”Deal” Miliaran Dollar Google-Apple di Tengah Pusaran Antimonopoli
Kesepakatan Google membayar miliaran dollar untuk menjadi mesin pencari standar di gawai Apple mengundang gugatan persaingan usaha tidak sehat dari Pemerintah AS.
JAKARTA, KOMPAS — Frasa co-opetition adalah gabungan dari cooperation, kerja sama, dan competition, persaingan. Hubungan yang terkesan paradoksal ini tepat menggambarkan relasi antara Apple dan Google, dua perusahaan terbesar di Silicon Valley.
Kedua perusahaan itu bersaing di banyak front; dari ponsel pintar hingga laptop. Salah satu pendiri Apple, Steve Jobs, bahkan sempat mendeklarasikan ”perang nuklir” ketika Google mulai mengembangkan Android.
Meski demikian, di sisi lain, Apple dan Google juga bersimbiosis mutualisme. Salah satu hubungan yang telah menghasilkan begitu banyak uang bagi kedua perusahaan itu bermula pada 2005 ketika kedua perusahaan itu bersepakat untuk menggunakan Google sebagai mesin pencari standar di gawai milik Apple.
Baca juga: Apakah ”Big Tech” Terlalu Besar?
Kerja sama itu justru kini menjadi simpul dari jeratan kecurigaan dari Pemerintah AS mengenai adanya perilaku antikompetitif dan monopolistik oleh Google. Perusahaan mesin pencari tersebut dituduh secara ilegal melindungi dominasinya di pasar mesin pencarian dan pasar iklan pencarian dengan cara menjalin kesepakatan dengan Apple.
Dalam dokumen gugatannya yang dilayangkan pada pekan lalu, Departemen Kehakiman AS mengatakan, Google sepakat membayar Apple sekitar 8-12 miliar dollar AS atau Rp 117 triliun-Rp 176 triliun per tahun, untuk menjadikan Google sebagai mesin pencari standar di Safari, Siri, dan Spotlight.
Departemen Kehakiman mengatakan bahwa Google memperkirakan sekitar 50 persen lalu lintas Google berasal dari gawai Apple.
Baca juga: Spotify, Fortnite, hingga Tinder Menentang ”Pajak” Apple App Store
”Selama bertahun-tahun. Google telah menggunakan taktik antikompetitif untuk menjaga dan memperluas monopolinya di pasar mesin pencarian dan pasar iklan pencarian, yang telah menjadi fondasi kerajaannya,” tulis gugatan tersebut.
Kesepakatan yang dibuat Google dengan Apple adalah contoh paling menonjol dari perilaku Google yang dianggap ilegal dalam mempertahankan dominasinya.
Selama bertahun-tahun, Google telah menggunakan taktik antikompetitif untuk menjaga dan memperluas monopolinya di pasar mesin pencarian dan pasar iklan pencarian, yang telah menjadi fondasi kerajaannya.
Google juga menggelar kerja sama serupa (revenue sharing agreements) dengan perusahaan pembuat ponsel Android, seperti Samsung dan LG, untuk menghadirkan produk Google di ponsel masing-masing. Diduga, hal ini bertujuan untuk menjaga mesin pencari Google tetap menjadi pilihan masyarakat.
Berdasarkan kesepakatan ini, Pemerintah AS menduga bahwa Google telah menguasai 80 persen kanal pencarian di AS. Kini hasilnya, hampir 90 persen pencarian di internet menggunakan Google. Bahkan, jika hanya menghitung pencarian berdasarkan ponsel, 95 persen pencarian menggunakan Google.
Terancam dipecah
Dalam dokumen gugatan tersebut, berbagai kerja sama yang dijalin Google dengan berbagai perusahaan lain dinilai telah menghalangi rival untuk mendapatkan posisi persaingan yang adil.
Pemerintah AS juga menilai, perilaku Google telah menghalangi inovasi di produk mesin pencari alternatif yang bisa menawarkan model bisnis yang berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh Google.
”Dengan membatasi persaingan di pangsa pasar pencarian, perilaku Google telah mengancam konsumen dengan mengurangi kualitas layanan pencarian dalam hal privasi dan pelindungan data serta mengurangi pilihan layanan mesin pencari,” bunyi gugatan tersebut.
Sejumlah media di AS menyebut ini adalah kasus antitrust terbesar dalam 20 tahun, setelah Microsoft dibawa ke pengadilan karena mem-bundle Internet Explorer di dalam sistem operasi Windows.
Apabila hal itu terbukti, langkah yang bisa dilakukan pengadilan adalah memberikan sesuatu yang disebut structural relief terhadap Google. Frase structural relief biasanya mengacu pada penjualan untuk memisahkan suatu aset dari sebuah perusahaan, alias dipecah.
Dalam dokumen gugatan tersebut, Departemen Kehakiman AS tidak jelas menyebut bagaimana skema pemecahan yang dimaksud. Namun, bagi analis kebijakan Open Market Institute Daniel Hanley, Google harus terpisah dari sistem operasi Android dan berbagai platformnya yang lain.
Baca juga: Google Investasi 1 Miliar Dollar AS untuk Bayar Konten Berita
”Pemecahan struktural, seperti apa yang terjadi pada Standard Oil pada 2011 dan AT&T pada 1984, terbukti telah menghidupkan kompetisi kembali dan menghadirkan gelombang inovasi baru,” kata Hanley dalam artikelnya di Newsweek.
Pemecahan perusahaan adalah salah satu langkah yang dapat dilakukan pengadilan di AS apabila suatu entitas terbukti melakukan monopoli. Terakhir ini dilakukan kepada perusahaan telekomunikasi AS dan Kanada, Bell System. Perusahaan itu dibagi menjadi tujuh, dan setelah mengalami proses konsolidasi menjadi tiga; antara lain AT&T dan Verizon.
Putusan pengadilan pada 2000 terhadap Microsoft juga memerintahkan perusahaan itu dibagi dua: satu entitas menangani sistem operasi dan satu perusahaan lain untuk memproduksi perangkat lunak lainnya.
Meski demikain, setelah banding, putusan ini dicabut dan memutuskan untuk mewajibkan Microsoft memperbolehkan perusahaan pihak ketiga untuk memasang program non-Microsoft pada komputer yang menggunakan Windows.
Apabila putusan pengadilan membatalkan perjanjian Google-Apple, Apple akan kehilangan pemasukan yang signifikan. Pada 2019, pendapatan bersih Apple adalah 55,26 miliar dollar, artinya lebih dari 20 persen penghasilan Apple berasal dari Google.
Namun, bagi Google, ini mengandung ancaman yang signifikan. Karena, sekitar setengah dari lalu lintas Google berasal dari gawai Apple. Tentu ini akan berdampak besar pada penghasilan Google.
Gugatan cacat
Senior Vice President Global Sffairs Google Kent Walker menyebut, gugatan yang diluncurkan oleh Departemen Kehakiman AS sebagai gugatan yang cacat, deeply flawed.
”Masyarakat menggunakan Google karena mereka memilih menggunakan Google. Bukan karena mereka dipaksa atau mereka tidak bisa menemukan pilihan lain,” kata Walker.
Gugatan ini tidak akan menguntungkan konsumen, kata Walkers. Justru, ini akan secara artifisial meningkatkan posisi mesin pencari lain yang berkualitas lebih buruk, meningkatkan harga ponsel, dan semakin menyulitkan pengguna untuk menggunakan layanan mesin pencari yang mereka ingin pakai.
Kent menjelaskan bahwa kesepakatan antara Google dan Apple bukanlah bentuk kerja sama yang eksklusif. Kompetitor Google, seperti Bing dan Yahoo, juga membayar Apple untuk tampil di Safari. Selain itu, di macOS maupun iOS, Kent mengatakan, juga sangat mudah untuk mengganti mesin pencari default.
Dalam pernyataannya, Kent juga menyindir Microsoft. Ia mengatakan Microsoft melakukan preload atau menyematkan aplikasi peramban Microsoft Edge di setiap gawai Microsoft, di mana Bing menjadi mesin pencari default.
Kent juga membenarkan bahwa Google melakukan kesepakatan dengan operator seluler dan vendor produsen ponsel untuk menyematkan (preloaded) aplikasi-aplikasi milik Google di setiap gawainya.
Namun, kesepakatan ini memungkinkan Google untuk mendistribusikan Android secara gratis. Kent juga menegaskan bahwa meski dengan kesepakatan ini, para vendor juga tetap menyematkan produk-produk rival Google dalam gawai mereka, seperti Samsung Galaxy Store, Samsung Browser, Facebook, hingga Microsoft Outlook E-mail.
”Kesepakatan kami dengan Apple dan pembuat gawai lainnya tidak berbeda dengan perjanjian-perjanjian serupa yang digunakan untuk mendistribusikan perangkat lunak. Mesin pencari lainnya, termasuk Microsoft Bing, berkompetisi dengan kami untuk mendapatkan kesepakatan dengan para produsen gawai,” kata Kent.
Proses pengadilan antitrust ini bisa berlangsung hingga bertahun-tahun. Gugatan terhadap Bell Systems dilayangkan pada 1974 dan putusan keluar pada 1982. Microsoft digugat pada 1998, tetapi proses pengadilan berlangsung hingga 2001.
Gugatan terhadap Google bisa merupakan awal dari gelombang gugatan lain yang akan dilayangkan kepada para raksasa teknologi lainnya, seperti Apple, Facebook, dan Amazon. Pada pertengahan 2020, CEO dari keempat perusahaan tersebut dipanggil oleh Kongres AS atas dugaan perilaku antitrust.
Kasus Pemerintah AS versus Google diperkirakan akan memakan waktu hingga bertahun-tahun. Bahkan kini, tanggal sidang belum ditetapkan. Namun, ini bisa menjadi awal era baru di mana tidak ada satu platform digital yang begitu mendominasi internet dan manusia.