil rekomposisi atau aransemen ulang adalah ”Der Kuss”. Budi menunjuk Evpan Sinaga, pemain trombon dari JCP, untuk merekomposisi ”Der Kuss” dalam irama yang lain.
Hasil dari aransemen Evpan pun terdengar sangat berbeda dari gubahan asli Beethoven. Musik yang sebenarnya adalah tembang puitis dengan iringan piano dan vokal bariton itu kini mendadak diubah menjadi berformat ansambel solo trombon. Gubahan ”Der Kuss” versi Evpan pun seakan berirama Jazz yang lebih dinamis.
Begitu pula dengan gubahan lagu rakyat ”His Boat Comes on The Sunny Side”, yang sangat kental irama klasiknya dari Beethoven, diaransemen ulang menjadi bernuansa keroncong. Aransemen itu kemudian dimainkan oleh Cendy Sukma Triananda dan Dessy Ananta Permatasari dari musisi JCP.
Begitulah resital berlangsung secara virtual dari rumah. Budi dari JCP berharap, makna rumah tidak hanya sebatas ”bangunan” yang sedang ditempati oleh setiap orang saat situasi pandemi. Kecintaan akan musik yang indah mudah-mudahan tetap terjaga meski berdiam di rumah saja.