Menemakan Mitos
Indonesia kaya budaya, adat, dan tradisi. Setiap daerah bahkan punya beragam kisah tentang kearifan lokal, baik berbentuk legenda maupun mitos.
Indonesia kaya budaya, adat, dan tradisi. Setiap daerah bahkan punya beragam kisah tentang kearifan lokal, baik berbentuk legenda maupun mitos.
Sebagian mitos masih diyakini dan tradisi terkait itu juga masih dilakukan dan dilestarikan. Sementara sebagian lagi sudah terancam terlupakan atau telanjur punah. Kalaupun masih terdengar, beragam mitos dan tradisi itu hanya sebatas diceritakan turun temurun dan dari mulut ke mulut.
Sejumlah upaya kerap dilakukan beberapa kalangan untuk tetap melestarikan beragam tradisi serta kearifan lokal itu. Salah satunya dengan memanfaatkan media film, seperti dilakukan perusahaan penyedia jasa layanan tayangan film daring, Viu.
Lewat salah satu programnya, ”Viu Shorts!”, perusahaan over-the-top (OTT) terkemuka, yang dioperasikan PCCW Media Group itu menjaring dan menyaring talenta-talenta lokal. Di musim keduanya ini selama delapan bulan ”Viu Shorts!” membuahkan 16 film berdurasi pendek. Film-film berdurasi tak lebih dari 14 menit itu secara spesifik mengangkat beragam tema terkait tradisi dan mitos lokal tersebut.
Program inovatif itu melibatkan sedikitnya 700 orang, umumnya pelajar usia 14-19 tahun dari 16 wilayah kabupaten dan kota di seluruh penjuru Indonesia. Dari setiap mitos dan tradisi di tempat masing- masing, lahirlah film-film pendek yang digarap dengan beragam genre dan pendekatan penceritaan (storytelling).
Ada yang bergenre drama, baik romantis maupun yang ujung ceritanya berakhir sedikit tragis, cerita horor, dan ada juga mitos, yang disampaikan dalam bentuk komedi parodi menggelitik.
Selain mengangkat beragam mitos, tradisi, dan kearifan lokal itu, para sineas muda berbakat yang terlibat juga memasukkan beragam unsur kekinian. Sebut saja saat salah satu tokoh cerita digambarkan asyik ngevlog, seperti pada film Mitos Kendal-Kalang Obong. Atau juga saat para karakter tokoh film berebut mengorder jasa seorang pawang hujan lewat aplikasi daring di film komedi kocak, Mitos Batu-G Rain.
Tak hanya penggambaran kondisi kekinian, hampir semua film bertemakan mitos lokal kali ini juga menggunakan bahasa daerah dalam dialog antarkarakter dalam film masing-masing. Untuk memudahkan, film- film itu juga dilengkapi subtitle bahasa Indonesia.
Secara terpisah, Senior Vice President Marketing Viu Indonesia Myra Suraryo, Jumat (24/7/2020), menyebut pihaknya sengaja mendorong konten-konten lokal agar bisa tampil di tingkat global. Hal itu disampaikan Myra secara tertulis melalui manajemen Viu.
”Kami mendorong konten lokal agar dapat tampil di tingkat global sehingga kami menampilkan gaya hidup yang orisinal, seperti bahasa di tiap daerah. Untuk memudahkan, tentu saja kami menerjemahkannya ke bahasa Indonesia dan berbagai bahasa di mana Viu beroperasi,” kata Myra.
Konten-konten Viu, termasuk ”Viu Shorts!” kali itu tersedia dan bisa ditonton di 16 negara, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Myanmar, dan Hong Kong untuk Asia Timur dan Tenggara. Untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika, tayangan-tayangan Viu bisa diakses di Bahrain, Mesir, Jordania, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Afrika Selatan.
Seberapa mungkin konten- konten film pendek itu dapat berlanjut atau dikembangkan menjadi film-film berdurasi lebih panjang? Myra mengaku pihaknya membuka peluang tersebut.
Sesuai visi Viu, pihaknya, menurut Myra, akan selalu berupaya menyediakan beragam konten segar kepada para pelanggannya di seluruh dunia. Konten segar dan orisinal, yang sarat dengan keunikan serta kearifan lokal, dan dibuat para talenta lokal sesuai standar internasional.
Sejumlah mitos yang diangkat menjadi tema dalam film- film pendek kali ini memang terbilang sangat beragam. Sebut saja tradisi Kalang Obong di film Mitos Kendal-Kalang Obong. Kebiasaan yang dilakukan masyarakat di Kendal, Jawa Tengah, itu berupa prosesi membakar barang-barang kesayangan seseorang tepat di hari ke-1.000 kematiannya.
Juga beberapa mitos lain seperti cerita tentang kembaran seseorang, yang diyakini berupa seekor buaya, populer di masyarakat Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan. Kisah itu dipaparkan dalam film Mitos Sangatta-Kanak Kembar.
Selain itu juga kisah tentang tradisi Melaiq alias menculik calon pengantin perempuan oleh calon pengantin laki-laki. Tradisi itu dipraktikkan oleh masyarakat suku Sasak di Mataram, Nusa Tenggara Barat, sebagai bentuk ujian terhadap keseriusan dan keberanian si calon suami.
Dalam jumpa pers daring, Kamis (23/7/2020), sutradara sekaligus penulis naskah film pendek Mitos Kulungkung- Memargi Antar, Ni Putu Mulyani, mengaku sangat senang bisa ikut dilibatkan. Baginya proyek pembuatan film pendeknya itu memberi banyak tantangan sekaligus pengalaman.
”Saya kepingin karya kami di sini bisa menular dan menginspirasi teman-teman di daerah lain agar juga berkarya dengan mengangkat budaya lokal bernilai tinggi di daerah masing-masing,” ujar Mulyani.
Sementara itu, dalam kesempatan sama, sutradara film pendek Mitos Kendal-Kalang Obong, Suryo Seno Bimantoro, memaparkan proses pembuatan filmnya, yang diawali riset sosial. Tradisi Kalang Obong sendiri, walau diakui dan tercatat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kendal, sayangnya sudah mulai dilupakan kebanyakan masyarakat.
”Sekarang malah semakin banyak warga Kendal sendiri yang sudah enggak tahu apa itu Kalang Obong. Saya berharap dengan menonton film ini, masyarakat Kendal bisa kembali mengenal tradisinya itu. Boleh saja menjadi modern, tetapi jangan sampai melupakan tradisi,” ujar Suryo.